9

Saat Erwin sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba handphonenya berdering.

"Hah? Gue nggak salah lihat," kata Erwin yang baru saja melihat layar handphonenya yang berdering.

"Kenapa lo nelpon, gue nggak punya waktu bicara sama lo," ucap Erwin kepada Bara.

"Gue juga ogah bicara sama lo, gue cuman mau ngingetin jangan ikut campur rumah tangga gue!"

Erwin tertawa sinis mendengar ucapan Bara. "Terserah gue Bar, dan gue tidak akan takut dengan lo."

"Munafik lo, dasar perebut istri orang!"

"Lo yang munafik Bar, sejak kapan lo mengakui Famira istri lo? Dan lo nggak pantas bersama Famira, karena lo lelaki bejat dan nggak punya hati ...."

"Jaga omongan lo dan gue ingatin introspeksi diri lo sendiri. Sebelum lo berucap!"

"Bodoh amat, tidak ada gunanya pula aku berbicara dengan lo," kata Erwin lalu mematikan telpon secara sepihak.

"Kurang ajar loh Win, tunggu saja pembalasanku, Win," gerutu Bara kesal.

•••

Famira bersyukur kepada Tuhan, karena ia di terima kembali bekerja. Di toko itu, Famira di sambut dengan sangat ramah dan sangat baik oleh karyawan lainnya.

"Mira," panggilan seseorang dari kejauhan dan suaranya tak asing lagi di telinga Famira.

Famira yang sedang membereskan dan mengatur barang-barang di rak segera menoleh ke sumber suara itu.

"Aisyah," ucap Famira cukup kaget, dan langsung memeluk tubuh sahabatnya itu.

"Kenapa kamu selama tidak ada kabar Mir, dan baru balik kerja lagi ke sini?" tanya Aisyah.

"Maaf ya Syah, handphone aku rusak. Dan aku baru balik kerja ke sini karena ada urusan yang harus aku selesaikan."

"Aku bisa ngerti Mir, kamu baik-baik saja kan, Mir?" tanya Aisyah khawatir melihat kondisi Famira yang tidak seceria dulu.

"Alhamdulillah Syah, aku baik-baik saja."

"Kamu nggak usah bohong sama aku, aku bisa baca dari tatapan matamu, Mir. Kalau punya masalah cerita sama aku, jangan di pendam sendiri."

"Aisyah jangan terlalu khawatir sama aku, aku baik-baik saja," jawab Famira berbohong.

Pernikahan Famira memang sedikit yang mengetahui, termasuk sahabatnya Aisyah. Famira hanya tidak ingin menyusahkan dan membuat Aisyah khawatir serta memikirkannya bila mengetahui semua ini.

Famira memilih menyimpan rapat-rapat pernikahannya dari siapa pun. Dan Famira ingin sekali menceritakan semua kepahitan yang ia rasakan kepada sahabatnya. Namun, Famira sadar bahwa ia harus menyembunyikan aib keluarganya. Famira tidak ingin mempublikasikan kekejaman suaminya kepada orang-orang banyak. Cukup ia dan Tuhan mengetahui segalanya.

Setelah bekerja kembali, setidaknya Famira bisa tersenyum kembali. Dikelilingi oleh orang-orang baik dan selalu menghormati satu sama lain. Setidaknya dengan bekerja lagi Famira bisa mengobati rasa sakit hatinya.

Pulang bekerja cuaca cukup mendung, Famira terus menunggu angkutan umum di depan tokonya. Aisyah sahabatnya, sudah pulang duluan. Ia di jemput oleh suaminya.

Famira berjalan sambil mencari angkutan umum, rintikan air hujan sudah mulai menetes di jalanan.

"Alhamdulillah," ucap Famira bersyukur karena hujan sudah mulai turun.

"Bagaimana aku bisa pulang," gumam khawatir Famira takut Bara marah karena ia telat pulang.

"Mbak, mari naik," ucap seseorang lelaki paruh baya yang menggunakan jaket ojek online.

"Maaf Pak, saya tidak pesan ojek online. Bapak salah orang mungkin," ucap Famira heran.

"Saya tidak salah orang, ada hamba Allah yang menyuruh saya mengantarkan Mbak,"

Famira bingung karena dia tidak tau siapa yang melakukan ini.

"Ayo Mbak naik, sebelum hujan turun deras," ucap ojek online membuyarkan lamunan Famira.

Dari kejauhan Erwin tersenyum lega, melihat Famira bisa pulang dengan selamat.

"Biarkan aku melindungi dan membantumu tanpa sepengetahuan kamu Famira," ucap Erwin dalam mobilnya.

***

"Makasih Pak, ini ongkosnya."

"Nggak usah Mbak, ongkos ya sudah di bayar juga oleh hamba Allah itu."

Ojek online itu pergi, sementara Famira masih kebingungan dan penasaran siapa hamba Allah yang di maksud bapak ojek online tersebut.

"Kenapa lama pulang?" ucap Bara dengan nada kesal.

"Maaf Mas ...." jawab Famira terpotong.

"Nggak usah banyak alasan, kamu ketemu sama Erwin kan?"

"Astagfirullah nggak Mas, memang tadi aku ketemu sama Erwin di jalan. Itupun tidak lama Mas."

"Itu sama saja!"

•••

Sungguh sakit yang di rasakan oleh Famira. Dia selalu disiksa dan ditindas oleh suaminya sendiri. Famira mencoba bertahan dengan semua ini. Famira tetap yakin ada kebahagiaan yang di suguhkan oleh Sang Pencipta, setelah semua penderitaan yang dialaminya.

"Bi, siapa yang masak?" tanya Bara yang sedang mencicip makanan.

"Non Famira Tuan, masakan enak sekali kan Tuan. Bibi saja sampai ketagihan untuk makan lagi," kata Bibi Ina memuji masakan Famira.

"Biasa saja sih, Bi. Tidak akan ada yang bisa menandingi masakan, Bibi," balas Bara acuh dan melanjutkan makannya.

Bibi Ina menggelengkan kepalanya, melihat Bara yang sungguh sangat kelaparan sampai makanan habis tanpa sisa sedikit pun.

"Tuan kelaparan, makanan semuanya habis ...," ucap bibi Ina tak percaya.

"Masakannya enak sih Bi," ucap Bara keceplosan.

"Tadi bilang enggak enak," balas bibi Ina menahan tawa.

"Maksud aku enggak enak Bi, aku cuman kelaparan makanya makanannya habis," jawab Bara gengsi.

Bara mengakui dalam hatinya masakan Famira memang enak, sayangnya Bara terlalu gengsi untuk mengakui semua itu, apalagi di hadapan Bibi Ina.

"Famira kemana Bi? Kenapa dia tidak membantu Bibi untuk membersihkan piring ini," ucap Bara dengan nada kesal.

"Selesai Non Famira masak, dia izin ke kamar Tuan. Mungkin ketiduran karena kecapean."

Bara membuka pintu kamar, emosinya sudah memuncak dan ingin sekali menyiksa Famira. Tapi ketika melihat wajah Famira yang pucat sekali dan sedang tertidur lemah di atas kasur. Bara mendekati Famira, Bara memeriksa kondisi suhu tubuh Famira.

"Suhu badannya lumayan panas, apakah dia sakit," gerutu Bara.

"Famira ...," ucap Bara membangunkan Famira.

Mendengar suara Bara, Famira langsung bangkit dari tidurnya.

"Maaf Mas, aku ketiduran di sini," ucap Famira takut Bara marah.

"Kamu sakit?" tanya Bara serius.

Famira sedikit terkejut dengan perkataan Bara karena baru kali ini Bara perhatian.

"Nggak kok Mas, aku baik-baik saja."

"Nggak apa-apanya coba, suhu badan kamu saja panas," omel Bara.

"Cuman panas sedikit Mas, mungkin karena aku kehujanan tadi."

"Kamu tunggu di sini sebentar," sahut Bara lalu pergi ke luar.

Famira benar-benar bingung, apa yang membuat sikap suaminya tiba-tiba berubah begitu drastis kepada dirinya.

Tidak butuh waktu lama Bara kembali dengan membawa makanan dan obat untuk Famira.

"Kamu belum makan kan, ini makanlah. Setelah itu, minum obat ini," kata Bara menyodorkan semua itu kepada Famira.

Famira diam, hati Famira bahagia melihat sikap Bara yang mulai baik padanya.

"Kenapa diam, cepat sudah makan."

"Iya Mas," jawab Famira bahagia.

"Kamu jangan kepedean karena aku memperlakukanmu seperti ini. Semua ini aku lakukan karena aku tidak mau kamu sakit dan akhirnya aku juga yang akan kerepotan mengurus kamu."

"Mas tidak ikhlas melakukan ini?" tanya Famira kecewa.

"Ya gitulah."

"Sudah aku mau pergi jalan-jalan sama Vina, kamu tidur saja di sini. Kemungkinan aku tidak akan pulang," ucap Bara lalu pergi meninggalkan rumah.

"Aku akan terus bersabar, sampai kesabaran ini merasa lelah dengan diriku sendiri," monolog Famira menyemangati dirinya untuk tetap menjadi wanita kuat.

Terpopuler

Comments

Kendarsih Keken

Kendarsih Keken

😢😢😢😢😢😢

2021-06-17

0

Umeh Rukiah

Umeh Rukiah

terbuat dari apa hati mu Famira

2021-03-11

0

Lina aza

Lina aza

authornya bikin harga wanita rendah di skiti masih sabarrrr klo realnya udah minggat pergi jauh cari kebahagiaan

2021-03-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!