Vita tersenyum bahagia melihat suaminya kini sudah terpejam setelah kegiatan halal yang baru mereka beberapa menit yang lalu. Akhirnya, setelah beberapa hari yang lalu menikah—kini mereka sudah bisa menjadi suami istri yang sesungguhnya. Vita masih menoleh ke samping, tangan mungilnya meraba wajah suaminya dengan gerakan memuja. Betapa sempurnanya Tuhan menciptakan laki-laki ini.
Dikecupnya sekali lagi bibir yang tadi membuatnya berkali-kali melenguh tersebut, lalu berpindah ke bagian pipi. Namun pada saat tangannya akan kembali meraba bagian dada suaminya, tiba-tiba tangannya terhenti. Bukan—bukan Vita yang menghentikannya, tetapi tangan Yudha.
Senyumnya kembali terukir karena Yudha merespons gerakannya. Itu artinya Yudha kembali terpancing. Ya, pikirnya demikian sebelum akhirnya nama laknat keluar dari bibir suaminya.
“Rahma ....”
DEG!
Seperti dipelintir hati Vita. Bagai terpelanting jauh dari atas jurang yang terjal. Dia sontak berbalik badan, tubuhnya bergetar disusul dengan bahu yang terguncang. Ia berjanji tidak akan pernah melupakan hari ini seumur hidupnya. Malam pertama, suaminya malah menyebut nama wanita lain. Ini adalah kenangan termanis dan terpahit yang ia rasakan secara bersamaan.
Beberapa puluh menit berlalu. Vita kembali mengenakan pakaiannya lagi setelah gadis itu bisa menguasai dirinya kembali seperti semula.
Vita membuka jendela lebar-lebar yang terletak di samping rumah—yang berukuran setinggi sepinggang orang dewasa. Lantas ia menghadap ke luar, memejamkan matanya dan menarik napasnya dalam-dalam. Demikian yang dilakukannya berulang-ulang agar hatinya menjadi lebih tenang.
‘Mulai dari sekarang telingaku harus bisa membiasakan diri mendengar nama itu. Karena ke depannya, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, Mas Yudha pasti akan lebih banyak menyebut namanya. Aku tahu ini sulit, tetapi itulah kenyataan yang harus aku hadapi nanti.’
Baru sekitar lima menit memejamkan mata, Vita merasakan tubuhnya menjadi lebih hangat. Saat ia membuka mata dan melihat ke sekitar bahu, selimut tebal telah menutupi tubuhnya disusul dengan lengan kokoh yang melingkar erat.
“Kupikir kamu ke mana. Aku mencarimu tadi. Dipanggil juga tidak ada sahutan.”
“Aku tidak mendengar.”
“Tentu saja, kamu melamun. Memikirkan apa?”
Vita menggelengkan kepalanya pelan.
Vita merasakan pria itu menaruh kepalanya di bahu sebelah kanan. Napas hangatnya berembus sangat dekat hingga menampar kulit pipinya yang bersih. Harum aroma maskulin begitu tercium di hidungnya.
“Kenapa di sini?” Yudha bertanya.
“Tidak apa-apa, aku hanya ingin sendiri.”
“Memangnya tidak dingin?”
“Mas Yudha lupa? Sebelum Mas Yudha datang, aku sendirian, kesepian dan kedinginan. Dan itu sudah biasa bagiku.”
“Tapi mulai sekarang kamu tidak akan kedinginan lagi. Karena kamu akan selalu ada di dalam kehangatanku setiap saat.”
Vita sontak berbalik badan. Melihat pria yang baru saja mengatakan hal demikian. Yudha yang ia kenal sekarang, bukanlah Yudha yang ia kenal kemarin saat pertama kali bertemu. Sebab ia sudah melihat sisi lain dari pria itu malam ini, bahwa Yudha sebenarnya adalah pria yang cukup ‘nakal’ dalam urusan memanjakan wanita.
“Genit.”
Lagi-lagi Yudha tersenyum menyebalkan. Membuat kemarahannya seketika menguap begitu saja di udara. Padahal ia sudah membulatkan tekad untuk bersikap abai hari ini. Tetapi baru sebentar saja di rayu, Vita sudah luluh lagi. Entah sihir apa yang Yudha gunakan sehingga membuatnya selalu mabuk kepayang.
“Kita kembali ke dalam.”
“Aku masih ingin di sini.”
“Baiklah, aku akan menemanimu, mendengarkan ceritamu kalau kamu mau berbicara.”
Penelitian mengatakan bahwa perempuan lebih butuh lebih banyak berbicara. Bisa jadi Vita juga membutuhkan hal itu meski dia tak mengatakannya. Mungkin karena masih malu atau merasa tidak enak padanya, pikir Yudha demikian.
Vita menatapnya penuh harap, “Termasuk menuruti semua keinginanku?”
“Kalau aku mampu, pasti akan kupenuhi.”
“Apa setelah yang kita lakukan malam ini Mas Yudha akan tetap menikahi ... Rahma?” tanya Vita yang dipelankan di akhir kalimat. Terus terang ia sakit hati dengan pertanyaannya sendiri.
“Untuk saat ini hanya ada kamu saja, bukan?”
Vita menatap Yudha dengan kesal. “Bukan saat ini, tapi nanti. Aku ingin kau menjawabnya sekarang.”
“Kamu cemburu?” tanya pria itu tersenyum lagi. Vita sebal sekali melihat wajahnya yang lempeng-lempeng saja di depan wanita yang sedang sekesal itu padanya. “Kalau kamu cemburu berarti kamu sudah mulai mencintaiku.”
“Tolong bersungguh-sungguh menjawab pertanyaanku.”
Yudha tak menjawab, pria itu malah menyusuri leher Vita dengan bibirnya dan kembali membuat Vita melenguh dalam bisik hingga napasnya tak beraturan.
“Mas Yudha, jawab!” seru Vita agak menyentak dan berusaha menjauhkan kepala suaminya.
“Ya, aku juga bersungguh-sungguh.”
“Bersungguh-sungguh apa?”
“Bersungguh-sungguh ingin membuatmu merintih lagi.”
Saat itu juga tubuh Vita melayang di udara. Mereka mengulang kembali kenangan manis seperti tadi.
Yudha tersenyum menatap seorang gadis yang tengah pasrah di bawahnya. Membuatnya tertantang untuk menunjukkan kemampuannya sebagai seorang laki-laki yang hebat dalam segala hal.
Pada pagi harinya, Vita bangun dalam keadaan masih sangat kelelahan. Ternyata seperti ini rasanya melayani seorang suami dimalam hari. Berbeda dengan laki-laki yang malah justru terlihat lebih segar dari sebelumnya.
“Aku akan mengajarimu mandi wajib,” kata Yudha membantunya berjalan ke kamar mandi meski berakhir dengan mengotorinya lagi.
Dan oleh karena kegiatan itu membuat Vita tidak bisa ke mana-mana. Yang dilakukannya hari itu hanya duduk dan berbaring saja menghadap layar televisi. Sementara sebagian pekerjaan rumah diambil alih oleh Yudha, termasuk membelikannya makanan untuk sarapan dan makan siang.
Teh manis hangat baru saja terhidang di meja yang asapnya masih mengepul.
“Aku tidak pernah melakukan ini kepada siapa pun. Ini khusus untuk istriku,” ujar Yudha seraya menjatuhkan tubuhnya di samping ia duduk.
Vita sontak memberikan peringatan dengan nada mengancam, “Jangan macam-macam.”
“Tidak. Aku kasihan denganmu. Aku pun takut kamu kenapa-kenapa.”
Yudha mengusap-usap rambutnya, memijat keningnya perlahan yang memberikan sensasi rasa tenang dan nyaman. Oleh karena perlakuannya saat ini—membuat Vita merasa sangat disayang.
‘Tuhan, sekali ... saja. Aku ingin mendengar Mas Yudha mengatakan bahwa dia sudah mulai menyayangiku.’
Vita menautkan jari jemarinya di tangan Yudha. Hingga tanpa mereka sadari, keduanya terlelap bersamaan di satu sofa yang sama, dengan posisi saling berimpitan.
***
“Kapan kamu pulang? Katanya secepatnya. Tapi sampai hari ini, kamu belum juga pulang,” tanya Umi Rosyadah dari sambungan telepon.
“Nanti Yudha kabarin lagi.”
“Betah sekali kamu tidak pulang-pulang. Memangnya ada apa di sana? Hm? Seperti sedang bulan madu saja sampai berhari-hari tidak pulang.”
‘Yudha memang sedang bulan madu, Umi.’
Yudha menggaruk tengkuknya. Akan seperti apa nanti respons mereka apabila Yudha tahu bahwa wanita yang tidak sengaja ia celakai, sudah ia nikahi juga.
“Kamu tinggal di rumah Jodi kan? Tidak di rumah gadis itu? Oh iya, kemarin Rahma menanyakanmu. Kenapa kamu tidak menghubunginya?” tanya Umi memberondong.
“Mi, kabar Alif gimana?” Yudha langsung mengalihkan pembicaraan karena takut pembicaraan ini merambat ke mana-mana. Dia belum menyiapkan jawaban untuk persoalan yang cukup rumit itu. Yang kemungkinan besar, tidak bisa dijelaskan dalam sambungan telepon. Karena bisa menimbulkan kesalahpahaman.
“Adik kamu itu baru berangkat kemarin. Harusnya giliranmu yang mengantarkan jamaah. Tetapi berhubung kamu tidak ada di rumah, dia yang menggantikannya dulu.”
“Sampaikan maaf Yudha ke Alif ya, Mi. Maaf karena belum bisa pulang.”
“Iya, tidak apa-apa. Hanya mendengar Abangnya baik-baik saja Alif sudah sangat bersyukur.”
“Mas Yudha, ada tamu.”
“Suara siapa itu Yudha?” tanya Umi segera setelah mendengar suara lembut perempuan di dekat putranya.
“Sebentar Mi, nanti Yudha sambung lagi, ya.”
“Ya sudah. Kamu baik-baik di sana,” jawab Umi akhirnya. Dari suaranya memang masih terdengar sangat ingin tahu, namun beliau tetap memutuskan panggilan karena Yudha terkesan buru-buru.
“Iya, Mi. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Yudha mengusap dadanya lega sebelum akhirnya ia menuju ke ruang tamu. Di sana ada Jodi yang baru saja datang bersama istrinya.
***
To be continued.
Hari senayan. Aku butuh koin. Butuh vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Rahmawaty❣️
Vit porotin dlu suamimu itu vit sblum dia prgi nnti.. Minta rumah , motor , duit yg banyak😁😁
2023-06-17
0
Ibu Dewi
ya aku tambah sebel tuhke si yuda kasian sama vita pasti nnti klo dia udah kawin sama rahma pasti vita sering di cuekin karna ksn si rahma cinta pertama nya
2023-06-16
0
Elok Pratiwi
malas membaca cerita berbalut agama
2023-01-24
0