Hari Sabtu adalah hari libur bagi Radit dan Khaira, sejak pagi keduanya berada di rumah. Akan tetapi, keberadaan Felly sama sekali tak terlihat sejak semalam. Khaira tahu kalau istri siri suaminya tidak terlihat di rumah sejak semalam, tapi ia enggan untuk sekadar bertanya kepada Radit. Bagi Khaira, menjalani hidup sendiri-sendiri dan tidak ikut campur urusan orang lain adalah pilihan terbaik.
Aktivitas Khaira di dalam rumah, juga hanya sebatas kamar tidur dan dapur, ia sama sekali tidak pernah mengelilingi rumah suaminya itu. Berada di dalam kamar berjam-jam sudah menjadi kebiasaan Khaira. Tanpa televisi, hanya berteman telepon pintarnya dan beberapa buku.
Saat jam makan siang, Khaira turun ke bawah dan berniat untuk makan siang karena perutnya sudah kelaparan. Ia turun menuju meja makan, dan mendapati Radit terlebih dahulu sudah duduk di sana. Tanpa basa-basi, Khaira mengambil tempat duduk di depan Radit, lalu mengambil nasi putih dan sayur yang sudah dimasak Bibi Tinah.
"Jadi nanti mau berangkat jam berapa ke rumah Bunda?" tanya Radit sembari menyantap menu makan siangnya.
"Terserah." jawab Khaira singkat.
"Jam 3 aja gimana, supaya tidak kena macet."
"Hem." Khaira masih menjawab singkat dan terlihat enggan untuk mengobrol dengan suaminya sendiri.
"Hei, aku mau ngomong. Bisakah waktu di rumah Bunda kita terlihat sedikit akur?"
"Hem." sahutnya sembari menganggukkan kepalanya.
"Kenapa sih sejak tadi diajak bicara cuma jawabnya 'Hem-hem'. Itu enggak menghargai orang, tau enggak?" Radit agaknya mulai jengah dengan Khaira.
Khaira hanya diam, seolah tak terpengaruh dengan ucapan suaminya. Perilaku Radit yang menikah lagi tanpa persetujuan istrinya adalah tindakan yang jauh tidak menghargai orang lain.
"Jadi nyesel aku mau terima perjodohan dari Bunda dan Ayah. Kata mereka, calon istriku baik, tetapi faktanya enggak respons pembicaraan suaminya." Radit nampak mengoceh dan menghentikan kegiatan makannya.
Sementara Khaira justru mempercepat makannya, ia sudah merasa panas berlama-lama dengan suaminya di meja makan. Memang diam tidak menyelesaikan masalah, tetapi Khaira hanya ingin menghindari adu mulut dengan suaminya sendiri.
"Permisi, aku udah makan, mau kembali ke kamar."
Khaira pergi berlalu begitu saja dari hadapan Radit, dan ia menaikki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua.
Khaira mencoba menenangkan dirinya lagi, dia sepenuhnya sadar bahwa sikapnya memang cuek dan terkesan tidak menghargai suaminya. Namun, dengan sikap itulah Khaira mencoba bertahan. Komitmennya untuk tidak menunjukkan kelemahannya kepada suaminya justru membuat Khaira menjadi pribadi yang dingin dan cuek di dalam rumah.
Khaira melihat jam sudah hampir jam 2, ia segera mandi dan bersiap-siap pergi ke rumah mertuanya, tentunya bersama Radit. Khaira terlebih dahulu mandi, menyegarkan badannya. Usai mandi, ia memilih-milih harus mengenakan baju apa untuk ke rumah mertuanya. Lagipula, ini pertama kalinya bagi Khaira mengunjungi rumah mertuanya sejak menikah dengan Radit. Khaira ingin tampil sopan dan tidak berlebihan.
Akhirnya ia memilih menggunakan dress bunga berwarna toska, ia merapikan rambutnya dan membuat sedikit poni di keningnya. Tidak lupa Khaira menggunakan sedikit bedak dan sentuhan lip balm berwarna cerry. Riasan yang sangat sederhana, tapi membuat wajah Khaira semakin ayu.
Tepat jam 3, dia keluar dari kamar dan turun ke bawah. Rupanya di ruangan tamu, Radit telah siap juga menggunakan kemeja berwarna hijau mint. Khaira tidak mempedulikan Radit yang menatapnya, ia hanya terus menuruni anak tangga dan berjalan mendekat kepada Radit.
Usai itu, keduanya segera berangkat ke rumah Bunda Ranti dan Ayah Wibi dengan mengendarai mobilnya Radit. Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam, Radit sibuk mengemudikan stir mobilnya, sementara Khaira melihat pemandangan dari balik kaca jendelanya. Tiba-tiba Khaira teringat nasihat Bunda Dyah, "Kalau ke rumah mertua itu membawa buah tangan, sebagai tanda kasih sayang anak kepada mertua. Tidak harus mahal, dibawakan sesuatu oleh anak sendiri itu menyukakan hati orang tua."
Khaira pun berpikir harus membeli apa sebagai buah, akhirnya Khaira mengambil handphone di sling bag nya, dan bertanya kepada Bunda Dyah.
[Bunda, ini Khaira akan berkunjung ke rumah mertua. Bunda Ranti dan Ayah Wibi sukanya apa ya Bun?]
Pesan itu terkirim dengan segera dan tidak lama kemudian Bunda Dyah membalas pesan dari anaknya.
[Bunda Ranti dan Ayah Wibi suka Shiffon Cake atau Brownis, Khai... Kamu bisa bawakan itu untuk mertuamu. Salam dari kami untuk mertuamu ya...]
Khaira tersenyum membaca balasan dari Bunda Dyah, tidak disangka ternyata gerak-gerik Khaira yang sedang tersenyum sembari melihat handphone diamati oleh Radit. Tapi, pria itu enggan berkomentar, ia hanya sesekali melirik ke arah Khaira.
Setelah membaca balasan dari Bunda Dyah, Khaira kembali memasukkan handphone nya ke dalam sling bag nya. Kali ini, ia ingin mengajak bicara suaminya.
"Tolong kalau melewati toko kue berhenti sebentar, ada sesuatu yang harus kubeli."
"Hem." jawaban Radit kali ini juga hanya singkat.
Setelah beberapa menit berkendara, akhirnya Radit menepikan mobilnya terlebih dahulu di toko kue seperti permintaan Khaira. Melihat toko kue, Khaira pun segera turun dan berniat membeli buah tangan untuk mertuanya.
"Aku ke dalam sebentar, tolong tunggu." ucap Khaira kepada Radit, sembari keluar dari mobilnya.
Lagi-lagi, Radit hanya membalas "Hem."
Khaira berjalan cukup cepat memasuki toko kue, ia berniat membeli Shiffon Cake dan Brownis Panggang untuk Ayah Wibi dan Bunda Ranti. Selesai membeli kedua kue itu, Khaira kembali masuk ke dalam mobil Radit, tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada suaminya sendiri.
Perjalanan pun berlanjut, dan kini mereka telah sampai di rumah Ayah Wibi dan Bunda Ranti. Mobil yang dikendarai Radit segera memasuki pintu gerbang, terparkir rapi di samping mobil Ayah Wibi. Keduanya pun turun bersama dan mengetuk pintu rumah itu.
"Assalammulaikum Bunda... Ayah..." salam itu diucapkan Khaira begitu kedua mertuanya membuka pintu dan menyambut kedatangannya.
"Waalaikumsalam, anak Bunda... Sini masuk-masuk." sambut hangat Bunda Ranti dan Ayah Wibi.
"Terima kasih Bunda, Ayah... Bagaimana Bunda dan Ayah sehat? Ini sedikit buah tangan untuk Ayah dan Bunda." Khaira menyerahkan paper bag berisi kue yang ia beli saat dalam perjalanan.
Melihat Khaira yang menyerahkan kue yang baru saja dibeli dalam perjalanan, Radit pun melirik kepada Khaira.
"Ayah dan Bunda sehat, kalau ke sini gak usah repot-repot, Khai... Kalian mau datang mengunjungi kami aja, kami sudah seneng." sahut Ayah Wibi dengan suaranya yang terdengar bijaksana.
"Tidak apa-apa Ayah, ini tanda kasih sayang kami sebagai anak kepada Ayah dan Bunda. Lagian ini tidak seberapa." balas Khaira dengan tersenyum kepada kedua mertuanya.
"Gimana, Dit pernikahan kamu? Kalian bahagia kan? Wah, pengantin baru pakaiannya saja warnanya sama ya, hijau-hijau." Bunda nampak bercanda kepada anak dan menantunya satu-satunya yang kali ini datang dengan warna baju yang cukup senada, Khaira memakai hijau toska lembut, sementara Radit memakai warna hijau mint.
"Baik Bunda... Ini tadi enggak sengaja bisa nyaris sama milih warna bajunya kok Bunda. Hehehehe..." Radit tersenyum dan masuk ke dalam kamarnya ketika masih satu rumah dengan orang tuanya. Ia meninggalkan Khaira yang masih betah mengobrol bersama Bunda Ranti dan Ayah Wibi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
Alea
emangnya kamu menghargai orang
menghargai istri mu
2023-11-17
0
antha mom
semangat ya Khaira,, yg sabar,, kalau Radit masih juga selingkuh biar kita pites aja dia
2023-05-03
0
Dianita Indra
next
2022-02-11
1