Menjelang sore, Radit dan Khaira berpamitan untuk kembali ke rumah. Sebab, keesokan paginya, Radit harus kembali bekerja dan Khaira akan kembali kuliah. Kesibukan yang tidak bisa dihindari oleh keduanya.
Sepanjang perjalanan, baik Radit dan Khaira sama-sama diam. Radit fokus mengendalikan stir mobilnya dan Khaira hanya memandang pemandangan dari balik jendela mobilnya. Selama berkendara lebih dari setengah jam, akhirnya mereka telah sampai di rumah. Baru keduanya masuk membuka pintu rumah, Felly telah menghambur ke pelukan Radit.
"Ay, kangennn..." ucap Felly sambil memeluk manja Radit.
"Aku juga kangen, Yang. Sorry ya semalam gak pulang."
"Padahal aku tungguin. Yah, malam mingguku kelabu deh karena tidak ada kamu yang menemani aku."
"Kamu bisa aja deh Yang, malam ini aku temenin yah."
Khaira yang masih berdiri di belakang Radit pun seperti di gambar mati, seolah-olah kehadirannya tidak dianggap sama sekali oleh Radit dan Felly.
"Hem... Permisi dong, saya mau lewat." Khaira lantas berlalu begitu saja dan berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Radit pun tak menyadari bahwa sejak tadi Khaira masih berada di belakangnya. Radit hanya menatap Khaira yang berlalu menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Sementara di dalam kamar, Khaira langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya. Dirinya merasa capek, terlebih hatinya.
Emang gak bisa apa bermesraan tanpa aku melihatnya. Mereka sengaja atau apa ya? Aku memang belum mencintai Radit, tetapi mengapa hatiku sakit melihatnya bersama Felly?
Aku istri pertamanya, tetapi aku justru seperti orang yang tak diharapkan oleh suamiku sendiri. Definisi dari kata " Ironis" cukup mendefinisikan aku saat ini. Mengapa aku terjebak dalam pernikahan seperti ini Tuhan? Pertama aku menikah dengan orang yang tak kucintai, aku dijodohkan oleh orang tuaku, di malam pertama pernikahan pun suamiku pulang membawa istri sirinya, dan kemesraan mereka berdua di depan mataku. Hatiku terasa sesak ya Tuhan. Apakah aku juga tidak berhak bahagia? Mungkinkah hati, jiwa, dan raga suamiku hanya untukku dan tak terbagi dengan perempuan mana pun.
Khaira bersedih memikirkan hidupnya setelah menikah dengan Radit. Perasaan bahagia nampaknya telah lenyap dari hidupnya. Semua kebahagiaan yang ia rasakan bersama Ayah Ammar dan Bunda Dyah semuanya telah hilang, kini hanya ada penderitaan dan luka. Bertambah pahit, karena ia menjalani semuanya seorang diri, tidak ada yang membalut lukanya, hanya ia sendiri yang harus berjuang untuk sembuh dan bangkit.
Namun, Khaira pun mengingat janji yang ia buat pada dirinya sendiri, ia tak ingin menunjukkan kelemahan dan kerapuhannya kepada siapa pun. Sekali pun ia ingin mengadu, hanyalah Allah tempatnya mengadu.
***
Keesokan harinya, Khaira kembali pergi ke kampus. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, Khaira tentu memiliki jam kuliah yang sangat padat.
Bersama Metta, Khaira merasa bisa melupakan sejenak pernikahannya yang seperti benang kusut.
"Pengantin baru sehat?" Sapa Metta menyambut kedatangan Khaira.
"Udah bukan pengantin baru kali, Ta. Udah seminggu lebih juga."
"Seminggu ya masih baru lah. Orang yang menikah setahun aja masih disebut pengantin baru kok."
"Ahh, ada aja deh...", lanjut Khaira sembari menggandeng tangan Metta.
"Khai, abis kuliah ke Cafe yuk. Tuh di depan kampus ada cafe baru. Sejak lo nikah, kita gak pernah lagi nongkrong-nongkrong cantik."
"Ya udah, yuk... Tapi gue gak bisa lama-lama ya, kan sekarang ada yang harus gue urus di rumah." Khaira sebatas bercanda kepada sahabatnya itu.
"Iya, gue paham. Udah ada Mamas di rumah." Metta sambil menyubit pinggang Khaira.
"Mamas apaan, gak ada Mamas ya di rumah."
Sontak Khaira dan Metta pun tertawa bersama, meskipun hanya berdua, tetapi mereka bisa mengisi satu sama lain sebagai seorang sahabat. Keceriaan kedua sahabat ini rupanya tak luput dari pandangan seorang mahasiswa popular di kampus yang bernama Tama.
Mahasiswa popular yang terkenal pintar, kaya, dan tampan itu nampak tersenyum mengamati Khaira dan Metta yang tengah bercanda. Ia segera beranjak dari kuda besinya, lalu berjalan ke arah Khaira dan Metta.
"Hei, Khaira gimana kabarnya?" rupanya Tama hanya berniat untuk menyapa Khaira.
"Hei, Tama. Baik..." balas Khaira.
"Kalian mau ke mana? Ada jam kuliah enggak?"
"Ada ini mau masuk kuliah Psikologi Pendidikan, kenapa?"
"Hem, enggak. Gue kira kosong, gue mau ajakin kalian nongkrong aja. Ke Cafe baru di depan kampus."
"Sorry Tam, gue ada kelas. Gue sama Metta masuk duluan ya."
Khaira berlalu begitu saja bersama Metta meninggalkan Tama di sana.
"Menurut gue, kemungkinan Tama naksir sama lo deh Khai... Gak biasanya kan, dia nyapa orang lain duluan."
"Jangan GR dulu deh, Ta. Orang dia juga cuma nyapa, gak ngapa-ngapain loh. Udah biarin aja."
"Lo emang ya, Khai... Gini-gini feeling gue kuat."
"Iya-iya percaya Nyai Metta..." keduanya tertawa, obrolan yang ringan sambil bercanda-canda membuat Khaira bahagia.
Keduanya berlalu meninggalkan kampus menuju ke dalam ruangan kelas mereka. Jam kuliah sepanjang 120 menit diikuti oleh Khaira dan mahasiswa yang lain dengan tertib.
"Udah selesai kelas nih, ke cafe depan yuk?" ajak Metta kepada Khaira.
"Iya, yuk." keduanya lantas berjalan bersama menuju cafe yang berada di depan kampusnya.
Khaira sekaligus memesan menu makan siang, karena memang sudah jam makan siang. Nasi goreng spesial dan Milk Tea dipesan oleh Khaira, sementara Metta memesan Chicken Cordon Blue dan Jus Stroberi.
"Ayo, ceritain pernikahanmu dong, Khai... Sejak menikah, kamu gak cerita apa-apa loh ke aku."
"Ya gini-gini aja gak ada yang spesial." sahut Khaira sembari mengambil handphone di dalam tasnya.
"Ahh, bohong. Semua orang menikah itu pasti spesial loh, membina rumah tangga berdua. Pasti seneng."
Khaira nampak berpikir, "Lo gak tahu kenyataannya aja Metta. Gue gak sebahagia itu." Gumam Khaira dalam hati.
"Hem, ya seneng lah menikah, tapi kan biasa aja. Bahagia pun gak usah berlebihan, akhirnya justru enggak baik. Ya kan?"
"Bijak amat sih, Khai..."
"Enggak, biasa aja kali."
"Kalau malam pertama kalian gimana? Ceritain dong... Sakit enggak? Kepo nih gue."
Khaira hanya tersenyum, "Malam pertama gue sendirian, pagi nya suami gue pulang bawa istri sirinya. Nyesek kan jadi gue." Kata Khaira pada dirinya sendiri.
"Apaan sih, Metta. Siang-siang, panas terik kayak gini kok nanyain kayak gitu sih."
"Ya kan gue biar punya gambaran besok kalau udah married."
"Gak usah punya gambaran macam-macam. Dosa tau. Mending buruan married deh."
"Tapi lo beneran bahagia kan Khai? Kalau ada apa-apa cerita sama gue ya, Khai. Kita kan sahabatan, jangan menyimpan apa-apa sendiri ya..."
"Gue baik-baik aja kok, Ta. Tenang ya... Emang gue keliatan gimana gitu?"
"Hem, enggak sih. Sejak lo menikah, gue kepikiran aja ama lo."
"Iya-iya Nyai Metta, yang feelingnya paling kuat..."
Khaira dan Metta pun tertawa bersama. Begitulah pentingnya seorang sahabat, ia yang ada di samping kita.
Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
🎀evalidya 🆁🅰🅹🅰 ❀∂я
amsal 17:17 ya thor
suka dgn authornya yg nyelipin ayat2 Alkitab Kristen....
ini ulang baca udah ke 4 kalinya thor
he he heee
2022-11-28
3
Lisa Icha
semoga khaira kuat menjalani semuanya
2022-05-24
1
Ririn Marindu
karyanya mantapp
2022-04-10
1