Ketika Ia Telah Sampai di Puncak
Badai Menerjang Tak Sanggup Di Elak
Akankah Takdir Dapat Ditolak ?
Hingga Dadanya Tak Perlu Penuh Sesak
Rintik hujan menghiasi senja yang tertutup awan kelam...Lastri tengah terduduk berzikir memegang tasbih,hingga Jaka tertidur di pangkuannya. Jaka sesungguhnya tidak benar-benar tertidur. Kepalanya dipenuhi kecemasan akan banyak hal. Ia masih belum menceritakan perihal permintaan pak Atmodjo untuk menjadikan putri satu-satunya sebagai istri keduanya. Jaka tidak sampai hati mengatakannya kepada Lastri. Membayangkannya pun telah membuatnya begitu rapuh dan tak sanggup berkata-kata. Hatinya terasa sesak dan sedih. Ia teringat pertama kali bertemu Lastri. Bagaimana kepolosan dan keluguannya membuatnya terpikat saat itu juga. Ia tahu betapa beratnya menjadi Lastri saat itu. Kondisi ekonomi keluarganya yang mencekik,usianya yang masih sangat belia dan kepatuhannya terhadap ibunya yang memaksanya menerima pinangannya dahulu,bukanlah perkara yang mudah bagi istrinya itu. Jaka paham betul, istrinya telah merelakan masa mudanya untuk menerima tanggung jawab yang besar sebagai seorang istri. Ujian pun telah banyak ia rasakan ketika menjadi istrinya,ditambah saat ini ia harus mendengar suaminya meminta izin untuk menikah lagi. Tetapi,Jaka lebih tidak ingin mengambil keputusan sendiri tanpa meminta persetujuan istrinya.Ia yakin hal ini akan jauh lebih menyakitkan bagi Lastri. Jaka memejamkan matanya berpura-pura tertidur.
Lastri sendiri paham betul karakter suaminya.Saat-saat manja seperti ini biasanya pertanda suaminya sedang mengalami tekanan yang besar.Karena itulah Ia lebih memilih diam dan tidak banyak bertanya. Ia mengerti suaminya akan bercerita dengan sendirinya nanti.Lastri hanya mengelus rambutnya. Ia masih mengenakan mukenanya, ketika tiba-tiba selesai mereka shalat berjamaah, Jaka tertidur manja di pangkuannya tanpa banyak kata.
Hampir 30 menit lebih ia tertidur dipangkuan istrinya itu, Lastri yang tiba-tiba merasa kram dan kesemutan pada kakinya tidak sanggup lagi menahan ,hingga ia terpaksa membangunkan suaminya itu.
"Mas,ada yang ingin kamu bicarakan ?" tanya Lastri lembut pada suaminya.Ia mengusap kedua pipi suaminya itu. Jaka membuka matanya perlahan. Ia bangun dari pangkuan istrinya itu. Menatapnya dalam-dalam. Tak tahu harus bagaimana memulai.
"Las...apakah mencintaiku..?" Jaka tak tahu harus berkata apa. Matanya terlihat kosong.
"Tentu mas.." jawab istrinya singkat.
"Apakah kau akan bersedih jika kehilanganku ?" tanya Jaka kembali. Lastri bingung dengan pertanyaan yang diberikan suaminya. Tidak biasanya ia berkata demikian. Tetapi, kepekaan hatinya sebagai seorang wanita membuatnya merasakan ada suatu makna tersembunyi dibalik pertanyaannya itu.
" Adakah yang ingin mas sampaikan ?" todong Lastri tanpa menjawab pertanyaan suaminya itu. Jaka tertunduk. Raut wajahnya tampak menanggung beban yang begitu besar. Ia memegang kedua pipi suaminya dan mencoba menguatkannya.
"Adakah masalah yang membebanimu ? Kamu bisa ceritakan padaku,mas.." ucap Lastri pelan dan lembut.
" Kemarin aku diajak makan dirumah pak Atmodjo,Las...ia memintaku sesuatu yang aku tidak tahu bagaimana memenuhinya.."ucap Jaka penuh lirih.
" Ia meminta apa padamu,mas ? " tanya Lastri kembali dengan penuh rasa penasaran.
" Ia memintaku menikahi Meyra, putri kandungnya sendiri,Las.." jawab Jaka menatap wajah istrinya. Lastri tampak begitu terkejut dengan ucapan suaminya. Wajahnya pucat seketika. Ia termangu untuk beberapa saat.
"Tidak mungkin,mas...Bagaimana mungkin ia tega menyuruhmu menikahi putrinya sendiri, padahal ia tahu aku istrimu.." ucap Lastri tak percaya. Hatinya terasa lemas seketika. Tanpa disadarinya ia memundurkan posisi duduknya. Jaka pun segera mendekap istrinya itu. Ia menangis sambil memeluk Lastri dengan erat. Lastri pun ikut menangis dalam pelukan suaminya. Jaka tak melepas dekapannya itu untuk beberapa saat. Hingga reda tangisnya dan istrinya, ia pun melepaskan dekapannya perlahan.
"Las,pak Atmodjo memintaku menikahi Meyra,karena anaknya tengah mengandung tanpa seorang ayah...sungguh aku pun bingung menjawab permintaannya itu... aku sudah menolaknya..tapi ia memohon dengan sangat padaku Las...ia takut harga diri dan kehormatannya rusak dan tercoreng karenanya.." Jaka berupaya menjelaskan pada istrinya itu.
" Aku tidak tega padanya Las..ia telah berbuat baik padaku selama ini...ia yang menjadikanku seperti saat ini..tapi aku pun tidak ingin kehilanganmu..." ucapnya kembali dengan nada lirih yang begitu pelan. Lastri terdiam membisu.Hatinya berkecamuk. Antara marah, sedih, kecewa, semua bercampur menjadi satu. Tetapi ia pun berusaha menata hatinya dan memahami posisi suaminya itu. Tanpa disadarinya airnya menetes pelan dari kedua sudut matanya.
"Jika ia menjadi istrimu,apakah kau akan menceraikanku ?" tanya Lastri dengan suara nyaris tak terdengar. Sampai-sampai Jaka harus mendekatkan telinganya ke mulut istrinya itu.
" Aku tidak akan pernah menceraikanmu,Las...kecuali maut yang akan memisahkan kita.." jawab Jaka tanpa ragu.Ia memegang kedua pipi istrinya itu.Mengusap airmatanya dan mencium keningnya itu.
"Aku tahu kau tidak punya pilihan,mas...aku menyerahkannya padamu.." ucap Lastri kembali. Jaka mengerti,jauh didasar hati istrinya pasti tersayat luka yang begitu dalam. Ia pun sangat memahami karakter Lastri yang penuh kepatuhan walaupun itu menyakitinya. Tetapi ia pun tak punya pilihan yang tepat dengan situasinya saat ini. Di satu sisi ia berupaya memahami kondisi Pak Atmodjo sebagai seorang ayah dan seorang pimpinan perusahaan yang punya reputasi besar dengan relasi yang luas...akan tetapi ia pun sulit menolak permintaan itu,bukanlah semata-mata ia takut pada Pak Atmodjo,tapi,lebih tepatnya ia merasa berhutang budi besar pada lelaki itu. Berkat jasanya lah Jaka bisa memiliki kedudukan sebagai manajer di perusahaan Hyumai.
***
Pernikahan pun digelar tertutup di rumah Pak Atmodjo tanpa mengadakan resepsi. Hanya Jaka,Lastri,dan seorang penghulu yang hadir dalam acara akad nikah tersebut. Hal ini dilakukan Bapak dan Ibu Atmodjo untuk menjaga aib putri semata wayangnya itu dari omongan miring kelak tetangga ataupun relasi dan kerabat mereka. Jaka,Lastri,serta seorang penghulu telah siap diruang tamu yang telah dihias dan didekorasi dengan background putih dan pernak-pernik seadanya. Pak Atmodjo mengenakan kemeja dan jas putih.Meyra keluar dari kamar digandeng ibu Atmodjo yang mengenakan kebaya putih dengan polesan make up yang cukup tebal disebelahnya. Wajahnya mirip dengan Meyra, ia tampak cantik diusianya yang sudah tidak muda lagi. Meyra sendiri terlihat sangat anggun dengan balutan gaun pengantin putih sederhana. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan keriting ikal menggantung yang membuatnya terlihat semakin anggun.Sebuah hairpin bermotif bunga dengan taburan berlian menghiasi kepalanya. Kulitnya tampak putih bersinar bak porselen tanpa cela. Lastri yang melihat Meyra untuk pertama kalinya mengakui kecantikan nan elegan wanita ini. Ia tertunduk menahan kesedihannya. Jaka menatap calon istrinya itu. Seandainya ia belum memiliki Lastri,ia pun pasti mengakui paras cantik Meyra. Tetapi hatinya sama sekali tidak tertarik pada wanita itu. Rasa iba dan hutang budinya lah yang membuatnya menyetujui permintaan pak Atmodjo.Meyra duduk disamping Jaka. Hatinya berdegup kencang melihat pemuda disebelahnya ini untuk kedua kalinya. Ia tampak manglingi dengan setelan baju kurung berwarna putih. Lelaki ini tidaklah terlalu tampan baginya,yang terbiasa bergaul dengan banyak pemuda tampan diluaran sana. Tetapi, Meyra mengakui lelaki ini memiliki karisma seorang lelaki sejati. Raut wajahnya terlihat begitu matang untuk seusianya dan tampak santun penuh wibawa. Akan tetapi,bagi Meyra sendiri,ia tidak punya pilihan dengan anak yang ada dalam kandungannya. Ia tidak ingin mencoreng reputasi ayahnya dan menjadi bual-bualan tetangga sekitar. Seandainya saat itu ayahnya membolehkannya untuk kembali ke Amerika,pasti ia akan melakukannya. Tetapi dilain sisi,ia pun tidak ingin sampai Jamie,seorang bule yang merupakan ayah dari bayi yang dikandungnya itu mengetahui kehamilannya dan mencarinya kelak.Ia tidak ingin menikahi lelaki itu.Sifat temperamental dan ringan tangannya lah yang membuat Meyra enggan untuk bertemu kembali lelaki itu. Prosesi ijab kabul pun tengah berlangsung dengan khidmat. Lastri yang duduk sendiri dibelakang kedua pengantin tersebut hanya diam membisu menahan airmatanya untuk tidak jatuh menetes. Jauh didasar hatinya ia merasakan sesak dan kesedihan yang begitu mendalam. Takdir Seolah senantiasa menerjang kehidupan rumah tangganya tanpa henti. Akan tetapi jauh didasar lubuk hatinya,Lastri mengerti takdir telah dirancang dan olehNya dengan penuh hikmah.
***
Keesokan harinya, pak Atmodjo mengajak Jaka dan Meyra pindah kerumah mereka yang lainnya. Jaka mendapatkan sebuah rumah tinggal yang cukup mewah dari pak Atmodjo sebagai hadiah pernikahannya. Tidak semegah rumah utama pak Atmodjo, tetapi baginya termasuk mewah. Terdapat kolam renang minimalis dengan dua kamar tidur berukuran sedang dan sebuah kamar tidur utama berukuran besar yang kelak mereka tempati. Ini kali pertama ia akan tinggal disini. Hatinya tidak tega membayangkan Lastri tinggal sendiri dirumah kontrakan mereka seadanya. malam harinya ,ketika tak ada siapapun kecuali Ia dan Meyra, Jaka pun meminta izin kepadanya untuk pulang kerumahnya terlebih dahulu dan menginap 2 hari disana untuk berpamitan pada Lastri. Meyra yang memang hanya membutuhkan status dalam pernikahan dan merasa acuh pula pada suaminya itu, membiarkan keinginan suaminya itu.
Lastri yang tengah termenung seharian,setelah acara ijab kabul,ia meminta izin untuk pulang kerumahnya. Pak Atmodjo yang tahu bagaimana perasaannya tidak memaksanya tinggal malam itu dirumahnya.Ia menyuruh supir untuk mengantarkan Lastri pulang. Ia terkejut ketika suara pintu diketuk. Lastri berjalan dan melirik dari jendela.Ia kaget suaminya yang berada didepan pintu tengah mengetuk beberapa kali. Ia segera membukakannya. Tanpa mengucapkan salam,Jaka langsung memeluk istrinya itu. Lastri hanya terdiam memaku. Suaminya tidak berkata apapun. ia berjalan ke kamar seperti biasanya setelah melepaskan pelukannya. Tidur diatas ranjangnya tanpa mengganti pakaiannya. Seolah tak ada sesuatu yang terjadi. Lastri pun tidak banyak berkata. Ia membiarkannya.
***
Pagi hari Jaka terbangun dari tidurnya. Jam menunjukkan pukul 08.00 wib,ia tidur kembali setelah melaksanakan shalat subuh. Lastri yang sudah bangun sejak subuh dan melakukan kegiatannya,telah siap diruang depan. Ia tersenyum melihat suaminya. Ia tidak ingin banyak bertanya pada suaminya mengenai apapun kehidupan barunya bersama Meyra.
"Sarapan, mas ?" tanya Lastri. Ia telah menyiapkan sayur bayam dengan sepiring bakwan jagung serta tahu goreng sebagai lauk. Jaka menghampirinya.Duduk disampingnya.Lastri dengan sigap menuangkan centong berisi nasi dan lauk pauknya lengkap.
"Kau makan juga.." ucap Jaka dengan nada datar. Lastri mengikuti keinginan suaminya itu. Mereka makan bersama.
"Las,siang ini kita jalan keluar...aku ingin mengajakmu membeli sebuah rumah di daerah dekat sini..aku lihat ada sebuah perumahan baru disekitar sini..aku tidak ingin kamu tinggal dirumah sempit ini.." ucap Jaka dengan suara datar dan serius. Lastri hanya terdiam, ia tahu jika Jaka telah berbicara serius seperti ini pertanda sebuah perintah yang tidak ingin ia membantah.
***
Kawasan Spring Garden,adalah sebuah perumahan cluster yang cukup mewah dikawasan Jakarta Barat. Arsitektur modern minimalis dengan berbagai fasilitas tersedia didalamnya. Layaknya perumahan pada umumnya, tidak hanya fasilitas swimming pool dan tennis court, tetapi didalamnya terdapat playground area untuk anak-anak, sebuah mini market dan sebuah klinik kesehatan yang cukup memadai. Mereka mendatangi management office nya yang terletak didalam area komplek tersebut. Ia meminta Lastri untuk memilih rumah dan area yang ia sukai. Lastri menunjuk sebuah rumah dengan tipe yang paling kecil awalnya. Tetapi,Jaka menolaknya dengan halus. Ia tidak ingin setengah-setengah memberikan sesuatu bagi istri tercintanya ini . Sudah cukup luka yang menoreh dalam kehidupan rumah tangga mereka, yang dirasakan oleh istrinya itu. Jaka pun memberikan pilihan untuknya sebuah rumah dengan ukuran yang paling besar yang dijual. Ia mengeluarkan sebuah credit card platinum miliknya. Seorang officer yang mengurusi pembelian tersebut dengan sigap mengurus segala proses administrasi jual beli tersebut.
"Untuk pengurusan Sertifikat Hak Miliknya mau diajukan atas nama siapa ya, Pak ?" tanya officer tersebut.
" Atas nama istri saya mbak..Lastri" jawab Jaka dengan begitu yakin. Lastri yang mendengar hal tersebut tampak sedikit kaget.
"Mas,mengapa tidak atas namamu saja ?" ucap Lastri pada suaminya itu.
" Tidak,Las...aku membelikan rumah ini khusus untukmu..jadi harus atas namamu..kamu pantas mendapatkannya.."jawab Jaka menatap lembut istrinya itu.
" Baik pak..untuk pengurusan sertifikat kepemilikan nanti 2 minggu lagi kami kabari bapak kembali.." ujar officer tersebut kepada Jaka. Ia menyerahkan kunci rumah dan bukti transaksi serta administrasi lainnya sebagai tanda bukti pembelian rumah tersebut. Mereka pun bergegas keluar dari sana dan menuju rumah yang telah mereka pilih dan beli. Jaka merangkul istrinya itu. Mereka tengah berjalan kaki menikmati pemandangan yang asri didalam komplek perumahan tersebut. Pohon-pohon besar dan rindang menyusuri sepanjang pinggir jalan area komplek perumahan itu. Jaka tahu moment seperti ini dengan Lastri kelak akan menjadi sebuah moment yang langka bagi dirinya. Rumah mewahnya bersama Meyra akan menjadi penjara dunia baginya. Hingga ia tidak ingin kehilangan semenit pun apa yang ia jalani saat ini bersama istrinya. Lastri seperti mengetahui perasaan suaminya, ia pun membalas merangkul pinggang suaminya itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments