Between Hate And Love
Namira Cahya Sari Jamil, seorang wanita berusia 23 Tahun yang kini baru saja lulus di salah satu Universitas ternama di kota ini dengan predikat cumlaude. Tak tanggung-tanggung ia meraih IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) tertinggi di antara wisudawan yang kini tengah di wisuda. IPK yang ia raih sangat lah fantastis, 4.00 atau sempurna.
Menyandang gelar predikat wisudawati terbaik pada angkatan 2017 bukanlah prestasi yang pertama bagi gadis yang biasa di panggil Nami itu, ia juga pernah menjadi salah satu delegasi Mahasiswa Model United di Singapura. Selain itu ia juga merupakan salah satu Duta Baca Nusantara pada tahun 2016. Bukan hanya itu mungkin prestasi yang Nami raih selama hidupnya, masih banyak deretan prestasi yang pernah ia raih sepanjang hidupnya.
Waktu kecil ia juga pernah memenangkan beberapa lomba seperti lomba membaca, tulis, dan hitung saat TK, Menjuarai Olimpiade Matematika saat SD, dan saat beranjak SMP hingga SMA ia juga aktif di club MIPA dan English Debate.
Namira juga memiliki bakat lain seperti melukis. Ia pernah beberapa kali di percaya untuk mewakili sekolahnya di Lomba Melukis meski hanya tingkat daerah ketika ia masih SD. Dan lagi-lagi Namira benar-benar beruntung karena selalu mendapat posisi teratas.
Segundang prestasi tersebut membuat namanya selalu di elu-elukan oleh semua orang. Tak dapat di pungkiri kedua orang tuanya sangat bangga pada salah satu putrinya itu.
Berbanding terbalik dengan saudari kembarnya, Almira Bintang Sari Jamil. Panggilan kecilnya adalah Al, cukup sederhana, sesederhana penampilannya. Gadis yang sederhana, lugu dan sedikit urakan sejak kecil itu kini tumbuh apa adanya. ia awalnya tidak peduli jika banyak orang yang selalu menyibirnya termasuk ayahnya. Tapi semakin lama semakin terasa sakitnya.
Jika berbicara soal prestasi Almira itu bukan tipe orang yang terlalu suka mengejar prestasi, tapi bukan ia tak punya bakat sama sekali, ia memiliki salah satu bakat yang sama seperti Namira, yaitu melukis. Hanya saja kesempatan mengembangkan bakatnya itu tak pernah ia tunjukan baik untuk orang lain maupun orang tuanya. Ia hanya ingin hidup sesuai jalannya. Bukan karena ia bodoh, tapi Almira memang tidak suka memamerkan prestasi akademik apalagi non akademik seperti kakaknya. Dia juga tidak gila pujian, baginya selama hidupnya baik-baik saja tanpa merugikan orang lain itu sudah cukup.
Perbedaan antara Nami dan Al memang cukup ketara, bagai langit dan bumi. Atau bagai Matahari dan Bulan. mereka tidak bisa berjalan beriringan karena mereka berdua berada diarah yang berbeda.
Passion mereka berdua juga beda, mungkin hanya wajah dan bakat melukis mereka saja yang sama. Soal yang lain mereka tidak bisa dikatakan mirip.
Namira yang hidupnya penuh kedisiplinan, tepat waktu dan terstruktur. Sedangkan Almira menyukai hidup yang seperti air mengalir. Baginya hidup seperti air mengalir lebih menyenangkan karena tak perlu memikirkan takut gagal, takut gagal dan takut gagal.
Karena Almira percaya semua orang memiliki peluang yang sama untuk berhasil meski ia tak sepintar Namira.
"Cobalah lihat putriku ini sungguh hebat dan luar biasa bukan?" puji laki-laki paruh baya bernama, Rubbiontoro Jamil yang tak lain adalah Ayah Nami dan Al.
"Betul sekali ayah, ibu setuju sama ayah," timpal wanita yang 2 tahun lebih muda dari pak Jamil itu. Mutiarani Dewi Jamil yang tak lain adalah istrinya.
"Selamat atas kelulusan kamu, Nami" Al memberi ucapan selamat pada Nami atas kelulusannya itu.
"Terima kasih ya, Al" Nami mengembangkan senyumnya lantas memeluk Almira dengan erat. Almira membalasnya meski sebenarnya ia enggan.
"Aku doakan kamu bisa segera menyusul seperti aku, jangan terlalu nyaman berlama-lama disini," tambahnya. Almira hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Almira tersenyum getir mendengar ucapan Namira yang seperti menyindirnya karena Almira tak berhasil lulus pada tahun yang sama dengan kakaknya.
"Biarlah anak ini menikmati kampusnya lebih lama, toh dia lulus pun mau jadi apa jika tak ada prestasi!" pak Jamil mencibir, membuat Almira hanya diam tak berkata.
Ia tahu ayahnya itu memang sering sekali membandingkannya dengan Namira. sakit hati? tentu saja, Almira bukan manusia yang kosong tanpa hati, ia hanya manusia biasa yang pastinya mengalami rasa sakit hati juga ketika orang lain menghina dan mencibirnya. Terlebih yang kini melakukannya adalah ayahnya. Dan lebih parahnya ayahnya melakukannya terlalu sering.
"Aku memang tidak punya prestasi seperti Nami, tapi aku akan lebih sukses dari Nami" batin Almira. Ia bertekad pada dirinya sendiri.
Tapi lain hal yang di lontarkan mulutnya untuk membungkam pernyataan ayahnya yang terasa seperti silet yang tajam.
"Aku akan berusaha jadi lebih baik, yah. Ayah tidak perlu khawatir. Aku tidak akan mempermalukan ayah,"
ujar Al sembari menahan sesak yang mengungkung di dadanya. Emosinya hampir memuncak tapi ia tahan, bagaimanapun lawan bicaranya adalah orang yang harus ia hormati.
"Bahkan kamu terlalu sering berkata seperti itu, tapi tidak pernah dibuktikan oleh aksi," pak Jamil kali ini mulai menyolot, terlihat betapa kecewanya dia saat salah satu putrinya tak sesuai harapannya.
"Ayah, berikan Al kebebasan ibu yakin Al juga bisa seperti Nami kelak," bu Rani melengkungkan senyumnya sembari mengelus bahu Almira yang berdiri tak jauh darinya. Bu Rani tahu Almira pasti sangat amat terpukul mendengar ucapan pak Jamil barusan.
"Entahlah harus menunggu berapa puluh tahun lagi agar Al bisa seperti Nami, rasanya mustahil!" ujar pak Jamil lantas bergegas memasuki mobil meninggalkan Almira yang tak bergeming.
Perlakuan Pak Jamil terhadap kedua putrinya itu memang sedikit berbeda. Entah karena Pak Jamil terlanjur kecewa dengan Almira karena tidak bisa mengikuti jejak kakaknya, atau karena Almira adalah anak yang keras kepala dan tidak bisa di atur.
"Sabar!" kata bu Rani sembari mengusap air mata Almira yang entah sejak kapan lolos dari pelupuknya.
"Ayah hanya emosi, ga perlu di ambil hati," Nami menimpali, lantas pergi membuntuti pak Jamil.
"Kenapa sih bu, ayah ga sayang padaku? kenapa ayah selalu bedain aku sama Nami?" Almira tak bisa membendung rasa sakitnya, air matanya semakin deras.
"Tidak, kamu salah nak. Ayah sayang sama Al, benar kata Nami, ayah cuma lagi emosi aja kok," bu Rani mencoba menjelaskan pada putrinya itu agar tak salah paham pada ayahnya.
Gara-gara perlakuan buruk Ayahnya itu membuat Almira menjadi sebal kepada Namira. Ia bertekad akan mencari cara lain untuk bisa membanggakan ayahnya bahkan lebih hebat dari Namira. Ia akan berusaha semaksimal mungkin dengan kerja kerasnya sendiri. Ia bukan bayangan Namira yang harus selalu dibelakang mengikuti kemana Namira berjalan. Ia adalah Almira, seorang pribadi yang lain, dan ia punya cara sendiri untuk bisa meraih kesuksesannya sendiri.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Nate Lawliet
Hai kak, aku dah mampir nih bawa boom like dan vote. Ditunggu feedback nya ke ceritaku yang judulnya "If You Hate Me So ya ^^ terus semangat berkarya💖💖
2020-10-09
0
Delaa___
Semangat berkarya thor.
uda aku like dan rate 5.
jangan lupa mampir keceritaku
"love story"
2020-08-04
0
Asri Devi
Nyicil mampir di prolog dulu ya thor ...
udah aku like n kasi bintang 5.
silahkan mampir di ceritaku ya ... yuk saling mendukung ♥️
2020-08-04
0