Seminggu setelah kepergian Almira, nampak ibunya terlihat murung mengkhawatirkan salah satu putrinya itu. Ternyata Almira tidak hanya meninggalkan rumahnya tapi ia juga meminta cuti kuliah untuk sementara waktu. Sehingga tak ada satupun pihak keluarganya maupun teman-teman kampusnya yang tahu di mana Almira sekarang.
Ibunya menyesal karena tidak bisa menahan Almira untuk tidak pergi. Namun berbeda dengan suaminya. Pak Jamil nampak tak terlalu peduli, lagipula apa yang bisa di harapkan dari salah satu putrinya itu? hanya membuat kekacauan sepanjang saat.
"Ini semua salah mu! " tukas bu Rani pada suaminya disela tangisannya.
"Aku kehilangan salah satu putriku karena ulahmu"
Pak Jamil yang sedari tadi sedang sibuk memasang jam tangannya tiba-tiba menghentikan aktivitasnya.
"Untuk apa mengkhawatirkan anak itu, dia sudah besar. jika dia tidak ingin tinggal disini biarkan saja!" kelekar pak Jamil, sorot matanya begitu tajam membuat bu Rani tertunduk lesu.
Selama ini memang pak Jamil terkenal dengan sifat dingin dan tegas. Tidak ada yang boleh membantah semua perkataannya di rumah ini.
"Tidak bisakah kau memikirkan sedikit kebahagiannya? dia juga putri kita," bu Rani semakin terisak, ia tak kuasa menahan kepedihannya. Bagaimanapun Almira adalah putrinya, kebanggaannya.
Bukannya pak Jamil merasa tersentuh mendengar pekikan istrinya, ia malah tetap sibuk dengan dirinya yang akan bersiap pergi ke kantor dan tak mengindahkan bu Rani yang semakin terisak.
"Aku akan pergi ke kantor lebih awal. berhentilah menangis! " pak Jamil keluar dari kamarnya.
Di tempat lain, Almira sudah bersiap untuk mencari beberapa pekerjaan baru. Ia tak bisa hanya mengandalkan mengajar bimbel privat dari rumah ke rumah atau menjadi karyawan part time. Almira butuh uang tambahan untuk bisa bertahan hidup. Jika ia tak melakukannya dengan segera, uang tabungannya akan menipis hari demi hari.
Almira berjalan menyusuri jalanan perkotaan, berharap ia mendapatkan lowongan pekerjaan. Ia juga rajin melamar pekerjaan melalui platform digital seperti Jobstreet, Job.Id, Linkedin dan lain sebagainya. Namun usahanya itu belum menemukan hasil, sehingga ia harus mencari lowongan secara offline.
Setelah Almira berjalan cukup jauh, Almira mengusap peluhnya yang mengucur menggunakan punggung tangannya. Ia berhenti sejenak di sebuah tepian jalan, ia akan melemaskan otot-ototnya sejenak sebelum akhirnya akan kembali berjalan jauh.
"Aku sudah berjalan cukup jauh, tapi masih belum ada lowongan pekerjaan yang aku temukan," keluh Almira isela nafasnya yang ngos-ngosan.
Almira membuka tumbler yang sengaja ia bawa untuk perbekalannya selama perjalanan ini. Meneguk langsung dari mulut tumblernya sembari berdiri, tenggorokannya terasa kering saat ini.
Disaat Almira sedang asyik minum tiba-tiba ada laki-laki berlari dengan tergesa-gesa di depan matanya, nampak kencang sekali larinya.
Almira hendak menutup tumblernya setelah selesai membasahi kerongkongannya yang mengering, namun kejadian yang tak terduga menghampirinya.
Brukkkkk
Seseorang berkemeja hitam menubruk Almira dari arah kiri membuatnya langsung terjatuh seketika. Tumblernya yang tak sempat tertutup pun juga ikut terjatuh, airnya tumpah kemana-mana.
"Sorry... saya tidak sengaja!"
Almira hampir marah di buatnya, ia mendongak kesal pada seseorang yang menubruknya secara tiba-tiba membuat semuanya jadi kacau, bajunya kotor dan basah karena cipratan air dari tumbler.
"Kalau jalan tuh pakai mata dong," Almira memekik kesal sembari membersihkan busananya yang kotor karena tadi terjatuh.
"Sekali lagi sorry... saya benar-benar tidak sengaja tadi saya sedang mengejar orang yang mencuri dompet saya," kata orang tersebut membuat Almira tidak jadi marah lagi.
"Jadi tadi itu copet? " tanya Almira.
Orang itu mengangguk. Ia nampak pasrah karena tidak berhasil mengejar copet tersebut. Dompetnya raib begitu saja membuatnya tertunduk lesu.
"Sorry, saya gak tahu kalau itu copet. kalau saya tahu, udah saya tahan tadi, lalu saya patahin kakinya!" kata Almira sembari mempraktikkan jurus bela dirinya.
"Kevin," pria yang tadi kecopetan itu mengulurkan tangannya ke depan Almira.
"Almira, panggil saja Al" ucap Almira setelah berhasil menjabat tangan pemuda di hadapannya itu.
"Ngomong-ngomong kamu sedang apa di sini? " Kevin membuka pembicaraan.
"Saya sedang mencari pekerjaan baru, soalnya saya butuh uang tambahan untuk bisa melanjutkan kuliah saya," ucap Almira sembari melenguhkan nafasnya.
"Memang kamu semester berapa sekarang?"
"Sebenarnya saya harusnya sudah lulus tapi berhubung saya sibuk mencari uang jadi saya telat satu tahun. Sekarang aku harus menunda lagi satu tahun karena uang saya hampir menipis," Almira mengatakan apa adanya pada Kevin yang baru saja ia temui, Almira merasa tidak masalah menceritakan keadaannya toh jika di lihat-lihat Kevin bukan pemuda yang jahat.
"Memang dimana keluargamu sampai kamu harus berjuang mencari uang sendiri?"
Pertanyaan Kevin membuat Almira sedikit menohok. Almira tidak menjawab pertanyaan Kevin, ia malah sekarang berkaca-kaca. Almira teringat keluarganya terutama ibunya. Tamapi ia tidak ingin kembali karena ayahnya selalu mencibirnya.
Melihat perubahan wajah Almira seketika membuat Kevin jadi merasa tidak enak.
"Maaf jika pertanyaanku salah," Kevin menyesal telah bertanya tentang keberadaan keluarga Almira.
"Tidak masalah, aku hanya merindukan ibuku," ucap Almira sembari menyeka butiran kristal air matanya yang entah sejak kapan lolos dari pelupuk matanya.
"Maaf sebelumnya apa ibumu masih ada?"
"Masih" Jawab Al singkat.
"Lalu kenapa tidak meneleponnya?"
"Aku tidak bisa"
Kevin tidak bertanya lebih lanjut karena takut menyinggung perasaan Almira, bagaimanapun mereka baru kenal. Kevin tidak bisa bertanya terlalu jauh, itu urusan keluarga Almira yang pasti Kevin tidak boleh ikut campur.
Almira melengkungkan senyumnya, ia hendak beranjak pergi. Tapi Kevin menahannya. Kevin meraih tangan kanan Almira.
"Mamaku adalah seorang designer. Beliau mempunyai sebuah butik dan kebetulan sedang mencari seorang karyawan, jika kamu tertarik pergilah ke alamat ini"
Kevin menuliskan alamat di telapak tangan Almira. Almira tersenyum mendapat tawaran itu.
Setelah menuliskan Alamat pada telapak tangan Almira, Kevin langsung beranjak pergi meninggalkan Almira yang masih tidak percaya jika ia bertemu orang baik seperti Kevin.
"Terimakasih," pekik Almira setelah Kevin menjauh dari hadapannya.
Tidak di sangka, hari ini usahanya tidak sia-sia berjalan jauh dari kontrakannya. Paling tidak ia mendapat info lowongan pekerjaan. Dan kebetulan sekali cocok untuknya, ia punya pengalaman kerja di butik juga.
Almira menatap telapak tangannya yang sudah di penuhi coretan alamat butik. Sejenak ia menyimpulkan senyumnya. Ia tahu mengapa Kevin menuliskan alamat itu pada telapak tangannya, pasti karena dompetnya hilang jadi ia tidak memiliki kartu nama ibunya. Dan Kevin juga tak akan berani meminta kertas pada Almira, disaat raut muka Al menyiratkan kesedihan yang mendalam.
"Terima kasih Tuhan atas kebaikan Mu," ucap Al bersyukur.
bersambung.
****
Please bantu Vote, Like, Rate and comment. One Vote, like, rate and comment means a lot for me.
Thanks.
Ms. Oh~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Rabaniyasa
jejak like n comment ya..
2020-05-31
0
Li Na
like
2020-05-29
0
yuli novelis🕊🕊
Semangat Thor💪
2020-05-25
0