Part 2

Zian menyerahkan selembar kertas untuk di tanda tangan.

"Cepat tanda tangan!Itu surat bahwa kami tidak bisa memberi waktu lagi.Sudah enam bulan kau telat membayarnya.Dengan terpaksa kami mengeluarkan kamu dari sekolah.Itu sudah menjadi peraturan dari sekolah ini." tegas Zian lalu menyerahkan pena untuk di tanda tangan.

"Apa tidak ada dispensasi lagi?" rayu Zia mencoba agar Zian memberinya kelonggaran waktu untuk melunasi tunggakan SPP nya.

"Tidak.Ini keputusan sudah bulat.Jika aku memberi kamu waktu lagi,nanti apa kata orang?Aku tidak tegas pada peraturan yang berlaku sejak dulu.Sekali lagi maaf." tegas Zian sambil menatap pintu agar Zia keluar dari ruangan-nya.

Zia tak tahu harus berucap apa.Sejak orang tuanya meninggal akibat kecelakaan itu hidup Zia sudah berubah.Zia hanya bisa pasrah pada jalan takdir yang ada.Zia sadar,Bibik dan Paman-nya juga susah,mana bisa menanggung biaya pendidikan-nya.

Zia tampak murung menuju ke kelas.Dia tak mampu berucap.Menjadi yatim piatu bukanlah kehendaknya justru itu suratan yang meski dia terima dengan lapang dada.

Sepulang sekolah Zia menemui bibiknya.Bibiknya sedang santai sambil menonton televisi.

"Assalam mu'alaykum." sapanya lalu membuka sepatu dan meletakkan di tempatnya.

"Wa'alaykum salam,nah ambil ini!"Rani melempar tas tepat di depan-nya membuat Zia kaget lalu menyentuh dadanya.

Zia mengambil tasnya dan memandang bibinya dengan rasa tak percaya." Bibi,mengusirku?Salah aku apa?" Zia bertekuk lutut sambil memegang kedua kaki bibinya memohon agar Rani tidak mengusirnya.

"Sekarang kau pergi dari sini.Aku sudah tak membutuhkanmu lagi.Asal kau tahu,aku sengaja tidak membayar iuran sekolahmu supaya kau di keluarkan dari sekolah.Dengan begitu,aku tak perlu repot-repot menghabiskan uang membiayai sekolahmu.Pamanmu juga sudah memutuskan jadi TKI dan sudah berangkat tadi pagi." cetus Rani lalu mengarah jari ke luar untuk mengusir Zia.

Zia menangis dan beranjak meninggalkan rumah bibinya.Zia bingung mau tinggal di mana.Hari ini benar-benar hari menyedihkan untuknya.Dua kejadian tak terduga terjadi padanya.Tumpahan air mata mengalir deras dari pelupuk mata bercoklat bening ini.

Zia berlari mencari tempat berteduh karna kala itu hujan begitu deras.Pakaian seragam sekolah masih melekat di tubuhnya.Dia hanya menggumam menahan air mata yang sedari tadi menetes tak berjeda.

'Zia tak kuat menjalani ini semua.Zia takut,takut ada orang jahat.' gumam batin Zia sambil memeluk tubuhnya yang kedinginan.

Zia terduduk menukuk lutut.Matanya tak mampu menatap ke depan karna takut.Kelap kelip kilat serta gemuruh menghiasi suasana yang mencekam itu.Zia mengangkat kepala saat hujan sudah berhenti menyisakan setetes demi setetes air jatuh membasahi bumi.

Zia melanjutkan perjalanan dan baru teringat pada liontin miliknya.Dia mencari-cari liontin peninggalan almarhumah Ibunya.Ada sedikit bahagia terukir dari bibir ranumnya.

"Alhamduillah.Terima kasih ya Allah." Zia bergegas bangkit dari duduknya menuju ke tokoh perhiasan yang tak jauh dari posisinya.

Sebenarnya berat untuk menjual liontin peninggalan almarhumah Ibunya.Tapi Zia tak punya pilihan.Pilihan mempertahankan atau melepas paksa sebuah hiasan kecil yang begitu bermakna melekat di jiwa.

Dengan langkah yang berat,Zia menyerahkan perhiasan itu dengan harapan untuk bisa menyambung hidupnya.Zia berjalan berkeliling mencari rumah sewa yang murah sesuai dengan uang yang ada.Namun tak dia dapati.Dia mampir ke warung kecil untuk membeli minuman menghilangan tenggorakan yang sudah kering.Tubuhnya mulai merasa hawa yang berbeda.Hawa yang panas dan menampakkan raut wajah yang mulai memucat.Zia terus saja berjalan.Pandangan mata sudah mulai nanar dan gelap.Zia terjatuh tepat di seorang pria yang sedang fokus melakukan pekerjaannya sebagai mekanik.Pria itu bernama Zaid.Zaid bekerja sebagai mekanik di salah satu bengkel yang berada di daerah tersebut.

Melihat Zia terjatuh dengan berlari Zaid menyambutnya.Zaid membawanya ke ruangan istirahat tempat ia bekerja.Saat memandang Zia,Zaid merasa kasihan padanya.Zaid meminta bantuan kepada teman wanita yang kebetulan adik sepupunya bernama Mira.

"Mir,kamu tolong jagain dia ya?Karna aku harus melanjutkan kerjaanku yang belum selesai." Zaid meninggalkan Zia.Sementara Mira mengoles minyak kayu putih di hidung dan kaki agar Zia cepat siuman.

Sepulut menit kemudian....

Zia tersadar membuka perlahan matanya.Dirinya memandang langit kamar sambil mencoba bangun untuk besandar.Zia menatap Mira yang tersenyum padanya.

"Alhamdulillah kalo kamu sudah siuman.Ini aku buatin teh hangat.Minumlah!Agar tubuhmu gak kedinginan.Setelah itu kau makan lalu minum obat.Ku lihat wajahmu begitu pucat.Tenang saja,aku gak bermaksud apa-apa.Aku hanya ingin membantumu saja." ucap Mira menyerahkan teh hangat kepada Zia.Zia tak mampu berkata apa-apa.Hanya terlihat manik matanya berkaca-kaca.Zia merasa Allah sangat menyayanginya meskipun cobaan yang dia hadapi saat ini berat.Namun Allah masih mempertemukan dirinya dengan orang yang baik.

Mendengar obrolan Mira dan Zia.Zaid bergegas menuju ke ruangan istirahatnya.Wajahnya yang kusam dan berminyak serta terlihat goresan oli di tangan dan pakaiannya.Dia tersenyum memandang Zia yang sudah siuman dan Mira terkekeh melihat wajah Zaid yang sudah seperti orang latihan perang.

"Mengapa kau tertawa?"tanya Zaid kepada Mira yang sedari tadi menahan tawa yang akhirnya suara itu pecah menambah kekesalan Zaid pada Mira.

"Coba kau bercermin?Apa tak malu bertemu gadis tapi wajahmu blepotan." Mira mengarah cermin mini ke wajah Zaid.Zaid merasa malu karna Zia sempat tersenyum melihat reaksi Zaid saat bercermin.Dengan segera Zaid keluar menuju toilet untuk membersihkan wajahnya dengan sabun pencuci muka.

'Ya Allah.Ada apa denganku?Jantungku berdegup saat memandang gadis itu?" pikir Zaid dalam hati

Cukup lama Zaid menetral perasaannya saat menemui gadis kecil yang tingginya kira-kira 158 cm.Tapi Zia terlihat manis karna terdapat lesung pipit pada kedua pipi mungilnya.

Merasa sudah baikan,Zia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mencari rumah sewa untuk tempat menginapnya sementara.

"Makasih kamu sudah mau berbaik hati membantu aku.Semoga Allah membalas kebaikanmu.Kalau gitu,aku pamit dulu." Zia mulai melangkah keluar namun dia kaget karna di depan pintu sudah ada Zaid yang berdiri,mau masuk tapi ragu.

"Sama-sama.Tapi,kamu belum sembuh.Emangnya kamu mau ke mana?" tanya Mira mendengus melihat ulah Zaid yang hampir Zia terjungkal jatuh.Untung saja ada Mira menangkapnya.

Zaid memutar tubuh dan memilih duduk di luar.Jantungnya berdegup seperti ingin meraton.Zaid masih terdiam tanpa berbicara pada Zia.

Mira mengandeng Zia keluar meninggalkan Zaid tanpa berkata apa-apa.

Terpopuler

Comments

N⃟ʲᵃᵃ࿐𝕴𝖘𝖒𝖎ⁱˢˢ༄༅⃟𝐐

N⃟ʲᵃᵃ࿐𝕴𝖘𝖒𝖎ⁱˢˢ༄༅⃟𝐐

ketemu calon imam😊

2022-01-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!