Bab 9 : Kemarahan Yang Memuncak

Sang Lelaki Menahan Setiap Kata

Ketika Hatinya Terhujam Kata-Kata Tajam

Ia Tampak Membisu Dalam Sebuah Rencana

Perceraian Adalah Rencana Balasan Untuk Menghantam...

Jaka rasanya ingin menghantam apa saja yang ada dihadapannya. Tetapi ingatannya pada Meylisa sanggup meredam kemarahannya pada Meyra. Ia tak menyangka bayi itu spontan memanggilnya "Papa". Tetapi ia tidak ingin mengurungkan niatnya untuk menceraikan Meyra. Tanggung jawabnya sudah selesai terhadap gadis ini. Ia tidak ada hati terhadap perempuan itu. Terlebih mengingat segala hinaan gadis ini dengannya dan setiap kali ia teringat bagaimana Meylisa bisa terlahir ke dunia ini..karena perbuatan hina dan kotor istrinya itu dengan laki-laki bule yang telah menidurinya tanpa ikatan halal. Jaka bahkan merasa jijik setiap kali membayangkannya. Beruntungnya pak Atmodjo bukanlah seorang bos yang gemar membicarakan kehidupan pribadinya di kantor. Meskipun ia adalah salah seorang pemegang saham terbesar di P.T. Hyumai. Ia tidak pernah bertanya perihal apapun kehidupan rumah tangganya dengan Meyra kecuali saat dirumah atau weekend. Itupun hanya sebatas telepon. Pikiran Jaka tidak dapat fokus dengan angka dan grafik yang ada pada layar laptopnya. Ia hanya memikirkan bagaimana cara ia mengatakan pada pak Atmodjo dan istrinya.Ia ingin menceraikan Meyra. Tak mungkin ia menceritakan detil prahara rumah tangganya yang kerap diwarnai dengan hinaan Meyra terhadap dirinya. Walaupun ia tahu pak Atmodjo bukanlah tipikal orang yang memihak pada seseorang meskipun itu keluarganya sendiri.Terlebih jika tahu bahwa perbuatannya adalah salah.Tetapi ia merasa iba pula pada Meylisa. Melihat keluguan bocah yang memanggil dirinya dengan sebutan "papa" itu. Seharian itu,Jaka betul-betul tidak dapat fokus pada pekerjaannya. Untunglah tidak terlalu banyak tugas yang harus ia lakukan sebagai seorang manajer.

***

Dirumah Lastri baru saja menyelesaikan seluruh orderan tumpeng yang harus dikirim sore itu. Kedua pegawainya tengah bersiap-siap untuk pulang. Hingga ketika mereka telah rapi dengan seluruh tugasnya, kedua karyawannya itu pamit pulang. Lastri pun sibuk menyiapkan makan malam untuk suaminya dan bebersih diri. Biasanya segalanya selesai sebelum pukul 6 sore. Jaka sampai dirumah pukul 20.30 malam. Wajahnya tampak kusut. Lastri telah menyiapkan air panas di bathtub dengan beberapa lilin aromaterapi. Ia pun menuju bathtub dan berendam didalamnya selama hampir 20 menit lebih. Lastri memaksanya makan malam terlebih dahulu. Mereka berdiskusi sesaat sambil menyuapkan sepiring nasi dengan sup ayam hangat.

"Las,akhir pekan ini aku ingin engkau ikut bersamaku ke rumah Meyra..Aku ingin kau bertemu dengannya.." ucap Jaka menggantung.

" Untuk apa Mas ? Rasanya kurang etis aku bertamu kesana...Lagipula aku dan Meyra sudah saling mengenal...saat pertama kalian menikah dahulu..." jawab Lastri menolak dengan lembut. Ia tidak ingin memperkeruh suasana perang dingin yang terjadi antara suaminya dengan Meyra.

" Bukan! Aku mengajakmu kesana bukan untuk mempertemukan kalian..Tapi aku ingin Meyra tahu bahwa aku lelaki yang punya harga diri! Aku menikahinya bukan untuk uang apalagi cinta..tetapi karena aku "terpaksa"..dan aku ingin kau pun mengetahui,Las..tekadku sudah bulat untuk menceraikan Meyra..Dan aku tidak ingin semakin salah melangkah dalam hidupku..aku tidak ingin kehilanganmu lagi untuk selamanya..!" jawab Jaka dengan nada tinggi yang menunjukkan kemarahan yang ia pendam selama ini. Lastri mengurungkan diri untuk meneruskan lebih lanjut pembicaraan itu. Ia lebih memilih untuk diam tanpa kata. Ia beranjak dari kursinya dan pindah duduk disebelah lelaki itu. Dengan lembut dan penuh kasih sayang, ia mengelus punggung suaminya. Meredakan ketegangannya. Selesai makan malam Lastri tak banyak berkata. Ia menuntun suaminya ke ranjang untuk beristirahat. Malam telah larut, ia paham kata tidak akan menyelesaikan masalah suaminya. Ia hanya akan memperumit masalah dan menjadikan kelam malam semakin kelam. Istirahatlah yang dibutuhkan suaminya. Ia sendiri berharap waktu akan segera meredakan masalah ini dengan cara yang bijak.

***

Hari Minggu pagi Jaka telah bersiap diri begitupun dengan Lastri. Mereka akan berangkat ke rumah Meyra. Lastri menuruti keinginan suaminya itu. Ia tidak dapat menolaknya. Khawatir dengan kemarahannya dan tekanan yang terlihat dari raut wajah suaminya itu berminggu-minggu. Ia pun bahkan tengah berfikir apa yang akan terjadi nanti disana dan apa yang harus ia lakukan jika suasana nanti akan memanas antara suaminya itu dengan Meyra.. Lastri telah melaksanakan shalat terlebih dahulu sebelum berangkat. Ia sangat berharap Allah akan meredakan kemarahan suaminya hingga ia dapat menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Lastri pun memohon petunjukNya agar ia dapat bersikap sebaik mungkin menangani masalah diantara keduanya. Ia paham posisi suaminya itu.Tetapi menurutnya pribadi ketegangan diantara suaminya dengan Meyra adalah kesalahan keduanya yang sama-sama penuh emosional. Tetapi ia tidak mungkin bersikap "sok tahu" seperti itu, hingga ia khawatir Jaka akan semakin tertekan. Ia paham betul suaminya membutuhkan support dimasa genting seperti ini.

Disebuah rumah yang terbilang mewah, Meyra tengah memperhatikan Meylisa di pinggir kolam yang mengenakan ban pelampung dilehernya berenang didalam kolam renang. Ia tengah asyik melihat bocah itu riang bermain dengan air. Hingga Meyra tak menyadari kehadiran Jaka dan Lastri yang melangkah masuk ke dalam rumah. Lastri menahan suaminya yang siap mendekati Meyra dengan raut kesal. Ia mengelus punggung suaminya itu. Sebelum suaminya bertindak dengan penuh amarah.

"Assalamu'alaikum, mbak.." ucap Lastri mendahului suaminya itu. Ia berupaya menengahi "pertikaian" diantara keduanya. Meskipun sejujurnya, ia sendiri terluka dengan pernikahan suaminya itu dengan Meyra dahulu. Bahkan ia membutuhkan berbulan-bulan untuk berhenti menangisinya. Meyra menoleh ke arah suara dibelakangnya itu. Ia terkejut tetapi ia bisa membalas dengan kesopanan kedatangan Lastri dan Jaka.

"Waalaikumsalam,mbak..maaf aku tidak menyadari kalian datang..silahkan duduklah dahulu.." jawab Meyra dengan sopan. Ia pun mengangkat Meylisa dari dalam kolam. Mengelapnya dengan handuk. Ia memandikan Meylisa dan mengganti bajunya dengan pakaian bersih dan kering.

"Mama...Mey masih ingin belenang di kolam.." ucap bocah itu dengan suara yang cadel yang kurang jelas dan terpatah-patah.

" it's okay Mey..besok kita lanjutkan lagi..mama ada tamu.." ucap Meyra pada anaknya itu.Meylisa menoleh ke arah Jaka dan Lastri. Ia tengah tersenyum kepada keduanya. Ia berjalan dengan jalan masih sempoyongan mendekati keduanya.

"Pa..pa.." ucap Meylisa setengah berlari ke arah Jaka. Mereka bertiga pun tampak terkejut ketika tangan mungil gadis itu memukul kedua paha Jaka dan memanggilnya "papa". Ia menatap pada Jaka. Mata bulat berwarna hazel itu sungguh menggemaskan. Lastri yang melihatnya merasa ada cinta yang muncul didalam dadanya. Wajah jelita dan polos Meylisa sanggup mematahkan hati siapapun, bahkan Lastri. Hingga naluri keibuannya muncul begitu saja.

"Adik cantik siapa namamu ? Boleh Tante berkenalan ?" tanya Lastri sambil mencubit gemas pipi chubby bocah itu.

" Meylisa Aldeva Atmodjo,Tante...Tante temennya mama ya ? "tanya Mey dengan suara yang masih belum jelas. Lastri tersenyum sambil menganggukkan kepala.

" Tante panggilnya apa...namanya panjang sekali..Tante panggil Meylisa atau Deva ? ucap Lastri kepada anak itu.

"Telselah Tante aja.." ucap Mey dengan suara cadelnya. Meyra yang tengah memperhatikan anaknya, menghampirinya..

" Sayang, ayo jangan ganggu tantenya.." ucap Meyra menggendong anaknya itu.

" Maaf..sebelumnya ada keperluan apa mbak dan mas Jaka kesini ?" Tanya Lastri pada keduanya. Ia menatap keduanya. Jaka tengah siap membuka mulutnya mengatakan dengan tegas apa tujuannya kembali kerumah itu. Tetapi Lastri memegang lengan suaminya dan mendahuluinya berbicara.

" Maaf mbak Mey, kedatangan kami tanpa memberitahu, karena mas Jaka sudah lama tidak pulang kesini..ia mengajak saya sekalian weekend untuk silaturahim pada mbak Meyra..Mohon maaf sebelumnya, klo keikutsertaan saya berada disini membuat mbak Meyra merasa kurang nyaman.." ucap Lastri dengan sopan sambil tersenyum. Jaka hampir saja menyerobot istrinya itu yang telah berkata diluar rencananya, tetapi lagi-lagi Lastri semakin erat mencengkeram lengan Jaka. Meyra sebenarnya tidaklah bodoh. Ia mengerti Lastri tengah menyembunyikan sesuatu darinya..hingga ia harus berkata bohong. Tetapi entah mengapa, ia merasa tidak ingin menyerang wanita dihadapannya ini. Hingga berlagak bodoh pula..seolah-olah tidak mengerti akan kedatangan keduanya kerumah.

" Oh..gak apa-apa,mbak..saya yang minta maaf tidak dapat menjamu kedatangan kalian kesini..Maaf kalian ingin minum apa ?" tanya Meyra dengan tenang dan sopan. Meylisa yang masih berada dalam gendongan hanya tersenyum riang bertepuk-tepuk tangan.

" Air putih saja,mbak" ucap Lastri padanya.

"Baiklah..tunggu sebentar ya.." jawabnya singkat. Meyra menuju kamar terlebih dahulu dan meletakkan Meylisa diatas ranjangnya. Kemudian ia berjalan menuju dapur mengambil dua gelas air putih.

Jaka nyaris menghardik Lastri..Hingga Lastri lebih dahulu angkat bicara pada suaminya itu.

"Sabar,mas..nanti aku akan jelaskan sesampainya dirumah..tahanlah kemarahanmu saat ini untuk aku.." ucap Lastri lembut ditelinga suaminya itu. Jaka pun kesal..rencananya hari ini berantakan.Apa yang dilakukan Lastri bahkan diluar prediksinya pula. Tetapi ia pun diam.Entah karena keinginan Lastri ataupun karena kegalauan perasaannya.

Tak lama, Meyra membawa nampan berisi dua gelas air putih.

"Silahkan diminum mbak..mas.."ucap Meyra sedikit kaku saat harus bertemu sapa dengan Jaka yang masih menjadi suaminya itu.

"Hmm..Mas, aku..ingin minta maaf...jika aku telah bersikap kasar padamu...aku tidak berniat menghinamu...aku terlalu emosional padamu..maafkan aku.." ucap Meyra tak disangka-sangka. Jaka yang mendengarnya seperti tersiram air dingin.Kemarahannya mereda begitu saja.Meyra sendiri tampak sedikit menunduk Ia tak berani menatap mata suaminya itu. Didasar hatinya seperti ada sebuah ketenangan yang menjalar tiba-tiba. Hatinya merasa tenang sekaligus ada kerinduan yang ia rasakan terhadap lelaki, yang ia pun baru menyadarinya setelah ia harus "kehilangan" dalam waktu yang cukup lama. Meyra tidak menyadari sesungguhnya Tuhannya tengah membisikan cinta didalam dadanya pada lelaki ini melalui kerinduan yang ia rasakan didalam hatinya. Lastri yang melihat raut keduanya paham sekali sesungguhnya ada cinta yang tengah merayapi suaminya itu dengan Meyra. Ada perasaan cemburu dan terluka, tetapi entah kenapa seperti ada sebuah kelapangan didalam dadanya.Sebuah keikhlasan seorang istri yang harus berbagi cinta pada dua hati. Mungkin Tuhan punya rencana indah dalam takdirnya ini, hingga kelak menjadi sebuah kebahagiaan abadinya nanti.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!