Bab 13 : Rindu Kampung Halaman

Waktu Berjalan Terasa Begitu Cepat

Ketika Cobaan Seolah Menghentikan Sang Waktu

Cinta Terasa Seperti Sebuah Beban yang Menghimpit

Tetapi Cinta Pulalah Yang Mengajarkan Keikhlasan Pada Masa Lalu

Lastri tengah mengecek jumlah tabungannya sendiri di bank. Hasil jerih payah keringat dari usahanya selama ini. Ia memiliki 2 tabungan yang berbeda. Satu rekening adalah tabungan yang diperoleh dari nafkah suaminya yang selalu ditransfer ke nomor rekeningnya dan yang lainnya adalah tabungan hasil usaha yang ia dirikan dengan bantuan kawannya, Tia. Lebih dari cukup untuk biaya pulang kampungnya. Tetapi ia bingung. Disatu sisi ia harus izin pada suaminya, yang pasti Jaka tidak akan membiarkannya pulang kampung sendirian. Dilain sisi, ia membutuhkan waktu untuk menyendiri dikampung sana. Kerinduannya pada ibunda kandungnya. Setelah ia mempertimbangkan segalanya, ia memutuskan untuk berangkat sendiri ke kampungnya di Yogyakarta sana dan tidak memberitahukannya pada Jaka mengenai hal ini. Rencananya 3 hari ia akan berada dikampung sana. Entah kenapa ia merasakan kerinduan yang teramat sangat. Ia memesan sebuah tiket melalui agen perjalanan untuk mengatur keperluan transportasi selama kepergian dan kepulangannya nanti. Ia memberitahukan kepada kedua pegawainya untuk libur bekerja selama 3 hari kedepan. Lusa pagi adalah jadwal keberangkatan yang diberikan agen kepadanya. sebuah mobil akan menjemputnya tak jauh dari komplek perumahan ia tinggal dan akan mengantarnya ke bandara. Ia pun akan dijemput disana dengan mobil yang serupa untuk mengantarkannya sampai ke kampungnya nanti.Semua moda transportasi yang dibutuhkan telah diurus oleh agen tempatnya memesan tiket. Ia hanya butuh menghandle dirinya sendiri untuk keberangkatannya lusa nanti. Menurut jadwal yang diberikan ia harus sudah siap pukul 08.00 pagi. Lastri pun berbenah merapikan beberapa lembar baju ganti dan pakaian dalam. Ia tidak terlalu byk membawa baju. Karena disana nantinya ia pikir akan mencuci pakaiannya sendiri. Dua pasang sudah cukup menurutnya.

***

Pukul 07.45 disebuah pemberhentian/area parkir yang tidak luas, Lastri melihat sebuah mobil elf bertuliskan nama agen perjalanan yang ia pesan, telah terparkir. Ternyata ia tidak sendirian. Ada beberapa orang yang turut dalam perjalanan tersebut. Lastri hanya membawa sebuah tas tenteng berukuran sedang. Tampak seperti ia tidak akan melakukan perjalanan jauh. Semua penumpang diminta berkumpul. Seorang driver mengabsen setiap penumpang yang akan ikut dalam perjalanan tersebut. Setelah 15 menit kemudian, mereka melaju menuju bandara Soekarno-Hatta. Perjalanan tersebut tidaklah terlalu lama. Jalan menuju bandara tidaklah ramai padat karena melalui arus tol. Entah karena hatinya yang sedang galau karena cobaan yang sedang menerpanya atau kerinduan akan kampung halamannya dan keluarganya adalah suatu pertanda akan sesuatu untuk Lastri ?.Saat ini hatinya tengah sendu penuh rasa rindu.

***

Mobil travel yang tengah melaju menuju perkampungan Sindung Ulur menjadi suatu perjalanan tersendiri bagi Lastri. Selama ia tinggal dikampung, hampir jarang ia melihat mobil melintasi jalan ini. Jalan yang dahulunya di beberapa bagian masih berupa tanah merah setapak, sekarang menjadi sebuah jalan aspal disetiap bagiannya. Mobil travel tersebut tidak tepat berhenti dirumahnya.Tapi terdapat sebuah pemberhentian khusus. Yang sekitar 2,5 kilometer untuk sampai kerumahnya. Lastri dan penumpang yang tersisa turun dipemberhentian terakhir. Hari menjelang sore ia sampai disana. Untunglah bawaannya tidak banyak. Hingga perjalanan kaki menuju rumahnya bukanlah hal sulit. Bahkan dengan suasana hati yang sedang galau, berjalan kaki menjadi sebuah rileksasi baginya. Pemandangan sawah dan udara yang masih sejuk menjadi sesuatu yang sangat mahal ataupun sulit ditemui selama ia berada di Jakarta. Tetapi 3 hari berada dikampung halamannya, cukuplah bagi dirinya untuk menenangkan pikiran dan melepas rindu pada ibunda kandungnya. Beberapa perkampungan penduduk telah terlihat. Lastri memilih menuju rumah tinggal ibu kandung sendiri lebih dahulu. Baru mungkin besok ia akan menjenguk kerumah Pak Darto dan Bu Sumiati, kedua mertuanya yang telah menganggap dirinya seperti anak kandung mereka sendiri.

"Assalamu'alaikum...Bu.." Lastri mengetuk pintu rumahnya yang tertutup.

"Wa'alaikumsalam.."sahut sang pemilik rumah dengan suara agak serak dari dalam. Suara yang sangat familiar dan ia rindukan selama ini, suara ibu kandungnya. Bu Dasmi tampak terkejut melihat Lastri yang berdiri didepan pintu rumah. Ia memeluk anak perempuan semata wayangnya itu dengan ciuman lembut dipipinya.

"Mana suamimu,Nduk ?" tanya ibunya itu sambil menoleh ke kanan kiri,mencari-cari sosok Jaka.

" Ndak Bu..Lastri kesini sendiri..Mas Jaka lagi sibuk dan Ndak bisa ambil cuti.." ucap Lastri berbohong sambil membalas mencium kedua pipi ibunya itu.

" Loh..Nduk gak boleh begitu..namanya seorang istri ndak boleh pergi tanpa sepengetahuan suami loh..wis jangan durhaka sama suamimu.." ucap kembali ibunya.

"Wis toh Bu..jangan buat Lastri merasa bersalah..Lagian Lastri pergi ndak sendirian..sudah diatur sama agen perjalanan bersama penumpang lainnya..insyaa Allah..aman.." jawab Lastri.

"Yo wis..terserah kamu aja..mandi dulu sana..ibu dah masak sayur gudeg dengan sambal terasi kesukaanmu.."ucap Bu Dasmi pada anaknya itu. Lastri pun berjalan menuju kamarnya. Sudah lama ia tidak berada dikamar kesayangannya itu. Meskipun terdapat somplak/lubang kecil didinding batako kamarnya, ia sangat merindukannya. Agak sedikit berdebu. Sejak ia menikah dengan Jaka, ia tidak pernah menyentuh kamarnya ini. Ia mengebuk-gebuk kasurnya dengan sebuah penggebuk kasur yang terbuat dari rotan yang dianyam. Beberapa debu beterbangan keluar. Setelah yakin sudah cukup bersih ia meletakkan tasnya diatas sebuah meja kayu yang sudah usang. Ia terbaring diatas ranjangnya. Sesaat ia pejamkan mata. Tak terasa airmata menetes dari kedua ujung matanya. Teringat segala hal yang telah ia lalui selama ini. Ia mengusap airmata yang menetes. Lemari dan beberapa helai pakaiannya masih utuh berada didalamnya.Persis seperti ia belum pernah meninggalkan rumah ini. Ia bergegas ke kamar mandi. Selepas bebersih diri, Lastri beranjak menggelar sajadahnya. Ia melaksanakan shalat ashar. Begitu khusyuknya ia sampai airmata betul-betul mengalir deras dari kedua matanya. Disetiap sujudnya ia teringat segala cobaan hidup yang selama ini menerpa kehidupan rumah tangganya. Bahkan ia teringat perkataan dokter yang memvonisnya harus melakukan pengangkatan rahim. Sujud terakhirnya sungguh-sungguh sujud yang tidak hanya penuh kekhusyukan. Tetapi didalamnya hatinya berbisik dalam doa penuh harap berharap ujian ini akan segera berlalu dengan kebaikan dan kebahagiaan baginya.

***

Pagi baru saja tiba. Kokok ayam yang saling bersahutan adalah salah satu tanda waktu subuh kan tiba. Lastri yang terbiasa bangun pagi terbangun dengan penuh semangat. Ibunya juga telah sibuk menyiapkan segala keperluan berdagangnya ke pasar. Hari ini Lastri berniat menemani ibunya untuk berdagang dipasar induk. Hal yang sudah lama sekali tidak pernah ia lakukan. Bahkan sebelum ia menikah sekalipun. Ibunya biasanya yang melarangnya ikut. Ia tidak ingin anak perempuan satu-satunya menanggung beban hidup yang terlalu berat. Hingga biasanya Bi Tasmi yang kan menemani ibunya menunggu jemputan yang kan menjemput mereka untuk membawa barang dagangan mereka dipasar induk. Tak sampai 10 menit suara derum mobil terdengar dari kejauhan. Ia dan ibunya telah bersiap berangkat menuju pasar induk. Membawa karungan berbagai macam sayur yang kan mereka jual nanti. Lastri mengunci pintu rumahnya. Mereka menaiki sebuah mobil pick up dengan tumpukan karung dengan berbagai macam isi uuntuk dijual dipasar. Mobil pun melaju dalam keheningan pagi.

***

Lastri kembali dari pasar bersama ibunya pukul 7 pagi. Hingga ia sampai dirumah sekitar pukul 8 pagi. Mereka senang, hari ini seluruh hasil dagangannya terjual habis tak bersisa. Hingga ibunya itu mendapatkan upah yang lebih dari cukup untuk memenuhi kehidupan mereka hari. Lastri dan ibunya membeli beberapa panganan pasar seperti wajik, klepon,dll. Makanan yang biasa mereka jadikan sarapan pagi dengan gelas teh tawar. Sesampainya dirumah Lastri membantu terlebih dahulu pekerjaan rumah tangga seperti biasanya ketika ia masih tinggal bersama ibunya. Hingga ketika semua telah beres. Mereka nikmati hidangan yang mereka beli dipasar sambil mengobrol melepas kangen selama ini.

"Nduk,gimana kabarmu diJakarta ? Baik-baik sajakah kalian ? Ibu sudah pengen menimang cucu...wes,kapan toh Nduk kamu kasih ibumu ini momongan ?" tanya ibunya itu sambil menggigit sebuah klepon dimulutnya. Lastri tersedak mendengar perkataan ibunya itu. Ia berusaha menutupi kesedihannya. Ibu dan mertuanya memang tidak tahu sama sekali kondisi kehidupan rumah tangganya bersama mas Jaka. Bagaimana ia pernah hamil dan keguguran, atau mengenai pernikahan suaminya dengan Meyra dan terakhir yang baru saja menohok dirinya masalah kanker serviks yang memaksanya harus mengangkat rahimnya dan tidak akan pernah ia memiliki seorang bayi pun dari rahimnya kelak seumur hidupnya itu. Tapi ia berhasil menguasai emosi dan kesedihannya. Ia tersenyum menutupinya.

"Yah..Bu namanya belum rezeki aku sama mas Jaka..takdirlah Bu..." jawabnya sekenanya. Ia tidak ingin membuat ibunya bersedih. Tak ada raut mencurigakan dari wajah Lastri. Ia berusaha menutupinya sebaik mungkin.

"Yah..usahalah toh Nduk..oh iya,kamu sudah kerumah pak Darto dan Bu Sum ?Jenguklah mereka,Nduk..mereka kan orangtuamu juga.." ucap ibunya kembali pada Lastri.

"Iyah,Bu..Insyaa Allah rencananya siang ini Lastri kesana..karena besok siang Lastri sudah harus balik ke Jakarta.." ujarnya kembali.

"Ya ampun,Nduk..buru-buru sekali..kenapa tidak seminggu kamu tinggal disini dulu ?" tanya ibunya kembali.

"Pengennya begitu Bu..Tapi kasian mas Jaka ditinggal sendirian..Lastri mau ajak ikut tapi gak mungkin Bu..mas Jaka sibuk dan tidak bisa ambil cuti..",ujarnya berbohong pada ibunya itu. Padahal Jaka pasti akan mengorbankan waktunya untuk dirinya. Tetapi ia tahu betapa sibuknya suami itu dalam pekerjaan, ditambah ia masih punya tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangganya bersama Meyra. Walaupun ia tahu Jaka pasti akan memprioritaskan dirinya dibanding Meyra. Tetapi ia tahu, ada benih-benih cinta pada wanita itu sebenarnya terhadap suaminya dan ia pulalah yang telah merencanakannya. Terlebih semenjak dokter memvonisnya, Lastri menyadari ia tidak akan bisa menjadi seorang istri yang sempurna bagi Jaka kelak. Walaupun hatinya terkadang ingin berontak dengan takdirnya.Tetapi Lastri berusaha menerimanya dengan keridhoan karena ia tahu takdir tak mungkin ditolak.

***

Pak Darto dan Bu Sum sangat terkejut melihat kedatangan Lastri sendirian. Bahkan Pak Darto sempat meras jengkel dengan anak laki-lakinya itu,hingga bisa-bisanya membiarkan kesibukan duniawi lebih ia pilih daripada menemani istrinya untuk pulang kampung sendirian. Tetapi Lastri menenangkannya. Ia menjelaskan dengan sangat lembut dan bijak hingga pak Darto luluh redam dengan kemarahannya sendiri. Mereka saling mengobrol dan bercerita-cerita. Pak Darto menceritakan tentang kehidupan nostalgia dia dulu bersama istrinya, ataupun tentang Jaka suaminya ketika masa kanak-kanak ataupun saat masih mondok. Layaknya orangtua dan anak yang lama tak bersua dan saling melepas rindu. Mereka asyik dalam kebersamaan saat itu. Lastri tak menyadari mungkin ini adalah isyarat sang Maha Kuasa .memberikan kebahagiaan ditengah kesedihannya. Hingga ia sungguh-sungguh lupa dengan kesedihannya sendiri dan larut dalam senda gurau yang sesekali diiringi tawa bersama Pak Darto, Bu Sumiati, dan Bu Dasmi. Senyuman tak berhenti dari wajahnya. Bahkan hingga ia pulang keesokan harinya. Puas sudah hatinya melepas rindu pada keluarga dan kampung halaman. Ajaibnya beban dan kesedihan yang menyesakkan dada sebelumnya seperti terasa hilang begitu saja. Hatinya merasa plong yang dipenuhi kepasrahan yang bercampur dengan keikhlasan hati menerima ujianNya. Begitulah TuhanNya menuliskan goresan takdirnya. Sedih dan senang senantiasa seolah tak terpisah dari setiap langkah kehidupannya. Tapi, bagi Lastri itulah romansa kehidupannya yang telah dituliskan khusus untukNya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!