"Tidak ada penawar yang lebih manjur bagi dua insan yang saling mencintai dibanding pernikahan." ~HR. Ibnu Majah
Walau dengan siapa pun Allah menjodohkan kita, bersyukurlah dengan kelebihannya dan bersabarlah dengan kekurangannya.
Keesokan paginya, acara akad nikah pun di laksanakan di rumah Bara Sadewa. Pernikahan tersebut tertutup, dan hanya beberapa orang khusus yang diundang. Wali pernikahan dari pihak perempuan diwakilkan kepada wali hakim, mengingat seorang Famira Azzahra tidak punya siapa-siapa untuk menjadi wali pernikahannya. Abinya tidak mempunyai sanak saudara pun.
"SAH!" ucap para saksi saat ijab qobul selesai di ucapkan.
Famira menatap langit-langit kamar saat ijab qobul selesai. Sungguh sakit, menikah dengan pria yang tidak ia kenal sama sekali. Beberapa kali ia menahan air matanya, beberapa kali juga dirinya merasa gagal.
'Bila ini takdirku ya Rabb, aku terima,' batin Famira. Famira tersenyum getir, mengusap secara kasar air mata di pipinya.
Ceklek. Pintu kamar terbuka pelan, terlihat seseorang wanita paruh baya menjemputnya yang tak lain adalah ART di rumah itu, "Ayo turun, Non," ucap Bibi Ina.
Famira mencoba tersenyum tipis, mengangguk paham. Ia segera bangkit dan turun ke bawah. Masih terbesit di hati Famira, apa yang membuat pria itu menikahinya? Padahal ia bukan wanita cantik atau pun kaya. Ia hanya wanita biasa, yang pekerjaan sehari-harinya hanya menjadi seorang pelayan di salah toko di kota itu. Pertanyaan itu berputar-putar di kepala Famira.
Famira duduk di samping Bara. Bara memasang cincin berlian ke jari manis wanita yang sudah sah sebagai istrinya.
Famira terdiam, tidak berniat untuk menatap wajah pria itu. Air mata Famira terus berjatuhan, antara senang dan sedih yang sedang dialami oleh Famira saat ini. Ia sekarang sudah resmi menjadi istri dari Bara Sadewa, seorang tuan muda yang memiliki harta berlimpah namun, sayang dia sangat kejam, dan tidak memiliki belas kasihan kepada siapa pun.
"Jangan menangis di sini! Jangan cengeng!" bentak Bara, berbisik sengit di samping telinga Famira. Famira mengangguk ketakutan.
Bara muak. Melihat gadis itu menangis terus. Ummi Famira hanya bisa menatap wajah putrinya itu, tidak tahu akan berbuat apa lagi. Semua sudah terjadi. Tamu undangan mulai bubar, tidak ada pesta pernikahan atas pernikahan itu.
"Kamu mulai hari ini tinggal di rumahku," ucap Bara yang duduk di sofa. Membuka jas hitam yang dipakai dan di buang begitu kasar ke wajah Famira.
Famira bungkam seribu bahasa, ia tidak menggubris perkataan Bara.
"Kamu dengar nggak?" tanya Bara kasar.
"Ah, i--ya," sahut Famira ketakutan.
"Nak, ummi pulang dulu ya. Kamu baik-baik di sini dan kamu harus patuh kepada perintah suami kamu," ucap ummi Famira.
"Iya Ummi, tapi Famira belum siap berpisah dengan Ummi," ucap Famira memeluk tubuh umminya dan meneteskan air mata.
"Kamu harus siap, karena kamu sudah bersuami sekarang, Nak. Ummi harap kamu tetap sabar," tutur ummi lembut membalas pelukan putrinya itu.
****
Malam harinya. Famira masih duduk termenung di bibir ranjang. Tinggal di rumah besar tapi tidak ada kedamaian yang di rasakan Famira, padahal baru beberapa jam ia tinggal. Rumah Bara bagaikan neraka bagi dirinya sekarang.
Ceklek. Pintu kamar terbuka pelan.
"Kamu belum tidur?" tanya Bara dingin.
Famira hanya diam.
Bara langsung menampar pipi Famira.
"Sakit," lirih Famira.
"Itulah akibat kamu tidak menjawab pembicaraanku," ucap Bara kasar.
"Maaf."
Kekerasan mulai dilancarkan oleh Bara pada saat itu, ia mendorong tubuh Famira ke lantai dan menarik jilbab Famira, sampai Famira merintih kesakitan. Famira tidak tahu dimana letak kesalahannya, sehingga membuat suaminya itu jadi marah tidak jelas.
"Kamu tidak usah menunjukkan muka sedih kamu, di hadapanku. Dan perlu kamu ingat aku menikahimu bukan karena cinta tapi karena kasihan ...," ucapnya dan mendorong lagi tubuh Famira.
"Kenapa Tuan harus kasihan samaku?" tanya Famira menahan sakit.
"Itu karena kamu wanita lemah, dan juga aku menikahi kamu karena ingin balas dendam karena kamu sudah berani menolakku," ucap Bara dengan nada suara kian meninggi," Ini bukan seberapa kekerasan yang aku lakukan dengan kamu, aku akan membuat hidupmu menderita di sini," lanjutnya lagi penuh dengan ancaman.
Famira menangis dalam diam, ingin melawan tapi Famira tidak punya tenaga.
'Kuatkan hambamu ini ya Rabb," batin Famira.
Bara melempar bantal dan selimut kepada Famira. "Kamu tidur di lantai malam ini, aku jijik tidur bersama orang miskin seperti kamu. Nanti aku dapat kesialan lagi!" tegas Bara menghina lalu menutup tubuhnya dengan selimut, "Ingat di lantai jangan tidur di sofa!" tegasnya kembali. Famira mengangguk pasrah.
Famira tidur di lantai beralaskan selimut, air mata mengalir di pipinya dan matanya tidak bisa terpejam memikirkan nasibnya yang sungguh malang.
Pernikahan yang di anggap akan mendapatkan kebahagiaan dan menyempurnakan ibadah namun, nyatanya hanya kesengsaraan dan kekerasan yang dialaminya.
Jangan menikah hanya karena jatuh cinta, Jangan menikah hanya karena harta dan janganlah menikah hanya karena iba. Tapi menikahlah karena kau yakin bahwa bersamanya surga menjadi lebih dekat denganmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Koni Dwi N
ya allah sabar ya
2021-07-08
0
Kendarsih Keken
sabarrrr Famiraaa
2021-06-17
0
Umeh Rukiah
sabar ya Famira
2021-03-10
0