Dengan membawa paper bag di tangannya, Khaira menaiki anak tangga, masuk ke dalam kamarnya. Sayup-sayup terdengar dari ruang keluarga yang ada di lantai dua, Radit dan Felly sedang bercanda bersama.
"Sayang, ihhh... Jangan gitu dong. Minggir, geli tau." Felly berbicara sambil terkekeh tertawa begitu renyah bersama dengan Radit.
Khaira yang mendengarnya berusaha cuek, berusaha meyakinkan hatinya untuk baik-baik saja. Khaira berjalan biasa saja, dan ia masuk ke dalam kamarnya.
Ia kembali duduk di meja belajarnya, dan membuka paper bag dari Ayahnya. Perlahan ia membukanya, ternyata di dalamnya berisi sebuah foto pernikahannya dengan Radit yang sudah dicetak dan telah terpasang indah di dalam figura.
Ya ampun Ayah, kenapa mengirimkan foto ini. Bahkan suamiku saja memperlakukan aku dengan sangat tidak baik di sini. Fotonya indah, tapi tak seindah pernikahan kami, Yah... Fotonya berwarna, tapi pernikahanku suram, Yah...
Tangan halus Khaira mengelus foto pernikahannya bersama Radit yang baru berlangsung kemarin. Sebuah foto menunjukkan kalau Khaira mencium tangan Radit, dan Radit mencium kening Khaira dengan manis. Foto yang lain menampilkan pose saat Khaira dan Radit berdiri bersama di pelaminan dengan senyum kebahagiaan di wajah keduanya. Air matanya jatuh begitu saja membasahi foto yang tengah ia pegang. Merasa untuk menghargai pemberian Ayahnya, Khaira memasang tiga buah dalam pigura berukuran sedang itu di nakas samping tempat tidurnya, satu lagi di meja belajar, dan satu lagi akan ia gantungkan di dinding. Bukan lantaran ia memiliki perasaan kepada Radit, bukan. Akan tetapi, Khaira ingin menghargai hadiah dari Ayah dan Bundanya. Selain itu, mungkin saja foto itu akan mengingatkannya kalau ia adalah seorang istri. Bagaimana pun takdirnya sebagai istri Radit, tidak bisa dihapuskan begitu saja.
Setelah memasang foto-foto, Khaira kembali berkutat dengan tugas kuliahnya. Khaira juga ingin mempersiapkan proposal skripsi yang akan ia ajukan bulan depan. Sebagai mahasiswa semester akhir, tentu jadwal kuliah dan tugas-tugas yang diberikan oleh Dosennya sangat banyak. Oleh karena itu, Khaira mulai mengerjakannya satu per satu.
Seharian berkutat di depan laptop komputer tidak membuat Khaira lelah. Matanya masih saja fokus membolak-balikkan halaman buku dan juga mengetik di laptopnya. Tidak terasa hari sudah malam.
Bi Tinah, mengetuk pintu kamar Khaira, meminta Khaira untuk makan malam ke bawah.
"Non... Non Khaira, sudah waktunya makan malam, Non. Ayo, makan dulu."
"Iya Bi Tinah... Sebentar."
Khaira memastikan tugas-tugas yang ia kerjakan tersimpan, lalu ia mengatur laptopnya dalam mode sleep. Ia keluar dan menuju meja makan, di sana sudah ada Radit dan Felly dan duduk berdampingan. Khaira mengambil tempat duduk di hadapan Felly.
"Ya ampun, situasi apa ini. Kenapa aku justru seperti obat nyamuk di sini. Makan sendiri pun aku tidak masalah, daripada harus melihat pemandangan seperti ini." Gumam Khaira dalam hati.
Felly dengan mulut dan sikapnya yang manis, menyajikan makanan terlebih dahulu untuk Radit. Nasi putih, tumis kangkung, dan telor balado menjadi menu makan malam mereka. Nasi, sayur, dan lauk tersaji sempurna di piring Radit, setelah itu Felly mengambil untuk dirinya sendiri. Hanya tersisa sedikit nasi dan lauk, Khaira mengambil apa yang tersisa ke dalam piringnya. Khaira makan dalam diam, sementara Felly beberapa kali menyuapkan makanan ke mulut Radit.
"Ayo makan Sayang... Sini aku suapin yah. Aaaa...." Ucap Felly sembari menyuapkan makanan ke dalam mulut Radit.
Pemandangan nan menegangkan itu terlihat oleh Bi Tinah yang berdiri di dapur, tidak sanggup melihatnya, Bi Tinah memilih masuk ke dalam kamarnya. Bi Tinah merasa hatinya pedih melihat Khaira yang diperlakukan seperti itu.
Usai makan malam selesai, tiba-tiba Radit mengucapkan suara kepada Khaira.
"Hei, anak cengeng. Ini ada uang jajan dariku buat kamu. Bagaimana pun aku akan tetap memberimu uang nafkah, kamu bisa memakainya. Dan, selama kamu tinggal di sini jangan coba-coba ikut campur urusanku sama Felly. Jangan ngadu juga ke Ayah dan Bunda. Awas ya, kalau sampai Ayah dan Bunda tahu berarti kamu pelakunya!" Ucap Radit sembari memberikan kartu debit berwarna hitam keluaran dari Bank Swasta tempatnya bekerja.
Khaira hanya diam, dia mengambil kartu debit itu, setelah itu ia menaruh piring kotornya ke tempat cucian, lalu kembali ke kamarnya.
Di dalamnya, Khaira menaruh kartu debit itu ke dalam dompetnya. Hatinya terasa sakit mengingat bagaimana ucapan suaminya yang sepahit empedu. Tidak menyebutkan namanya, padahal dia adalah pribadi yang punya nama. Dipanggil anak cengeng, padahal sudah sewajarnya anak gadis akan menangis begitu terpisah dari orang tuanya, lalu sekarang diancam tidak boleh mengadu ke Ayah dan Bunda.
"Aku akan menjalani takdirku, Mas. Tetapi, aku gak akan lemah. Aku gak akan menangis di depanmu, aku gak mau terlihat sebagai istri yang lemah dan menyedihkan di depanmu. Aku bukan gadis lemah dan bodoh yang mengiba-iba kepadamu, Mas. Suatu saat kamu sendirilah yang akan datang kepadaku mengiba dan memintaku mendampingimu, sebagai seorang istri. Terlalu sia-sia bila aku menghabiskan hari-hariku untuk meratapi dan menangisi perlakuanmu yang tidak beradab ini. Aku istri sahmu, tetapi kamu perlakukan aku seperti ini.
Sekarang kau bisa bersenang-senang dengan wanita itu, Mas. Silakan! Aku tak akan membalasmu, karena semua pembalasan datangnya dari Tuhan. Aku hanya debu, yang tidak berhak membalas kejahatan, terlebih kejahatan suaminya sendiri."
Khaira menyeka air mata di sudut matanya yang mengalir begitu saja. Khaira telah berkeyakinan walau pun hatinya sakit dan terasa sesak, ia hanya akan menangis di dalam kamarnya. Ia tidak akan membiarkan Radit semakin berbuat seenaknya karena menganggap dirinya hanya gadis cengeng dan lemah.
Selang hampir satu jam, suara ketokan terdengar di pintu kamar Khaira.
"Non Khaira... Ini Bibi, Non." Sapa Bi Tinah yang mengetuk pintu kamar Khaira.
"Iya Bi, masuk Bi, tidak dikunci kok."
Bibi Tinah melihat Khaira yang masih duduk di meja belajarnya dengan laptop yang kembali menyala.
"Non, Non Khaira yang sabar ya. Sebenarnya Den Radit itu anaknya baik kok Non. Mungkin karena harus menikah mendadak, Den Radit nya jadi seperti itu."
"Iya Bi, gak papa kok Bi. Oh, iya Bi... Tolong jangan sampai permasalahan di rumah ini diketahui Ayah Wibi dan Bunda Ranti ya Bi... Bagaimana pun aib suami, menjadi aib saya juga Bi."
"Non, kok Non ini bisa baik banget. Sabar juga. Iya Non, Bibi gak akan cerita ke Nyonya dan Tuan. Rahasia di sini aman bersama Bibi, Non."
"Makasih ya Bi..."
"Wah, ini foto pernikahan Non Khaira dan Den Radit kemarin ya? Bagus banget fotonya, cepat atau lambat Bibi berharap Non dan Den Radit bisa bahagia bersama seperti di foto ini."
"Amin... Terima kasih doanya ya Bi."
Khaira akhirnya tersenyum, setelah sepanjang hari bersedih dan sesekali menangis. Dia masih cukup beruntung karena ada Bi Tinah yang baik kepadanya. Bahkan doa tulus yang diucapkan oleh Bi Tinah dapat terasa sampai ke hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
Nur Inuhan
jangan sampai karma datang menyapamu Radit.
2023-07-15
0
guntur 1609
ini lab orang tua yg mengagnggap aesuatu dengan baik. gak tahunya dia malah membawa anaknya kedalm jyrang kesakitan yg lebih dalam. seharusnya orang tua jangan terlalu banyak ikut campur kedlam kehidupan rumah tangga anaknya. serahkan aemua kepada anknya. walupun nantinya jelek itu karna pikihan dia sendiri.
2022-12-16
0
Agata San
ngetik aamiin nya yg bener thor biar terkabul doany
2022-11-01
0