Tettt
Bel yang selalu di tunggu-tunggu para siswa itu akhirnya berbunyi juga. Anak-anak di kelas Sha menghela nafas lega karena pelajaran matematika dari Pak Imran telah berakhir, rasanya ingin segera rebahan di kasur pikir mereka.
Begitu pula Sha, Bila dan Naila yang langsung membereskan barang mereka untuk segera pulang. Mereka bertiga bercanda ria sepanjang koridor, mentertawakan Nai yang hampir tidur ketika pelajaran Pak Imran tadi. Sesampainya di gerbang Nai menepuk pelan dahinya dan segera berlari menghampiri seorang cowok yang sudah menunggunya sejak tadi itu.
“Maaf ya gue lupa.”
Yusuf melirik kea rah sahabat Nai yang menatap mereka dengan tatapan bertanya. Yusuf menggerakan bola matanya ke arah Nai dan sahabatnya. Setelah di rasa mengerti Yusuf menunggu Nai sambil menaiki motornya.
“Maaf ya gue duluan ada urusan besok gue jelasin.” Nai terlihat buru-buru entah karena memang buru-buru atau menghindari tatapan tajam Bila.
“Ish tuh anak ya,” gerutu Bila kesal.
“Udah Bil kenapa harus emosi sih.” Sha mencoba menenangkan Bila.
“Ya masa dia-“ Bila tidak jadi melanjutkan ucapannya ketika melihat raut wajah sedih Sha.
Bila merangkulnya dan bertanya apakah Sha baik-baik saja. Sha hanya menjawab senyuman yang bila yakin terpaksa. Bila menyesal karena tidak bisa menemani Sha menunggu angkot.
“Sha gue duluan ya.”
“Iya Bil udah sana kasian supir kamu.”
Seperti biasa Sha menunggu angkutan umum di halte sendirian karena Nai dan Bila sudah di jemput oleh supirnya. Oh iya soal kejadian tadi pagi dia juga sudah sedikit lupa, karena dia gak mau persahabatannya hancur cumaa gara-gara hal sepele kayak tadi. Dia juga tidak menanyakan hal tadi kepada Nai dan Nai juga tidak membahasnya.
Saat sedang menunggu angkot , tiba-tiba datang motor ninja merah menghampirinya, Sang pengendara membukaa helm nya dan terlihatlah sosok Akbar.
Iya yang naik motor ninja itu Akbar yang mengajaknya untuk pulang bareng. Awalnya sha menolak tapi akbar terus memaksanya dan menakut-nakutinya agar dia mau pulang bareng dengannya. Setelah mau diajak pulang bareng Akbar mengarahkan motornya menuju mall terlebih dahulu.
“Loh kak ko kita kesini sih, ini kan bukan arah pulang ke rumah aku kak.”
Sha bingung karena ini bukan arah ke rumahnya, meski memang masih termasuk sama dengan daerahnya tetap saja seharusnya bukan kesini arah rumah Sha.
“Oh itu mau ke mall dulu beli kado, nanti malam mamahnya Yusuf ulang tahun,” teriak Akbar karena takut Sha tidak mendengarnya.
Sesampainya di mall Sha langsung turun dan Akbar memarkirkan motornya terlebih dahulu, dengan santai Akbar menggandeng tangan Sha dan mengajaknya masuk. Sha yang risih pun segera melepaskan tangan Akbar.
Mereka pun berjalan beriringan di mall sambil melihat-lihat toko yang menurut akbar bagus.
“Inget gak pertama kali kita ketemu di toko souvenir deket mall ini.” Akbar berbicara seraya membayangkan waktu dia pertama kali bertemu dengan sha.
Sha pun hanya menunduk karena malu akan kejadian waktu itu. Sha tidak sadar kalau Akbar memperhatikannya karena Sha terus menunduk sampai-sampai tidak sadar bahwa mereka sudah sampai di tempat tujuannya yaitu toko sepatu..
“Emang lantai lebih menarik ya daripada gue sampai dari tadi lo nunduk aja. Emang lo cari apaan sih?” Akbar menunduk sambil celingukan ke bawah lantai.
“Emm, gak apa-apa kok ka,” jawab Sha sedikit gugup.
Akbar pun mengajak Sha untuk masuk ke dalam toko sepatu. Disana mereka disambut oleh penjaga toko, Akbar menanyakan beberapa merk sepatu dan penjaga toko tersebut menyuruh Akbar mengikutinya sehingga Akbar mengikuti penjaga toko tersebut dan meninggalkan Sha sendiri.
Sha yang di tinggal pun melihat-lihat sepatu yang ada disana. Sha terpaku melihat sepatu berwarna peach dengan hiasan bunga di tengahnya. Dia jadi membayangkan jika dia yang memakai sepatu tersebut hingga tepukan di bahunya menyadarkannya. Buru-buru Sha menepis khayalannya saat melihat Akbar sudah kembali ke hadapannya dengan membawa dua buah sepatu.
“Emm Sha menurut lo lebih bagus yang hitam atau tosca?” tanya Akbar seraya memberikan sepatu tersebut kepada Sha untuk di lihat.
Sha terdiam sejenak memperhatikan dua sepatu wanita di tangannya.
“Menurut aku lebih bagus yang hitam kak, kesannya lebih simple dan elegan tapi tidak menghilangkan sisi glamournya.” Sha tersenyum manis dan memberikan sepatu tersebut lagi kepada Akbar.
“Yasudah mbak saya ambil yang hitam ya,” ucap akbar kepada penjaga toko tersebut seraya memberikan sepatunya untuk di bungkus dan di nota.
Akbar pun membayarnya dan setelah itu mereka menuju foodcurt untuk makan terlebih dahulu. Sha hanya setuju saja untuk makan dulu meski sedikit cemas karena pasti pulang telat. Untung dia sudah mengabari ibunya terlebih dahulu jika akan pulang telat.
“Sha mau pesan apa?”
Mereka masuk ke salah satu restoran yang terkenal dengan steaknya itu. Pelayan merekomendasikan makanan andalan restoran itu, Akbar sepertinya tertarik untuk mencobanya jadi dia memesan itu.
“Samain aja kak.”
“Oke mbak yang tadi 2 ya.”
“Baik di tunggu ya mas, mbak.”
Sha terlihat gugup dan memilin-milin baju seragamnya. Akbar yang heran lantas bertanya.
“Kakak beli sepatu itu buat Mamanya kak Yusuf?” tanya Sha penasaran.
Akbar hanya mengangguk karena pelayan mengantarkan pesanan mereka.
“Hmm.”
“Kenapa Sha?” Akbar menaikan alisnya.
“Kok kakak tau sih ukurannya no berapa?”
“Tadi nanya Yusuf.”
Sha hanya ber oh saja. Keduanya kembali terdiam dan memakan pesenan mereka.
“Kak, kok kakak ngajak aku sih katanya sudah kenal dengan Nai?” Sha berujar dengan gugup takut salah ngomong.
“Gak boleh emangnya?” Akbar bertanya balik yang membuat Sha kikuk.
“Boleh sih tapi..”
“Nai.” Akbar melanjutkan kalimat Sha. Sha hanya mengangguk.
“Gue itu udah nganggap Nai seperti adik sendiri apalagi gue anak tunggal, bagi gue Nai seperti adik yang harus di lindungi.”
Nai pasti meleleh mendengar ucapan Akbar. Tunggu dulu kalau menganggap adik berarti..
“Jadi kakak hanya anggap Nai sebagai adik?” tanya Sha kaget.
“Huum, Nai itu cerewet dan paling seneng cari perhatian orang. Mungkin karena jarang di perhatikan orangtuanya kali jadi sering main ke rumah gue.”
“Memang orangtua Nai kemana?” sepertinya Sha sudah tertular virus keponya Nai.
“Setau gue sih kerja, gak taulah kerja apa sampai gak merhatiin anaknya. Bahkan waktu itu anaknya di rumah sakit aja Cuma di tengok sehari aja abis itu di tinggal lagi untung ada Mama gue yang jagain.”
Sha kaget kalau ternyata Nai memang anak yang selalu mandiri yang selalu menahan semuanya sendiri, Nai yang ceria pasti sedih di tinggal-tinggal orangtuanya.
“Sha sudah selesai?” Sha hanya menagguk.
“Pulang yuk,” ajak Akbar yang hanya di angguki oleh Sha.
Selesai makan mereka bergegas untuk pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Di sepanjang perjalanan pulang kali ini mereka terlibat dalam pembicaraan seru seolah bertemu dengan teman lama yang telah akrab. Sha juga heran dirinya kok bisa seterbuka itu kepada ornag asing padahal dengan Bila saja butuh penyesuaian yang lama.
“Terima kasih kak sudah di anterin dan diajaka makan.”
Sha tulus berterima kasih karena hari ini Akbar banyak membuatnya bicara dan tertawa.
“Lah gue yang harusnya berterima kasih karena hari ini lo udah mau gue ajak jalan juga beli kado hehe.” Akbar terlihat salah tingkah entah karena apa. Sha jadi ikut tersenyum.
“Kalau gitu gue pulang dulu ya Sha salam ke orangtua lo, maaf ya gak pamitan karena sudah ada janji mau jemput nyokap.”
“Oh iya gak apa-apa kak."
“Sekali lagi terima kasih ya,” ucap Akbar tulus.
“Sama-sama, hati-hati di jalan ya kak.”
Akbar melambaikan tangannya dan Sha masuk ke dalam rumah. Setelah berbasa-basi dengan Ibunya yang sedang menonton televise Sha langsung pamitan untuk masuk ke kamar.
Sesampainya di kamar Sha langsung merebahkan tubuhnya karena merasa hari ini sangat lelah belum lagi besok harus sekolah. Dia pun segera bangkit karena ibunya memanggilnya untuk makan dan bersih-bersih.
***
Nai meminta Yusuf untuk ke rumahnya terlebih dahulu karena Nai tidak mau ke mall dengan memakai seragam. Setelah mengajak Yusuf masuk, Nai segera ke kamarnya untuk berganti pakaian.
Tak lama nai pun keluar dengan memakai blouse biru muda dengan celana jeans senada yang sedikit girly serta tangannya membawa slin bag silver. Yusuf pun sempat terpesona dengan kencantikan Nai yang menjepit sedikit rambutnya disisi kanan dan memakai lip tint pink membuat wajah Naila yang memang alami tanpa polesan make up menjadi semakin cantik. Yusuf pun terbengong melihatnya.
“Maaf ya kak lama,” sambil mengecek barangnya karena takut ada yang tertinggal.
Tidak mendengar reaksi Yusuf, Nai pun mendongkakkan kepalanya dan langsung bertatapan denga mata Yusuf yang tegas.Nai merasa jantungnya berdetak begitu cepat seolah seperti di kejar sesuatu. Segera saja Nai mengalihkan pandangan ke arah lain.
“Kak ko bengong , ada yang salah yak sama pakaian gue,” sambil merapikan pakaiannya dan mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Yusuf.
“Eh enggak kok lo cantik,” ucapanya memelankan kata cantik tapi nai jelas mendengarnya karena jarak mereka tidak begitu jauh.
Sontak hal tersebut membuat nai menjadi blushing. Nai mengatasi kegugupannya dengan mengajak Yusuf untuk segera berangkat, takut nanti pulangnya ke malaman.Setelah mereka berpamitan kepada pembantu Nai mereka segera berangkat.
Selama perjalanan tak ada yang memulai percakapan, Nai memegang erat punggung Yusuf yang tegap sedangkan Yusuf diam-diam melirik Nai yang ada di boncengannya. Entah sejak kapan Yusuf mulai menyukai waktunya ketika bersama Nai.
30 menit kemudian akhirnya mereka sampai di tujuan yaitu mall yang terkenal di Bandung. Mereka pun mulai memasuki pelataran mall, pertama-tama mereka memasuki toko souvenir. Seperti tujuan awal Yusuf mengajak Nai jalan yaitu untuk membantunya memilih kado untuk ulang tahun mamahnya besok malam.
Mereka mulai melihat-lihat setelah dirasa tidak ada yang cocok mereka keluar lagi dari toko tersebut, sebenarnya Nai yang memilih tenpat dan Yusuf hanya mengikutinya saja. Nai mengajak Yusuf untuk ke toko perhiasan dan mereka pun masuk ke toko perhiasan. Nai yang bingung tidak tahu mau ngapain akhirnya Nai melihat-lihat kalung yang ada di etalase.
“Kak biasanya mama kakak suka kalung atau perhiasan yang bagaimana?” tanya Nai sambil melihat perhiasan di toko tersebut.
Yusuf menggaruk tengkuknya bingung, dia juga tidak tahu. Nai hanya pasrah saja saat Yusuf tidak memberikannya arahan. Mata Nai langsung menuju kalung berbandul bunga dengan permata merah muda di tengahnya.
“Kak kalau ini bagaimana, coba lihat?” Nai pun menunjukkan sebuah kalung yang dirasa cantik itu kepada Yusuf.
“Kalung itu bagus, kalau lo suka dengan kalungnya kita bisa ambil itu buat kado.“ Yusuf berkomentar membuat Nai lega.
Tidak sengaja mata Nai melirik ke arah cincin permata merah mudah yang berbentuk love di tengahnya. Yusuf memperhatikan arah mata Nai. Nai langsung mengalihkan perhatian begitu Yusuf menatapnya.
“Jadi menurut lo kalung tadi bagus gak?” tanya Yusuf memastikan.
“Bagus kok sepertinya cocok untuk Mama lo. Tidak terlalu mencolok tapi terlihat mewah kalau di pakai, apalagi sama Mama lo.”
“Ya sudah ayo gue pilih yang ini aja ayo kita ke kasir,” ajak Yusuf.
“Nai ada yang ingin lo beli?” tanya Yusuf ketika setelah mereka keluar dari toko perhiasan.
“Hmm.” Nai tampak berpikir lalu dirinya mulai menarik Yusuf untuk berkeliling di mall.
Setelah puas berkeliling akhirnya mereka pun makan di rumah makan favorit Nai yang menurut Nai sangat enak itu. Yusuf hanya mengikutinya, dia tidak mungkin menolak melihat bagaimana energiknya gadis itu ketika Yusuf menawarkan akan mentraktirnya makan.
Pesanan mereka dalam proses pembuatan dan sekarang Nai serta Yusuf sudah duduk dengan manis di meja dekat jendela yang bisa melihat ke mall. Nai terlihat asik menikmati suasana restoran yang ramai pengunjung itu sambil sesekali melihat ke dalam mall yang juga ramai pengunjung.
Yusuf yang bingung pun mulai membuka ponselnya karena tidak ada kegiatan, sampai pesanan datang fokus kedua remaja itu teralihkan dan Nai langsung antusias untuk makan.
“Pokoknya kak lo harus cobain menu ynag gue pilihin ini.” Nai menyodorkan sebuah piring ynag berisi makanan kepada Yusuf.
Nai menunggu dengan cemas-cemas komentar Yusuf, ekspresi Nai yang menggemaskan membuat Yusuf sengaja memelankan kunyahannya.
“Enak,” komentar Yusuf yang membuat Nai tersenyum lebar kemudian mulai memakan pesanannya.
“Emm, Nai makasih buat hari ini sudah mau nemenin saya beli kado,” sambil memakan makanannya dan menyodorkan kotak persegi kepada Nai.
“Iya sama-sama kak. Oh iya ini apaan?” Nai tidak mengira jika Yusuf akan memberikan hadiah kepadanya.
“Hanya sebagai rasa terima kasih karena lo udah mau nemenin hari ini.”
Nai membuka kotak tersebut alangkah terkejutnya sat membukanya , ternyata itu merupakan cincin yang dilihatnya tadi.
“Ini buat aku kak.” Nai setengah tak percaya dan sempat mencubit dirinya sendiri yang membuat Yusuf terkekeh pelan melihat kelakuannya.
“Iya, sebagai rasa terima kasih buat lo.”
Nai sedikit terharu dengan pemberian hadiah yang tidak di duga ini, padahal ulang tahunnya saja masih jauh.
“Wah maksih banyak ya kak,” ucap Nai tulus seraya memakai cincinnya yang ternyata sangta pas di jari manisnya.
“Gue akan pakek ini kalau ada acara besar kak,” janji Nai dengan semangat dan binary bahagia dari sorot matanya.
“Kok gak setiap hari sih Nai?” tanya Yusuf heran.
“Kak lo lupa kalau sekolah kita melarang siswi-siswinya memakai perhiasan kecuali anting untuk perempuan.”
“Hehehe iya.”
“Habis ini mau langsung pulang?”
Nai memutar bolanya sedikit malas. Matanya melirik ke arah belanjaan yang sudah memenuhi kursi di samping Nai itu.
“Lo gak liat kak belanjaan gue udah banyak, ntar kalau tekor bisa diamankan lagi atm gue.”
Lagi-lagi Yusuf hanya terkekeh dengan penuturan Nai. Memang benar mereka berkeliling mal sudah hampir tiga jam.
Selama berkeliling pun Nai selalu memakan cemilan atau minum minuman hits. Untung saja Yusuf bukan orang yang mudah capek dan lapar sehingga kuat mengikuti keinginan Nai.
“Jadi mau langsung pulang nih?” goda Yusuf ketika mereka keluar dari mall.
Mata Nai mendelik dan menyodorkan belanjaan yang ada di tangannya ke arah Yusuf. “Gak nanti gue kalap.”
“Jadi segini belum kalap?” tanya Yusuf heran.
Nai hanya menggeleng polos dan berjalan mendahului Yusuf yang terbengong. Yusuf jadi berpikir apakah setiap cewek juga seperti Nai kalau sudah belanja. Yusuf heran kalau misalny asetiap belanja segitu banyaknya apakah barangnya tidak akan menumpuk. Hah sudahlah hanya cewek yang tau masalah itu. Lebih baik sekarang segera mengantar Nai dan juga pulang dia sudah lelah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Adining Wuri Kartika
semangat kak!!!..
2020-06-04
0