Di kediaman Rubbiantoro Jamil makan malam tak seperti hari-hari biasanya, sudah hampir sepekan makan malam selalu berlangsung dengan sunyi. Tidak ada yang membuka suara sedikitpun hanya suara dentingan sendok dan piring yang saling berbenturan.
Namira yang menyaksikan semua ini merasa sangat amat sedih. Apalagi melihat ibunya yang selama sepekan ini selalu terlihat murung membuat hati Namira terasa tersayat. Namira tahu jika ibunya merindukan Almira tapi Namira bisa apa? Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membujuk ayahnya agar membawa Almira pulang kembali ke kediaman Rubbiantoro Jamil.
Namira takut ayahnya akan ikut marah juga pada dirinya sehingga Namira hanya diam saja selama ini, tidak berani membuka suara atau berkomentar. Lebih baik ia membungkam mulutnya saja.
Namira termenung dan hanya mengaduk-aduk makanan saja tanpa melahapnya. Pak Jamil yang sadar akan hal itu lalu membuka suara.
"Ada apa Nami? Kenapa makanannya tidak kamu makan? Apa kamu tidak suka makanannya?"
"Enggak yah, Nami hanya sedang kepikiran kerjaan Nami yang belum Nami selesaikan tadi siang," elak Namira
Namira mengelak bahkan berbohong pada Pak Jamil kalau ia termenung karena ingat pekerjaannya. Namun sebenarnya yang membuat ia tak berselera makan adalah karena ketidak tahanannya menyaksikan kepedihan yang tersirat di mata ibunya. Namira merasa telah menjadi anak tidak berguna saat ini.
"Hahaha, kamu memang anak ayah yang luar biasa. Kamu bahkan tidak bisa berhenti memikirkan pekerjaanmu yang belum selesai. Kamu memang sangat bertanggung jawab. ayah bangga padamu nak," puji pak Jamil.
Pak Jamil berceloteh panjang lebar, ia sangat bangga pada putrinya yang bernama Namira itu, ia bahkan tak henti-hentinya memberikan pujian pada Namira. Namira mengulum senyum bohong.
Bu Rani yang mendengar pujian untuk Namira hanya bisa tersenyum getir. Bu Rani bangkit dari duduknya menyudahi makan malam yang tak sempat ia habisnya. Selera makannya sudah hilang.
"Bahkan di saat seperti ini, kau terlalu sibuk memuji salah satu anakmu tapi melupakan salah satu anakmu yang lain"
Bu Rani membatin, ia tidak terima dengan pujian yang di lontarkan suaminya yang berlebihan itu. Memang tidak salah memuji anaknya, tapi bukan berarti dia hanya memikirkan Namira tapi melupakan keberadaan Almira. Itu tidak adil.
Bu Rani menitikkan air matanya sembari berlalu menaiki anak tangga. Hatinya sakit mendengar celoteh pak Jamil barusan. Ia tidak menyangka suaminya tidak memikirkan sama sekali kepergian Almira. Dimana Almira sekarang? Bagaimana keadaan Almira sekarang? Apa Almira sudah makan? Apa Al bisa tidur dengan nyenyak setiap malam?. Semua pertanyaan-pertanyaan itu sepertinya tidak pernah tersirat di otak Pak Jamil.
Pak Jamil terlalu sibuk memuji Namira hingga tak mempedulikan bu Rani yang bangkit dari duduknya meninggalkan Pak Jamil dan Namira di meja makan.
Namira yang sadar merasa sangat terpukul melihat kedua orang tuanya seperti sedang perang dingin.
Bu Rani tidak pergi ke kamarnya melainkan ke Kamar Almira. Bu Rani menatap foto-foto besar yang terpajang di dinding. Mengusapnya pelan foto itu. Kemudian bu Rani pergi ke tempat tidur Almira, dielusnya tempat tidur yang sudah tak berpenghuni itu. Air matanya mengembun di pelupuk matanya. Lalu bu Rani melihat salah satu foto Almira di bingkai yang berdiri di atas nakas samping tempat tidurnya.
Foto itu menampakkan foto Almira dan dirinya sedang tersenyum. Foto tersebut di ambil saat Almira berusia 10 tahun, saat itu Almira merengek minta di ajak ke Wahana Permainan di saat weekday sementara Namira saudara kembarnya bersikukuh untuk pergi ke sekolah. Dan akhirnya dikabulkan lah permintaan Almira tapi Namira tidak ikut.
Bu Rani melirik lagi foto selanjutnya. Foto tersebut menampilkan Almira yang sedang tersenyum mengembang. Tapi berbanding terbalik dengan keadaan bu Rani saat ini, melihat foto tersebut membuat bu Rani tak kuasa menahan air matanya.
Bu Rani memeluk bingkai foto Almira, ia sangat merindukan Almira, putri kesayangannya.
"Pulanglah, nak! ibu merindukan kamu"
Suara bu Rani terdengar lirih saat melihat foto Almira yang sedang tersenyum. Ia tidak kuasa menahan kepedihan. Bisa dibayangkan betapa pedihnya hati bu Rani saat terpisah dengan salah satu putrinya.
Bu Rani terisak sembari mengelus-elus bingkai foto Almira. Hatinya perih bagai tersayat ribuat silet. Dadanya sesak, pikirannya kalut. Ia tak kuasa membendung air matanya agar tidak lolos dari pelupuk matanya lagi dan lagi.
"Pulanglah sayang, ibu rindu. Apakah Al tidak merindukan Ibu? Kenapa Al harus pergi? Kenapa Al tidak bisa tinggal lebih lama dengan ibu? Apa Al tidak peduli sama ibu?"
Bu Rani melontarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut pada foto Almira dengan lirih. Air mata bu Rani tak hentinya jatuh membasahi kaca bingkai foto Almira tersebut. Entah sudah sebanyak apa air mata bu Rani yang jatuh tepat pada foto Almira. Ia tidak dapat menahan kerinduannya itu.
Di balik pintu, Namira melihat ibunya tengah menangis sesegukkan sembari menatap bingkai foto Almira. Namira jadi merasakan sakit seperti apa yang di rasakan ibunya setelah kehilangan salah satu putrinya saat ini. Hati Namira ikut terenyuh kala melihat keadaan ibunya jadi seperti itu. Tapi Namira lebih sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk ibunya. Ia merasa gagal menjadi seorang anak.
"Cukup ini sudah cukup! Aku tidak tega melihat ibu seperti itu"
Namira pergi ke kamarnya tapi bukan untuk tidur melainkan untuk mengambil sweater dan kunci mobilnya.
Namira langsung bergegas melajukan mobilnya setelah sampai di garasi, setidaknya ia akan berusaha mencari Almira malam ini tanpa sepengetahuan ayahnya. Namira akan memastikan jika adiknya itu baik-baik saja agar ibunya tak lagi sedih dan menderita seperti itu. Ya, itu satu-satunya yang bisa Namira perbuat saat ini.
Sementara di kediaman Rubbiantoro Jamil menikmati makan malam dengan santapan yang enak berbanding terbalik dengan Almira. Malam ini ia hanya memakan sebungkus nasi rames seharga 12 ribu rupiah tanpa lauk pauk tambahan. Ia harus membiasakan makanan seperti itu untuk menghemat pengeluarannya.
Lagi pula ia belum genap satu bulan menjadi karyawan di butik bu Vania jadi belum mendapat upah. Oleh karena itu bulan ini ia hanya akan mengandalkan sedikit tabungannya sisa bayar kontrakan dan kebutuhan lainnya.
"Tidak apa-apa yang penting aku bisa makan"
Almira menegarkan hatinya saat melihat makanan yang sederhana untuk malam ini. Ia harus kuat dan tak boleh lembek. lagipula hengkang dari rumah orang tuanya adalah keputusannya.
Almira melahap makanan tersebut sembari menitikkan air matanya, ia tidak menyangka hidupnya akan berakhir seperti ini. Tapi lagi-lagi ia menguatkan hatinya. Ini adalah keputusan nya, ini adalah keinginannya jadi ia harus kuat bagaimana pun keadaannya sekarang.
Mungkin kali ini Almira belum terbiasa hidup seperti ini dengan serba sederhana. Makanan sederhana, kamar yang sederhana, tempat di tidur yang sederhana bahkan ia harus membiasakan tidur tanpa AC dan hanya mengandalkan kipas angin tua peninggalan dari penghuni kontrakan sebelumnya.
Tapi Almira masih bersyukur karena ia merasa lebih tenang sekarang meski tak memiliki fasilitas mewah seperti sebelumnya. Menurut Almira meski di rumahnya ia mendapatkan fasilitas lengkap seperti kamar mewah, TV mewah, AC dan menu makanan yang selalu tersaji dengan enak tapi semua itu tidak membuat hatinya lebih tenang dan damai. Yah, semua itu karena perilaku ayahnya yang buruk.
Setelah menyantap makanan yang sederhana Almira kemudian merebahkan tubuhnya pada kasur yang sudah lepek, di selonjorkan lah kakinya yang terasa pegal seharian bekerja.
Matanya menatap langit-langit kamar kontrakannya itu, pikirannya melayang memikirkan masa kecilnya. Ia pun terhanyut dalam lamunan.
Bersambung
*Hai everyone please vote, like, comment ,rate this novel. One Vote+Like+Comment+Rate means a lot for me.
If you want to know me futher, you can join in my chat room or you can follow me on Instagram @aomaz95 ^_^
Thanks you...
Ms. Oh ~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Li Na
udah vote n love😍
2020-05-29
0
Purnama
Semangat kakak💪💪
2020-05-25
0
njwa
semangat nulis thor....
2020-04-30
1