"Al, menurutmu mana yang lebih bagus? Hitam atau putih?"
Luna berusaha menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Sagi datang dengan senyum lebar, membawa dua jas pengantin di tangannya, seolah tidak ada apa-apa di antara mereka. Lelaki itu tampak bahagia, benar-benar seperti orang asing yang tak pernah mengenal Luna sebelumnya.
"Haruskah aku menjawabnya?" Luna menjawab dingin, nada sinis menyelinap di suaranya.
Sagi mengerutkan dahi, jelas tak memahami reaksi Luna. "Apa aku salah bertanya?" batinnya bingung. Ia hanya mencoba mengisi waktu selagi Syailea—calon istrinya—masih berada di ruang ganti.
"Tentu saja, Al. Kau kan calon adik iparku. Selera kita pasti tidak jauh berbeda, apalagi kau adik dari Syailea," ujar Sagi sambil tersenyum lembut, senyum yang dulu selalu membuat Luna merasa hangat. Tapi kini senyum itu terasa seperti duri, menusuk perlahan di hatinya.
Luna tertawa kecil, getir. Ya, tentu selera kami sama. Buktinya, dia merebutmu dariku! teriaknya dalam hati, meski bibirnya bungkam.
“Kenapa kau tertawa, adik ipar—”
“Berhenti memanggilku ‘adik ipar’, Emanuel Sagi Pratu! Cukup panggil namaku saja. Bisakah?!” potong Luna lirih, suaranya gemetar.
Sagi tertegun. Ia menangkap kesedihan di mata Luna, yang biasanya penuh percaya diri. Sebuah dorongan aneh muncul di dalam dirinya—ingin memeluk gadis itu, membisikkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi ia tahu, itu tak mungkin. Alluna hanya adik dari wanita yang ia cintai.
“Gi, apa yang terjadi? Kenapa kau tak ingat aku? Apa ini sandiwara karena aku memilih pergi waktu itu?” suara Luna bergetar, memecah keheningan.
Ia menyentuh lengan Sagi pelan, mencoba mencari kehangatan yang kini terasa asing.
Sagi, yang tadi sempat tersentuh, malah memutar bola mata dengan malas. “Berhenti menggangguku, Alluna Viviane! Aku ini calon iparmu. Bersikaplah sewajarnya. Jangan menciptakan drama yang tak masuk akal,” katanya dingin.
Alluna terpaku, hatinya hancur. Alluna Viviane? Seasing itukah kita sekarang, Gi?
“Dan satu lagi,” lanjut Sagi tanpa ampun. “Aku tidak pernah melupakanmu, karena kau tetap adik dari Syailea Iskand, wanita yang aku cintai. Jadi tolong, hentikan semua kebohongan ini.”
Luna menunduk, menangis terisak. Melihat itu, ada sesuatu yang mengoyak perasaan Sagi. Ia benci melihat gadis itu menangis. Tapi sebelum ia sempat berkata apa-apa, suara lembut memanggilnya.
“Sayang, bagaimana gaunnya? Apa terlihat cocok untukku?”
Syailea muncul, senyum manis menghiasi wajahnya. Tanpa ragu, ia menggandeng lengan Sagi. Pria itu langsung mengubah ekspresi wajahnya, menyingkirkan semua kebingungan yang sempat menyelimuti.
“Kau terlihat sangat mempesona, sayang,” bisik Sagi sambil mengecup lembut pundak Syailea, membuat wanita itu tersipu malu.
Luna hanya bisa menyaksikan semua itu dengan tangan terkepal. “Aku ingin ke toilet dulu. Pilihlah pakaian kalian sendiri,” katanya datar sebelum pergi meninggalkan mereka berdua.
---
Luna tidak benar-benar pergi ke toilet. Ia memilih menyendiri di sebuah kafe yang penuh kenangan bersama Sagi. Ia memesan Japchae dan secangkir cokelat panas—makanan favorit Sagi, yang hanya diketahui sedikit orang.
Setelah itu, ia menuju taman kota, tempat ia dan Sagi biasa memberi makan burung merpati di musim gugur. Kenangan itu begitu menyakitkan. Air mata Luna kembali mengalir deras, dan ia menepuk dadanya yang terasa sesak.
Di tepi danau hijau, Luna menatap pantulan dirinya di air. Mata sembap, hidung merah—terlihat begitu rapuh. Apa yang akan kau lakukan jika melihatku sekarang, Gi? pikirnya pedih.
Namun lamunannya terganggu ketika ponselnya berdering keras.
“Ya, halo? Dokter Han?”
📞 "Alluna! Kau di mana?! Banyak pasien yang menunggu! Cepat kembali ke rumah sakit!" pekik Dokter Han di seberang.
Luna meringis. Ia melangkah mundur, kehilangan keseimbangan, dan tubuhnya terhempas ke dalam danau.
📞 "Halo? Alluna?! Apa yang terjadi?! Hei, jangan menakutiku!" suara panik Dokter Han terdengar samar sebelum ponsel itu tenggelam bersama Luna.
“Alluna Viviane, kau bodoh,” gumam Luna sambil mencoba berenang, meski ia tahu dirinya tak pandai melakukannya.
Tepat ketika ia mulai menyerah, seseorang menceburkan diri ke dalam danau. Dengan sigap, lelaki itu berenang ke arahnya.
“Aku menemukanmu,” bisik pria itu ketika berhasil meraih tubuh Luna.
Luna menatap wajah pria itu dengan pandangan kabur. Tapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, pria itu mengecup bibirnya lembut.
Mata Luna membelalak. Sial, kenapa aku malah menikmatinya?!
•••
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK! ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ ❤MACAN❤
apa yg terjadi?? sagi hilang ingatan kah
2025-01-28
0
💋𝓜𝓲𝓼𝓼 𝓻𝓲𝓫𝓮𝓽𝓕𝓔𝓐💋
huwaa😱😱🙈
2021-03-11
1
💋🅲🅷🆈💋
yaampunnn😱😱🤭
2021-03-11
1