Berdebat Dengan Besan

Kabar kehamilan Rahma sudah terdengar sampai di telinga Nely dan juga Ilyas. Pada suatu siang, kedua orang tua itu langsung datang untuk menjenguk putrinya yang dikabarkan sedang mengalami mabuk parah, sampai-sampai tidak bisa beraktivitas seperti biasa lagi.

“Sampai segitunya, Nak?” tanya Nely mendapati anaknya yang sedang terbaring lemah di ranjang. Hanya ada mereka berdua di kamar itu lantaran Ilyas sedang membuat acara sendiri bersama Abah Haikal di perpustakaan besar lantai tiga rumah ini.

Rahma mengangguk dengan bibir yang pucat.

“Yudha mana?” tanya Nely lagi.

“Kerja, Bu. Ini kan hari biasa.”

“Mestinya dia itu menemanimu di sini. Kamu itu lagi mengandung anaknya. Orang yang hamil itu biasanya inginnya di manja sama suami. Bukan malah meninggalkanmu terus-terusan. Belum lagi waktumu yang harus dibagi dua,” katanya serupa orang yang sedang menggerutu. “Hari ini jatahnya di mana?” tanyanya kemudian.

“Di sini ... nanti sore juga pulang.”

“Seharusnya Vita itu mengalah sedikit. Selama kamu mabuk, biarkan saja Yudha lebih banyak di sini demi kamu. Toh nanti kalau dia hamil juga pasti gantian kan?” sela Nely. “Biar nanti Ibu bicarakan sama mertuamu.”

Rahma menggeleng, dia merasa keberatan dengan keputusan ibunya yang bisa semakin membuat rumah tangganya semakin bertambah runyam. “Jangan begitu, Bu. Vita itu sudah banyak mengalah. Tolong jangan bicara macam-macam sama Umi Ros. Rahma takut Umi Ros semakin beda sama Rahma.”

Namun mendengar kabar ini membuat Nely menjadi sedikit berang. “Beda bagaimana?” tanyanya sangat ingin tahu.

“Biar ini jadi urusan Rahma saja, Bu. Ini rumah tangga Rahma.”

“Kalau mereka macam-macam sama kamu, mending kamu pulang saja. Lagi pula rumah kita sudah hampir selesai.” Nely berdiri dan mengambil tasnya. “Kamu sudah makan belum?”

“Belum. Rahma tidak enak makan.”

“Ini sudah siang, loh, Nak? Mau makan jam berapa? Bayimu perlu nutrisi,” kata Nely tak habis pikir. “Minta makanan yang kamu sukai. Jangan diam saja. Kalau kamu tidak mau makan begini, kalian bisa kelaparan.”

“Rahma mual mencium semua bau makanan,” jawab Rahma kian lirih. “Ibu mau ke mana?” tanyanya ketika melihat Ibunya berjalan keluar.

“Kamu di sini saja, Ibu mau cari makanan untukmu,” jawab Nely lantas menutup pintu. Bertepatan dengan itu, dia berpapasan dengan Umi Ros dan entah sejak kapan berada di sana.

“Eh, Jeng?” ucap Nely agak terkejut, namun segera dapat menormalkan raut wajahnya kembali. “Bisa kita bicara, Jeng?”

“Ada apa, Bu Nely?”  jawab Umi Ros tersenyum.

“Ini tentang anak-anak kita.”

“Ya silakan, Bu.”

Keduanya menuju ke tempat duduk yang berada di lantai satu. Sengaja duduk di sana karena di sanalah tempat yang menurutnya paling nyaman.

Dalam posisi yang berhadapan, Ibu Nely langsung mengawali pembicaraan. “Begini, Jeng. Anak saya kan sedang hamil. Kalau bisa saya minta bantuanmu supaya lebih mengawasi putri saya. Dia butuh perhatian lebih. Maaf sebelumnya kalau anak saya memang agak manja, soalnya dia anak tunggal. Sangat disayang sama Ayahnya.”

“Vita juga anak tunggal, tapi masyaallah, dia tidak manja dan cukup mandiri,” timpal Umi Ros membuat Nely tertohok.

“Eh, beda, Jeng. Anak saya anak kota. Vita anak kampung. Lagian Vita kan belum hamil. Kalau sudah hamil juga pasti dia akan menuntut hal yang sama.”

“Perhatian yang bagaimana lagi, Bu Nely? Orang hamil ya seperti itu, mual, muntah, pusing. Hampir semua orang hamil pasti mengalaminya. Saya sayang sama menantu saya. Dua-duanya. Tapi saya juga tidak mungkin menunggui mereka sampai dua puluh empat jam lamanya. Saya juga punya banyak pekerjaan yang harus di urus,” jawab Umi Ros dengan pelan dan sabar.

“Ya—setidaknya Yudha kan bisa di rumah dulu untuk menemani Rahma selama dia mabuk, bisa kan Jeng?”

“Yudha itu punya pekerjaan. Ada satu usaha yang harus dia urus keberlangsungannya. Yudha bukan hanya menafkahi Rahma atau Vita saja. Tetapi tulang punggung kami semua. Lantas kalau dia terus-terusan di rumah, bagaimana cara dia mencukupi kami?”

“Kalau begitu, bagaimana kalau Vita mengalah dulu untuk selama beberapa waktu ini,” kata Nely lagi benar-benar mendesaknya. “Sampai Rahma melewati masa-masa kesulitannya.”

“Vita sudah banyak mengalah selama ini, loh Bu,” tegas Umi Ros dengan mata yang agak sedikit dibelalakkan. Beliau juga menggerak-gerakkan tangannya untuk menyertai bicaranya. “Dia itu sampai pindah dari rumah ini demi Rahma. Dia malah tinggal di rumah barunya Alif. Sendirian dia di sana dengan fasilitas yang kurang memadai. Sekarang, Ibu minta Yudha untuk sepenuhnya tinggal di sini. Di mana hati Ibu Nely?”

“Ini hanya untuk sementara. Sampai keadaan Rahma normal kembali,” kata Nely tak mau kalah. “Dia sedang mengandung cucu kita loh, Jeng. Cucu pertama pula.”

Ros langsung menyela, “Iya, kalau Vita tidak sedang hamil juga. Kami bahkan sama sekali belum mendapatkan kabar itu selama dua bulan lebih pernikahannya. Bisa jadi dia malah sudah mengandung lebih dulu dan justru lebih besar usianya. Bagaimana kalau itu betul?” Umi Ros menahan napasnya yang sudah tak beraturan. Darahnya mulai meninggi walau dia masih berada dalam batas kesabarannya.

“Haruskah kita mengorbankan orang lain untuk memenuhi kebahagiaan kita sendiri? Rahma itu cuma hamil. Tidak lumpuh. Dia masih bisa bergerak ke sana-ke sini. Penjagaan yang seperti apa lagi yang Ibu Nely minta? Saya sudah cukup memperhatikannya setiap hari loh, Ibu ....”

“Kalau Vita tidak mengabarkan apa pun, masih diam saja, itu berarti belum. Bisa jadi dia memang menunda atau kurang subur daripada anak saya,” kata Nely berbicara serampangan dan sontak berdiri. “Ya sudah, kalau Jeng Ros tidak mau sepemikiran dengan saya, lebih baik saya bawa anak saya pulang. Lagi pula rumah kami juga sudah hampir selesai di renovasi.”

“Bu Nely, tolong jangan salah paham. Jangan terlalu pendek untuk menangkap pendapat saya,” kata Umi Ros tidak enak hati.

Raut wajah Nely benar-benar berubah menjadi merah. Umi Ros bahkan menggelengkan kepala saat wanita itu pergi dari hadapannya dan berpamitan dengan suara yang terdengar agak ketus.

Ini tidak benar, pikir Umi Ros pada saat itu. Orang tua tidak boleh mengikut campuri urusan rumah tangga anaknya karena hanya akan menambah kerumitan.

Tanpa izin dari Yudha—siang itu juga Rahma dibawa pulang oleh keluarganya. Kendatipun Abah dan Umi Ros sudah meminta maaf dan mengajaknya berdamai; agar Rahma tetap di sini dan berusaha ikut serta menjaga putrinya seperti yang mereka minta, Nely dan Ilyas tetap pada pendiriannya. Membawa putrinya pulang ke rumah.

“Apa dosa kita, ya, Bah?” tanya Umi Ros kepada suaminya yang masih heran dan tak habis pikir dengan sikap besannya tersebut. “Kenapa kita punya besan seperti ini. Dulu kelihatannya mereka baik-baik saja.”

“Abah tidak tahu, Mi. Mungkin itu cobaan untuk kita. Tidak selalu kita di uji dengan hidup enak, pasti ada kalanya kita mendapat suatu masalah atau kesakitan. Tujuan itu tak lain adalah untuk kaffarah, yaitu untuk menebus dosa-dosa kita,” kata Abah menjawab. Kemudian menambahkan, “Kalau kita sabar ....”

“Semoga putra kita selalu sabar menghadapi cobaan yang menimpanya, ya, Bah.”

Abah mengangguk. Merangkul istrinya dan membisikkan kalimat penenang agar istrinya tetap sabar dalam menghadapi segala ujian yang menimpa mereka.

Sungguh, bersitegang dengan seorang besan adalah masalah serius. Sebab mereka akan tetap saling membutuhkan ke depannya nanti. Kalau hubungan mereka tidak baik, tentu bisa menghambat banyak hal di kemudian hari.

Malam menjelang pada saat itu. Yudha dan Alif baru saja tiba di rumah. Namun pada saat Yudha masuk, dirinya tidak mendapati Rahma yang biasa menyambutnya. Tak ingin di dera rasa penasaran, lantas Yudha segera bertanya, “Rahma ke mana, Mi? Masih sakit?”

“Rahma ... tadi siang dia dibawa sama Ibunya pulang,” kata Umi menjawab.

“Pulang?” dahi Yudha langsung berkerut.

“Ya, ada sedikit masalah sebenarnya. Nanti Umi ceritakan. Tapi setelah kamu mandi nanti.”

Ada apa lagi ini? Batin Yudha bertanya-tanya. Dia baru menemukan jawabannya setelah membersihkan diri. Beliau menceritakan semuanya secara detail kejaian tadi siang. Tentang kedatangan Ibu Nely dan permintaan beliau untuk (agar) dia sebagai seorang suami lebih memperhatikan putrinya lantaran tengah mengandung usia muda dan perlu penjagaan yang lebih ketat lagi.

Yudha menggaruk kepalanya. Pusing memikirkan mertuanya itu yang mengajukan banyak sekali tuntutan padanya.

“Sudah Yudha jelaskan dulu, Yudha sudah tidak sendiri lagi sekarang, Yudha punya istri yang lain. Tapi Ibu Nely memang sepertinya kurang peduli,” kata Yudha setelah beberapa saat kemudian.

Umi sontak menyambung. “Itulah yang membuat kami kaget tadi siang, Nak. Terus terang, kami kecewa dengan sikap mereka. Mereka memang terlihat sangat berlebihan sekali.”

Entah mereka yang berubah atau memang sifat aslinya demikian, pikir Yudha. Tetapi rupanya sikap mertua yang kurang baik juga cukup menjadi sandungan. Padahal dari Rahma sendiri, sepertinya tidak begitu bermasalah. Hubungan mereka selalu baik-baik saja.

“Bagaimana ini kalau besan kita masih marah Abah?” tanya Umi meminta pendapat.

“Ya biarkan saja. Kita sudah minta maaf duluan. Nanti kalau butuh pasti mereka datang sendiri ke kita,” jawab Abah tidak ingin memusingkan hal ini lebih lanjut.

***

Satu persatu masalah sudah selesai. Masalah yang kemungkinan bisa datang lagi entah kapan waktunya—dan Yudha sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan itu.

Kini giliran Yudha mendatangi istri pertamanya yang tiga hari lalu dia tinggal dalam keadaan masih belum ceria seperti biasa akibat pertengkarannya.

Malam itu terasa sunyi sekali padahal jam masih menunjukkan pukul delapan malam.

Yudha sengaja berjalan kaki untuk memberi kejutan kepada istrinya. Tepat di depan rumah, didapatinya Vita tengah duduk sendiri—sedang ditangannya terdapat pena. Tidak salah lagi, wanita itu sedang menulis dengan bibir tersenyum hingga memperlihatkan lesung pipitnya yang manis.

“Lagi nulis apa?” tanya Yudha membuat Vita agak tersentak.

“Izh! Kaget tahu!” cebiknya seraya memukul bukunya ke tubuh Yudha.

“Assalamualaikum, istriku.”

“Waalaikumsalam,” jawab Vita mencium tangan suaminya.

“Coba tunjukkan, apa yang sedang kamu tulis,” pinta Yudha.

“Hanya menulis resep masakan. Tadi baca di internet.” Vita menunjukkan buku tersebut. “Aku lagi suka belajar masak menu-menu baru untuk menambah kegiatanku di rumah.”

Yudha menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Dia menatap kagum istrinya yang entah sejak kapan terlihat agak berbeda. Lebih berisi dan lebih terlihat menggemaskan. Kulitnya pun berangsur-angsur memutih lantaran tak pernah lagi berpanasan di bawah terik sinar matahari langsung. Seperti yang biasa dilakukannya saat di rumahnya; di desa gaib terkutuk itu.

“Pantas saja.”

“Pantas apa, Mas Yudha?” tanya Vita. “Ngomong jangan setengah-setengah.”

“Lebih gemukan.”

Vita menunduk sejenak, kemudian tersenyum dan menegakkan kepalanya lagi. Membenarkan perkataan Yudha. “Iya, karena aku suka masak, jadi aku suka makan. Tapi jarang olahraga.”

“Kenapa jarang olahraga?” tanya Yudha tersenyum. “Barang kali itu bisa menambah kegiatanmu di rumah.”

“Aku malas olahraga sendiri.”

“Mau aku temani olahraga?” kata Yudha dengan maksud lain.

“Mas Yudha genit!” cebiknya lagi-lagi memukulkan bukunya karena malu.

Dalam sekejap, pria itu membawa tubuhnya masuk ke dalam kamar. Saling bercanda, saling menggoda hingga berakhir pada penyatuan yang dimaksud ‘olahraga’.

Beberapa puluh menit berlalu. Keduanya telah selesai melakukan tuntutan alam yang selalu membuat mereka menjadi candu. Tidak pernah bosan mereka melakukan permainan karena masing-masing selalu mempunyai cara untuk memuaskan pasangannya.

Yudha dapat menandai masing-masing kebiasaan kedua istrinya. Dengan Vita yang selalu pasrah apa yang dilakukannya dan selalu dirinya yang memulai. Lalu dengan Rahma yang suka malu-malu menggodanya namun membuatnya akhirnya terpancing kemudian.

“Kamu selalu saja kupaksa. Tidak baik begitu,” kata Yudha dengan napas yang menggebu. Pun dengan Vita yang merasakan hal serupa.

“Aku hanya sedang lelah,” jawab Vita asal.

“Aku hanya tiga hari di sini. Bagaimana kalau kamu merindukanku?”

“Aku tidak apa-apa. Aku tidak akan menanyakannya.”

“Apa kau benar-benar tidak merindukanku jika lama kutinggal?”

“Untuk apa aku merindukan orang yang tidak merindukanku.”

“Selalu saja kamu berspekulasi sendiri,” kata Yudha tak habis pikir. “Buang jauh-jauh prasangka yang tidak buruk dalam pikiranmu itu. Supaya tidak menyiksa. Jangan terlalu sensitif.”

“Mas Yudha juga sensitif.”

Yudha tersenyum. Vita memang tidak pernah mau kalah bicara. Daripada mendebat, Yudha segera mengalihkan topik lain. “Oh, iya. Besok pindah ke rumah Umi lagi, ya.”

“Pindah?” tanya Vita dengan dahi yang mengerut. “Kenapa harus pindah?”

“Rahma sudah pulang. Rumahnya sudah hampir selesai di renovasi kemarin,” kata Yudha lagi tanpa ingin menjelaskan penyebabnya. “Pindah ke sana, ya. Jangan di sini sendirian. Kesannya seperti kami sedang membuangmu. Padahal kenyataannya kamu yang minta pindah sendiri.”

“Mungkin aku terlalu sering sendiri, jadi aku merasa nyaman begini, Mas.”

“Kali ini saja kamu tidak membantahku,” ucap Yudha begitu memohon. “Umi memintamu untuk menetap di sana, beliau sangat menyayangimu.”

‘Hanya Umi kan, Mas, bukan kamu? Kamu tidak menahanku untuk itu. Padahal aku suka kamu merayuku. Tapi kamu tidak melakukannya,’ batin Vita tersayat-sayat.

‘Sudah kuniatkan aku akan pergi selama-lamanya. Aku tidak mau hidup dengan suami yang tidak mencintaiku. Aku tidak sanggup berbagi dengan wanita mana pun.’

***

To be continued.

Terpopuler

Comments

Endah Ing

Endah Ing

Karena pernikahan itu gak cuma ttg suami istri tapi keluarga suami dan keluarga istri juga. kl istrinya 2, ya makin banyaklah yg harus dijaga, diperhatikan perasaannya. Sdh tertulis poligami itu berat dan gak mungkin bisa adil.

2024-10-02

0

Nor Chayati

Nor Chayati

akan kah vita menemukan kebahagiaanny....

2023-09-28

0

mirazia

mirazia

duh keluar lgi nih air mata bc kata2 vita di akhir

2023-06-22

0

lihat semua
Episodes
1 Malam Pertama Tak Terlupakan
2 Dinikahkan Secara Paksa
3 Biarkan Aku Bertanggung Jawab
4 Keakrabankah Yang Terjalin?
5 Apa Arti Pernikahan Ini Untukmu?
6 Menyebut Nama Perempuan Lain
7 Luka Untuk Yang Ke Sekian Kali
8 Kita Pergi Sekarang
9 Aku Hanya Sebuah Pelampiasan
10 Tanpa Kehadirannya Di Sisiku
11 Keputusan Terakhir
12 Cara Yang Amat Kampungan!
13 Akad Nikah Suamiku
14 Malam Pertama Dengan Istri Kedua
15 Menyesal Menikahi Mereka Berdua!
16 Bekerjasama Membuatnya Cemburu
17 Positif Dua Bulan
18 Nasib Apa Yang Menimpanya?
19 Tapi Jangan Sekarang
20 Berdebat Dengan Besan
21 Apa Kamu Tahu Makna Bahagia?
22 Merasa Tidak Dicintai Oleh Siapa Pun
23 Aku Kabur Dari Rumah
24 Kabar Tidak Menyenangkan
25 Pilih Aku Atau Dia
26 Dia Melarikan Diri
27 Laki-laki Tidak Berguna
28 Ulangilah Sebanyak Kau Mau
29 Melihat Menantunya
30 Menemukan Istri Pertama
31 Fakta Besar Yang Di Sembunyikan
32 Kedua Manusia Terkutuk
33 Aku Sangat Tertekan
34 Ditemukan Oleh Alif Noran
35 Jangan Beritahu Siapa Pun
36 Hukuman Mengerikan
37 Betapa Bodohnya Dia
38 Karma Yang Mulai Berdatangan
39 Mendekati Persalinan
40 Kemarau Yang Tersiram Hujan
41 Pertengkaran Besar!
42 Kelahiran Bayi Pertama
43 Pintu Telah Tertutup
44 Eshan Rayyan Altair
45 Kekesalan Yang Mendalam
46 Terimalah Aku Kali Ini
47 Apa Setelah Ini Kamu Masih....
48 Prepare For The Worst
49 Sebuah Pelukan Hangat
50 Ingin Melihat Kesungguhanmu
51 Pria Pencuri Ciuman
52 Apa Aku Berhalusinasi?
53 Hanya Kamu Satu-satunya
54 Alif & Layangan Putus
55 Anda Ingin Memeras Anak Saya?
56 Apa Yang Akan Terjadi?
57 Tak Sesuai Ekspektasi
58 Akibat Sumpah Kakak Ipar
59 Karma Yang Dibayar Kontan
60 Penghibur Yang Paling Baik
61 Semakin Mendekati Hari H
62 Kedatangan Sang Pujangga
63 Masih Kurang Jelas?!
64 Setelah Perceraian
65 Anggota Keluarga Kesayangan
66 Lelaki Tidak Berperasaan
67 Bangga Dicintai Sebesar Itu
68 Hari Pernikahan Yudha&Vita
69 Penyebab Patah Hati
70 M P Pengantin Kedaluarsa
71 Drama Mantan Istri
72 Contoh Suami Posesif
73 Minta Sate 200 Tusuk
74 Yeay! Adik Untuk Rayyan!
75 Kembali Menemukan Pengganti
76 Last Episode. Happy End
77 TERNODA DI MALAM PENGANTIN
78 PROMO & GIVE AWAY
79 Pembukaan Season 2
80 Merasa Bersalah Dengan Ray
81 Penampilan Berbeda Mantan Istri
82 Plis, Mama, Kali Ini Aja ....
83 Tolong Mama, Onti
84 Masih Belum Move On, Ya?
85 Keadaan Vita & Tingkah Umar
86 Ternyata Seperti Ini
87 Acara Kabar-Kabur
88 Sesempit Apa Dunia Ini?
89 Konfirmasi Kesalahan Binti
90 Om Sama Onti Pacaran
91 Perdamaian Mertua dan Menantu
92 Lagi-Lagi Ketemu Mereka
93 Aku Juga Terpaksa Melakukannya
94 Ceraikan Suamimu!
95 Manusia Paling Aneh
96 Apa Sebaiknya Kita Pisah Saja?
97 Merasa Tak Pantas
98 Tolong Nikahi Istri Saya
99 Lebih Terang-Benderang
100 Perubahan Sang Mertua
101 Hasil Dari Pengkhianatan
102 Launching Anak Ke Empat
103 Ranya S Zunaira
104 Kamu Benci Melihatku?
105 Katakan, Siapa Laki-laki Itu?!
106 Tidak Bisa Di Pertahankan
107 Kepulangan Baby Zunaira
108 Rencana Tutup Pabrik
109 Salam Perpisahan
110 Jagoanku Sesungguhnya
111 Burung Menetas
112 Pergi Ke Singapura
113 Prekuel Haikal Al Fatir
114 Ketemu Bidadari
115 Benih-Benih Asmara
116 Pertama Kali Ceramah
117 Hangatnya Selimut Tetangga
118 Adalah Pengaruh Buruk
119 Mantap Melamar Adinda Ros
120 Mengatakan Sejujurnya
121 Datang Menepati Janji
122 Hari Pernikahan
123 Malam Pertama
124 Rencana Pindahan Ke Kota
125 Romansa Pernikahan
126 Prahara Rumah Tangga
127 Lalu Aku Harus Apa?
128 Akad Nikah Kedua
129 Naya Merasa Kerdil
130 Cemburu Dengan Ros
131 Tolong Ceraikan Aku
132 Dasar Menyusahkan!
133 Akhirnya Ditemukan
134 Aku Juga Melihatmu
135 Pindah Ke Ibukota
136 Kapan Mereka Balik?
137 Welcome Home!
138 Jangan Sebut Namaku
139 Overdosis
140 Pertanyaan
141 Sang Presdir Membenci Istrinya
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Malam Pertama Tak Terlupakan
2
Dinikahkan Secara Paksa
3
Biarkan Aku Bertanggung Jawab
4
Keakrabankah Yang Terjalin?
5
Apa Arti Pernikahan Ini Untukmu?
6
Menyebut Nama Perempuan Lain
7
Luka Untuk Yang Ke Sekian Kali
8
Kita Pergi Sekarang
9
Aku Hanya Sebuah Pelampiasan
10
Tanpa Kehadirannya Di Sisiku
11
Keputusan Terakhir
12
Cara Yang Amat Kampungan!
13
Akad Nikah Suamiku
14
Malam Pertama Dengan Istri Kedua
15
Menyesal Menikahi Mereka Berdua!
16
Bekerjasama Membuatnya Cemburu
17
Positif Dua Bulan
18
Nasib Apa Yang Menimpanya?
19
Tapi Jangan Sekarang
20
Berdebat Dengan Besan
21
Apa Kamu Tahu Makna Bahagia?
22
Merasa Tidak Dicintai Oleh Siapa Pun
23
Aku Kabur Dari Rumah
24
Kabar Tidak Menyenangkan
25
Pilih Aku Atau Dia
26
Dia Melarikan Diri
27
Laki-laki Tidak Berguna
28
Ulangilah Sebanyak Kau Mau
29
Melihat Menantunya
30
Menemukan Istri Pertama
31
Fakta Besar Yang Di Sembunyikan
32
Kedua Manusia Terkutuk
33
Aku Sangat Tertekan
34
Ditemukan Oleh Alif Noran
35
Jangan Beritahu Siapa Pun
36
Hukuman Mengerikan
37
Betapa Bodohnya Dia
38
Karma Yang Mulai Berdatangan
39
Mendekati Persalinan
40
Kemarau Yang Tersiram Hujan
41
Pertengkaran Besar!
42
Kelahiran Bayi Pertama
43
Pintu Telah Tertutup
44
Eshan Rayyan Altair
45
Kekesalan Yang Mendalam
46
Terimalah Aku Kali Ini
47
Apa Setelah Ini Kamu Masih....
48
Prepare For The Worst
49
Sebuah Pelukan Hangat
50
Ingin Melihat Kesungguhanmu
51
Pria Pencuri Ciuman
52
Apa Aku Berhalusinasi?
53
Hanya Kamu Satu-satunya
54
Alif & Layangan Putus
55
Anda Ingin Memeras Anak Saya?
56
Apa Yang Akan Terjadi?
57
Tak Sesuai Ekspektasi
58
Akibat Sumpah Kakak Ipar
59
Karma Yang Dibayar Kontan
60
Penghibur Yang Paling Baik
61
Semakin Mendekati Hari H
62
Kedatangan Sang Pujangga
63
Masih Kurang Jelas?!
64
Setelah Perceraian
65
Anggota Keluarga Kesayangan
66
Lelaki Tidak Berperasaan
67
Bangga Dicintai Sebesar Itu
68
Hari Pernikahan Yudha&Vita
69
Penyebab Patah Hati
70
M P Pengantin Kedaluarsa
71
Drama Mantan Istri
72
Contoh Suami Posesif
73
Minta Sate 200 Tusuk
74
Yeay! Adik Untuk Rayyan!
75
Kembali Menemukan Pengganti
76
Last Episode. Happy End
77
TERNODA DI MALAM PENGANTIN
78
PROMO & GIVE AWAY
79
Pembukaan Season 2
80
Merasa Bersalah Dengan Ray
81
Penampilan Berbeda Mantan Istri
82
Plis, Mama, Kali Ini Aja ....
83
Tolong Mama, Onti
84
Masih Belum Move On, Ya?
85
Keadaan Vita & Tingkah Umar
86
Ternyata Seperti Ini
87
Acara Kabar-Kabur
88
Sesempit Apa Dunia Ini?
89
Konfirmasi Kesalahan Binti
90
Om Sama Onti Pacaran
91
Perdamaian Mertua dan Menantu
92
Lagi-Lagi Ketemu Mereka
93
Aku Juga Terpaksa Melakukannya
94
Ceraikan Suamimu!
95
Manusia Paling Aneh
96
Apa Sebaiknya Kita Pisah Saja?
97
Merasa Tak Pantas
98
Tolong Nikahi Istri Saya
99
Lebih Terang-Benderang
100
Perubahan Sang Mertua
101
Hasil Dari Pengkhianatan
102
Launching Anak Ke Empat
103
Ranya S Zunaira
104
Kamu Benci Melihatku?
105
Katakan, Siapa Laki-laki Itu?!
106
Tidak Bisa Di Pertahankan
107
Kepulangan Baby Zunaira
108
Rencana Tutup Pabrik
109
Salam Perpisahan
110
Jagoanku Sesungguhnya
111
Burung Menetas
112
Pergi Ke Singapura
113
Prekuel Haikal Al Fatir
114
Ketemu Bidadari
115
Benih-Benih Asmara
116
Pertama Kali Ceramah
117
Hangatnya Selimut Tetangga
118
Adalah Pengaruh Buruk
119
Mantap Melamar Adinda Ros
120
Mengatakan Sejujurnya
121
Datang Menepati Janji
122
Hari Pernikahan
123
Malam Pertama
124
Rencana Pindahan Ke Kota
125
Romansa Pernikahan
126
Prahara Rumah Tangga
127
Lalu Aku Harus Apa?
128
Akad Nikah Kedua
129
Naya Merasa Kerdil
130
Cemburu Dengan Ros
131
Tolong Ceraikan Aku
132
Dasar Menyusahkan!
133
Akhirnya Ditemukan
134
Aku Juga Melihatmu
135
Pindah Ke Ibukota
136
Kapan Mereka Balik?
137
Welcome Home!
138
Jangan Sebut Namaku
139
Overdosis
140
Pertanyaan
141
Sang Presdir Membenci Istrinya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!