Malam pertama yang seharusnya direngkuh dalam penyatuan dua jiwa sepenuhnya, nyatanya hanya menjadi malam yang menyakitkan untuk Khaira. Ia sungguh tak mengira, mulut suaminya akan menusuk sepedas itu ke hatinya. Akan tetapi, Khaira hanya menangis dalam diam.
Tanpa berpikir panjang, gadis itu segera tertidur mengistirahatkan badannya yang begitu kecapean mengikuti segala prosesi pernikahannya. Tak lupa ia menutup tirai jendela kamar tidurnya dan mengunci kamar tidurnya. Sebagai gadis modern, tentu saja Khaira mengantisipasi apabila suaminya yang kejam itu mendadak memasuki kamar tanpa izin dan melakukan hal yang tidak-tidak. Sekali pun keduanya adalah pasangan suami istri yang telah halal, tapi Khaira tak ingin menjalani penyatuan dengan suaminya tanpa perasaan cinta. Khaira adalah gadis modern yang bisa mengantisipasi sebelum bencana itu terjadi. Memastikan seluruh ruangan aman, ia pun membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya.
Khaira tidak langsung tertidur, ia membayangkan bagaimana kehidupannya jungkir balik dalam waktu satu minggu. Potongan adegan demi adegan terlintas dalam bayangannya, bagaimana kebahagiaan orang tuanya mempersiapkan pernikahan, kehadiran keluarga besar yang membuat suasana rumah yang sepi menjadi ramai, hingga prosesi Akad Nikah, dan kini Khaira serasa terpenjara di kamar tidurnya yang asing ini.
Lelah mengingat-ingat memori dalam ingatannya, Khaira perlahan mulai terlelap ke alam mimpi. Melupakan kesedihan dan goresan luka di hatinya. Hingga pagi pun menjelang. Lantaran ini adalah hari minggu, dan praktis hari ini Khaira tak bisa keluar dari rumah.
Bangun pagi, ia sambut dengan ucapan syukur, sekalipun keadaannya sedang tidak baik-baik saja, tetapi ia tetap bersyukur. Dengan puji syukur kepada Allah sajalah, ia bisa kembali membuka mata, menghirup udara pagi, dan kembali beraktivitas, meskipun kini dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
Khaira langsung bergegas ke kamar mandi, menyegarkan dirinya. Usai mandi, dan mengaplikasikan serum dan krim perawatan wajah, Khaira memilih keluar kamar. Ia ingin ke dapur dan mencari makanan di sana, perutnya terasa lapar lantaran semalam tidur dalam keadaan perut kosong.
Turun dari anak tangga, Khaira disambut oleh seorang perempuan berusia nyaris separuh baya yang merupakan ART di rumah Radit.
"Pagi Non, saya Tinah... ART di tempat Den Radit."
"Pagi Bibi Tinah, saya Khaira, Bi."
"Ayo, silakan sarapan dulu, Non."
"Iya, terima kasih, Bi..."
Khaira mengikuti Bibi Tinah menuju meja makan yang letaknya tidak jauh dari dapur. Di atas meja makan, telah tersaji semangkok bubur ayam yang nampak menggugah selera Khaira.
"Bibi, buatkan bubur ayam untuk Non Khaira, silakan dimakan, Non..."
"Terima kasih, Bi... Oh, iya Bi, sudah berapa lama Bibi Tinah bekerja di sini?"
"Baru ini hari pertama, Non. Sebelumnya saya ikut Nyonya Ranti, setelah Den Radit menikah, Nyonya Ranti meminta saya untuk membantu Den Radit dan Istrinya di rumah baru ini."
"O... Makasih Bi Tinah sudah mau membantu kami di sini." Ucap Khaira berterima kasih kepada Bi Tinah, sekaligus ia beruntung karena mertuanya mempercayakan pekerjaan ART kepada Bi Tinah yang sudah mengenal betul keluarga suaminya.
"Non Khaira, mau Bibi buatkan minum apa? Mau susu, kopi, atau jus? Oh, kalau ada Teh Hangat saja, Bi."
"Baik Non, saya buatkan Teh Hangat dulu."
Tidak perlu waktu lama, Bi Tinah kembali dengan membawa secangkir Teh Hangat.
"Silakan Non, diminum Tehnya."
"Makasih Bi... Uhm, ini rumah kok sepi Mas Radit nya di mana?"
"Den Radit barusan keluar, Non. Sebelum Non Khaira turun, Den Radit nya keluar."
"O... Makasih Bi Tinah."
Khaira menghela nafas panjang, pagi pertamanya pun sebagai seorang istri harus dijalani seorang diri. Tanpa sapa suaminya. Khaira hanya mampu berkata pada dirinya sendiri untuk sabar. Tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain bersabar.
Usai sarapan selesai, Khaira kembali ke kamar. Ia menyalakan laptopnya di meja belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Sebab, ia tidak mengambil cuti kuliah, dan besok ia harus kembali ke kampus. Ketika tengah menyiapkan beberapa tugas, handphone Khaira berbunyi.
Ddrrrrttr.... Ddrrrrttr....
Ayah Calling.
Dengan segera Khaira mengusap tombol hijau di layar handphonenya.
[Halo. Assalamualaikum Ayah...]
[Wassalamu'alaikum Nak...]
[Ada apa Ayah?]
[Kamu sehat, Khai? Gimana bisa beradaptasi di rumah suami?]
[Sehat Ayah... Ya masih adaptasi Ayah, bagaimana pun ini baru hari pertama, Yah...]
[Belajar jadi istri yang taat ya Khai...]
[Iya Ayah...]
[Khai, siang ini Ayah akan suruh orang ke rumah Radit ya, biar mereka antarkan mobil kamu, bisa kamu pakai untuk kuliah besok.]
[Ah iya... Benar Ayah, makasih Ayah.]
[Baiklah nanti siang ya Khai, mobil kesayanganmu akan diantarkan ya. Belajar ya Anak Ayah. Jaga diri, jaga kesehatan, berbakti pada suami.]
[Iya Ayah. Makasih, Ayah dan Bunda juga sehat-sehat ya di sana.]
Khaira kembali meneteskan air mata mengingat perhatian Ayah dan Bundanya. Hasrat ingin kembali ke rumah, tetapi itu tidak mungkin karena orang tuanya pasti akan berpikir macam-macam bila ia kembali pulang ke rumah setelah semalam di rumah Suaminya.
Usai menerima telepon dari Ayahnya, Khaira kembali turun ke bawah. Tenggorokannya terasa kering, maka dari itu ia pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Satu gelas penuh ia isi dengan air putih, lalu meminumnya.
Glekkk.... Glekkkk....
Tenggorokannya mulai terasa lega.
Terdengar suara daun pintu terbuka, dari dapur tempatnya ia berdiri, terlihat Radit masuk ke dalam rumah, satu tangannya mendorong sebuah koper, dan tangan yang lainnya memegang erat pinggang seorang wanita cantik, tinggi, putih, dan terlihat dewasa. Khaira hanya melirik sekilas.
Radit nyatanya berjalan ke arah Khaira, dengan santai ia membawa wanita itu ke depan Khaira.
"Hei. Ini istri aku. Semalam aku sudah menikahinya secara siri, dan mulai hari ini dia akan tinggal di sini. Sayang, kenalin dia anak kecil cengeng yang dijodohkan Ayah denganku. Lupa aku, siapa namamu?" Dengan santai dan senyum penuh ejekan, Radit menyebut istrinya sendiri sebagai anak kecil yang cengeng.
"Halo, aku Felly... Istrinya Radit juga." Wanita yang menjadi istri siri Radit itu bernama Felly.
"Khaira..." Sahut gadis itu menyebutkan namanya perlahan. Setelah itu, Khaira melanjutkan kegiatannya di dapur untuk minum air putih.
"Ayo Sayang, aku tunjukkan kamar kamu. Eh, maksud aku kamar kita berdua..." Radit mengatakan itu keras-keras, dia berpikir Khaira juga akan bisa mendengarnya.
Benar saja, Khaira mendengar ucapan suaminya yang serasa racun itu. Sudah menyakiti, mendua hati, bahkan sekarang Khaira harus hidup bersama dengan madunya. Sungguh kenyataan hidup yang kejam.
Khaira menaruh kembali gelas yang habis ia pakai ke tempat cucian, ia hendak kembali masuk ke kamarnya. Namun, tiba-tiba ada suara orang mengetuk pintu.
Tookkkk.... Tookkkk.... Tookkkk....
"Ya, sebentar..." Sahut Khaira.
Khaira membuka pintu rumah itu, dan ternyata Pak Herman, supir Ayah Ammar yang datang.
"Non Khaira, saya kesini mengantar mobilnya Non. Kata Pak Ammar, supaya besok bisa dipakai Non Khaira untuk ke kampus. Ini kuncinya."
"Iya... Makasih ya Pak Herman."
"Iya Non, sama-sama. Dan, ini ada titipan dari Pak Ammar buat Non Khaira dan Mas Radit."
"Apa ini Pak?"
"Tidak tahu, Non. Nanti Non Khaira yang membuka sendiri saja. Kalau gitu, saya pamit, Non."
"Ya Pak... Makasih ya Pak Herman, tolong sampaikan salam saya untuk Ayah dan Bunda."
"Baik Non."
Khaira kembali menutup pintu rumah, dan ia bergegas masuk ke kamar. Terlalu lama di rumah ini justru membuatnya tidak nyaman. Lebih baik mengunci diri di dalam kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
senja
wahhh gila nih Radit,nikah siri Ama felli,cewek ga bener,klo bener seharusnya dia nolak dinikahin Ama laki laki yg udah beristri
2022-10-12
1
🌈 𝙎𝙩𝙚𝙥𝙝 𝙈𝙘𝙆𝙚𝙣𝙣𝙖
anjr lu radit, belom juga sehari jadi pasutri udh bawa ular aj lu
2022-06-05
2
Nai's House
suami biadab😕
2022-06-03
0