Alice jelas tidak mengerti apa yang diucapkan Marc. Ia juga tidak ingin memikirkan hal-hal aneh itu lebih dalam. Mengingat beberapa hari belakangan ini ia juga merasa menjadi aneh dengan diri sendiri. Bagaimana bisa ia sedekat ini dengan Marc? Kenapa pula ia sekarang sedang menuruti lelaki itu? Apa hubungan mereka sudah tidak seburuk yang dulu? Atau mungkin ini salah satu jebakannya?
Untuk beberapa saat tadi mereka saling diam. Alice terus menundukkan wajahnya, berjalan sejajar di samping Marc yang juga tidak berkata apa-apa. Ia menjadi bertanya-tanya di dalam hati apakah hanya ia yang merasa canggung di situasi seperti ini? Atau apakah aneh jika ia merasa canggung? Sesekali Alice melirik namun Marc tetap menatap lurus ke depan dan menjaga ekspresi normal.
Lupakan. Tidak usah terlalu memikirkan ucapan dan tingkah Marc. Dia pasti memang seperti itu sifatnya. Dia pasti seperti itu ke semua rekan kerja. Ya, pasti begitu. Tapi...
"Sebelum debut menjadi artis aku sering jalan disini sendirian, menonton beberapa live music dan berharap aku juga bisa tampil seperti itu di panggung yang penuh sorak para penonton. Aku inginnya tampil sebagai pianis terkenal dan dikenang orang hingga tua tapi kurasa sekarang aku harus membuang mimpiku jauh-jauh."
Alice merapatkan jaketnya. Ia menarik napas lalu menghembuskan hingga muncul uap putih dan dalam sekejap menghilang. Ini adalah kawasan Hongdae tempat berkumpulnya para anak muda di malam hari. Dulu ia juga sering kesini bersama teman-temannya, terkadang juga bersama ibunya tetapi tentu saja ibu lebih suka tempat yang jauh lebih tenang.
"Kenapa?"
"Jemariku tidak sanggup memainkan piano lagi. Rasanya menakutkan. Bayangan tuts piano yang bersimbah darah dengan kepala terpenggal diatasnya membuatku..." Marc melirik Alice yang tiba-tiba langsung terkesiap.
"Maaf, kau takut ya? Tapi memang seperti itu kejadiannya."
Kepala terpenggal? Alice terus mengulang-ulang kalimat itu di dalam hati membuatnya bergidik hingga bulu kuduknya berdiri. Itu mengenaskan sekali. Apa benar di acara sebesar itu mereka tidak mengecek kabel lampunya dengan benar? Apa itu memang hanya kelalaian?
"Aku mengerti. Ternyata sang legendaris punya trauma juga ya. Apa kau tidak takut kalau aku membocorkan ini pada orang lain?" Alice menaikkan sebelah alisnya berpura-pura menantang Marc.
"Yang benar saja," sahut pria itu tertawa kecil tidak percaya dengan ucapan Alice. "Aku yakin kau bukan gadis seperti itu."
"Aku juga bisa jadi jahat, tau."
"Kurasa tidak," Marc memutar badannya menghadap Alice. "Tapi kau terkadang cukup galak."
"Hei!"
Marc tentu berhasil menghindar dari pukulan gadis itu. Ia sedikit berlari, bermain kejar-kejaran bersama Marc hingga lupa kalau mereka sedang berada di tempat umum.
"Kau tau tidak, kau benar-benar menyebalkan."
"Habiskan saja es krim-mu dulu, sebelum mengomel. Sudah mulai mencair. Ah, tunggu sebentar."
Marc sibuk merogoh saku celananya tetapi tidak menemukan apapun. Wajahnya terlihat bingung dan tampak berpikir.
"Ada apa?"
"Apa kau lihat ponselku? Apa aku tidak membawanya ya?"
"Kau tidak memegang ponsel sejak tadi."
"Ah, benar juga. Bagaimana ini? Aku ingin kita berfoto dan menunjukkannya pada manager kalau kita berhubungan baik."
"Astaga kau ini," meskipun sedikit menggerutu tetapi Alice tetap mengeluarkan ponselnya untuk berfoto bersama.
"Wah hasilnya bagus! Kau mau lihat tidak?" Alice memutar sedikit lehernya ke belakang untuk melihat Marc tetapi ternyata pria itu sudah sedikit mencondongkan tubuhnya sedari tadi menghadap tubuh Alice yang membuat jarak diantara mereka semakin dekat.
Alice jelas terkejut. Ia buru-buru memalingkan wajahnya ke arah lain berharap semoga Marc tidak menyadari tubuhnya yang tiba-tiba terasa kaku.
"Ya ampun kau ini masih kekanakan ya. Sudah kubilang es krimnya mencair."
Marc berdiri tepat di depannya, mengulurkan tangan dan mengusap pelan bagian dagu gadis itu yang terkena es krim.
Ia yakin saat ini wajahnya jelek sekali dan terlihat bodoh. Bisa-bisanya ia hanya mendongak, menatap kosong wajah Marc dan tubuhnya membeku seolah baru saja disengat listrik ribuan volt. "Ah astaga kau pasti sejak tadi menertawakanku dalam hati kan!"
"Tidak. Hey, aku kan tidak bilang begitu."
"Pasti begitu! Kau barusan mengejekku kekanakan. Bedebah ini!"
"Hey! Berhenti memukuliku! Aku kan tidak mengejekmu"
"Jadi maksudmu kekanakan apa? Katakan dengan jelas! Mau kemana kau?!"
Ini bukanlah kencan. Mereka berlari-lari di antara ramainya orang yang berlalu-lalang, diantara para band musik yang sedang bernyanyi, diantara para remaja yang sedang menikmati makanan dan para gadis seusia kami yang sibuk berbelanja.
Tidak peduli apakah mereka adalah artis terkenal, sang legendaris atau apapun sebutannya. Mereka tetap bercanda tawa sepanjang malam itu sambil menyusuri Hongdae hingga tengah malam dan Marc mengantarnya sampai apartemen.
"Kau masuklah duluan. Aku akan pergi setelah kau masuk."
Ia mendongak menatap apartemen Alice yang sepi. Kedua tangannya di masukkan dalam saku jaket sebelum pandangannya terpusat kembali pada gadis itu. "Oh ya, terimakasih telah menerima ajakanku. Benar-benar menyenangkan. Kau tunggu saja ajakanku selanjutnya."
Gadis itu meringis. "Siapa juga yang mau menunggu ajakanmu. Percaya diri sekali."
Marc tertawa sebelum kemudian melambai pada Alice yang mulai berjalan masuk ke dalam lift hingga pintu tertutup.
Baiklah, semua berjalan lancar. Ia bisa tidur nyenyak malam ini, begitu pikirnya. Tetapi sayangnya esok pagi mereka akan menerima berita tidak menyenangkan terkait skandal mereka berkencan dan berpacaran diam-diam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Sasa (fb. Sasa Sungkar)
aq bawa 5 like di 5 bab
2020-07-26
0
Sugianti Bisri
ueuwwww
2020-07-23
0
Rose Yura🌹
semangattttt
2020-07-21
0