Sha bangun pagi dengan semangat karena hari ini merupakan hari pertamanya sekolah di SMA Bina Pendidikan. Selesai sarapan dan menyiapkan bekal dia langsung pamit dan bergegas ke sekolahnya takut kena macet. Sesampainya di sekolah Sha menunggu Bila di depan gerbang, sesuai dengan percakapan mereka tadi malam siapapun yang sampai duluan di sekolah harus menunggu di depan gerbang.
Melihat tidak ada Bila atau Nai, Sha pun memutuskan untuk menunggu mereka di depan gerbang sebelum masuk kelas. Tidak lama Bila pun datang dengan diantar supirnya. Setelah itu langsung menghampiri dan merangkul Sha.
“Sha ayo kita ke kelas.”
“Gak nunggu Nai Bil.”
“Nanti tunggu di kelas ajalah, gue belum sarapan nih,” ujar Bila sambil mengayunkan kotak bekal yang di bawanya. Sha hanya mengangguk dan pasrah ketika Bila menyeretnya untuk masuk kelas.
***
Keributan terjadi di rumah Akbar karena Nai terus ingin ikut ke sekolah dengan Akbar. Walaupun Akbar sudah menolaknya tapi Nai tetap teguh pendirian.
“Akbar ya ya gue nebeng.” Nai berkata dengan puppy eyes nya yang membuat Akbar mendelik bukannya lucu tapi pengen muntah ucapnya dalam hati.
“Nai gue gak mau ada gossip aneh-aneh ya,” peringat Akbar.
“Gak bakalan kok tenang aja.” Nai berucap dengan nada meyakinkan.
Akbar pun pasrah malas melawan Nai yang kepala batu dan mamanya malah menyuruh mereka bareng lagi.
Akhirnya mereka pun berangkat bersama ke sekolah. Sampai di sekolah mereka menjadi tontonan para siswa karena baru kali ini mereka lihat akbar sang most wanted sekolah memboncengi seorang cewek dan cewek tersebut masih kelas 10.
Akbar yang risih pun melepaskan tangan nai yang bergelanjut manja di tangannya dan dengan segera meninggalkan nai sendirian sehingga gadis tersebut mengerutu.
Sepanjang jalan Nai pun menggerutu karena di tinggal begitu aja oleh Akbar. Nai datang dengan wajah bête lalu mengahmpiri kedua sahabatnya yang sedang asik berbincang itu.
“Kenapa tuh wajahnya kusut amat pagi-pagi begini” tanya Bila sambil memakan roti lapisnya.
“Ada masalah Nai?” Sha bertanya dengan nada khawatir.
Nai pun menatap keduanya dengan serius. “Menurut lo salah gak kalau cewek nembak duluan?”
“HAHH!!!” mereka berdua terkejut dan Bila segera minum karena tersedak.
Sedangkan Sha enggan berkomentar karena dia teringat kejadian di lapangan. Bila yang tengah melihat ke arah Sha seketika paham perasaan Sha.
“Nai lo tuh ya gak inget apa kejadian pas di lapangan udah deh gak usah aneh-aneh,” peringat Bila yang hanya di jawab cengiran dan permintaan maaf oleh Nai.
“Habisnya..” bela Nai.
“Udah deh sekolah yang rajin biar peinter lo.” Bila mengusap kepala Nai sambil berlalu ke luar.
Nai cemberut. “Mau kemana Bil?” teriak Nai kepada Bila yang masih di ambang pintu.
“Mau ke kantin beli minum, mau ikut” Nai menggeleng.
Naila kini menghadap dan menatap Sha.
“Sha lo kenal Akbar?”
“Hmm.”
“Darimana?”
“Kak Akbar orang yang waktu itu gue ceritain di toko souvenir.”
“APAAA!” kaget Nai yang membuat seisi kelas menatap ke arahnya. Nai hanya nyengir saja ketika ada yang protes suaranya mengganggu.
Kini perhatian Nai kepada Sha, sedetik menatap Sha lalu kemudian berdecak. Sha yang sedang membaca pun menatap Nai.
“Ada apa Nai?” tanya Sha mengalihkan pandangannya kepada Nai.
“Lo tau Akbar kan?”
Sha hanya mengangguk dan berniat untuk melanjutkan membaca, tapi tangan Nai langsung menutup bukunya dan menggeser bukunya ke samping. Kini Nai menopang dagu di hadapan Sha dengan mata serius memangdang Sha.
“Sha lo tau kan kalau gue suka Akbar.”
Sha hanya mengangguk lagi tidak mengerti arah pembicaraan Nai akan kemana.
“Sha lo tau kan kalau Akbar itu irit ngomong?” Nai menatap Sha yang seperti berpikir sejenak dan tidak langsung menjawab pertanyaan Nai.
Kepala Sha menggeleng membuat Nai heran.
“Maksudnya?” kini giliran Nai yang bingung dengan Sha.
Tenggg
Bel berbunyi membuat mereka berdua menyudahi obrolannya, Nai masih di temapat duduknya yang menghadap kea rah Sha.
“Shan nanti lanjut lagi ya.” Sha hanya mengangguk. Nai berbalik bertepatan dengan kedatangan Bila.
Kini mereka serius memperhatikan guru Bahasa Indonesia yang akan menjadi wali kelas mereka. Setelah perkenalan dan pemilihan organisasi kelas mereka pun memulai pelajaran Bahasa Indonesia dengan kondusif.
***
Saat isitirahat tiba Nai langsung membalikan badannya menghadap Sha bahkan menghiraukan Bila yang mengajak mereka ke kantin.
“Sha, Nai ayo dong ke kantin laper nih,” rengek Bila karena keduanya tak kunjung beranjak dari tempat duduk.
“Aduh Bil nanti aja deh pulangnya gue gak laper lo sama Siska atau siapa kek ke kantin nya gue mau ngobrol serius dengan Sha.” Nai menjawab dengan nada kesal karena sesi tanya jawabnya terus saja di ganggu.
“Ah gak asik lo mah.” Bila pun tidak jadi ke kantin dan memilih memakan bekal Sha.
Bila asik dengan memakan nasi gorengnya sedangkan Nai menatap Shad an yang di tatap hanya cuek membaca buku.
“Sha.” Nai memberenggut dan kembali menyingkirkan buku yang dibaca Sha.
“Kalian kenapa sih?” tanya Bila heran menatap kedua orang itu.
“Lo tau gak Bil cowok yang ketemu Sha di toko souvenir itu Akbar.”
“Whaattt!!”
Untung saja Bila sudah menelan nasi gorengnya kalau tidak pasti sudah menyembur ke Nai dan Sha atau dia yang tersedak.
“Tunggu, tunggu.”
“Maksudnya apa nih, cowok yang ganggu Sha di toko itu Akbar, gitu?”
Shad an Nai serempak mengangguk. Kini nasi goreng buatan Sha yang menurut Bila enak itu tidak menarik lagi dan menjadi memperhatikan mereka berdua.
“Kok bisa?” heran Bila.
Sha pun menceritakan kronologinya tanpa ada yang kurang sedikitpun, mereka mendengarkan dengan seksama dan tidak berani membantah ataupun menyela ucapan Sha sebelum cerita selesai.
“Jadi menurut lo Akbar itu gak benar-benar cuek Sha?” Bila bertanya kepada Sha.
“Menurut aku sih gak, dia terkesan sksd kepadaku waktu itu.”
“Waktu pertama kali Nai nujunkin Akbar aku juga kaget, apa benar cowok itu yang di toko itu atau bukan, tapi setelah di perhatikan memang benar kok.”
“Selama ini gue gak pernah akrab dengan Akbar bahkan Akbar seperti benci banget dengan gue, makanya gue heran Sha kok bisa akrab dengan Akbar,” cerita Nai.
“Gue kira bener apa yang di ucapin tante itu.”
“Ucapan apa Nai?” tanya Bila tak sabar.
“Mamanya Akbar cerita ke gue kalau Akbar itu dingin ke cewek karena mungkin dia belum bisa lupain masa lalunya.”
“Dan pas gue ketemu dia juga gitu ketus dan dingin walau kadang baik sih.”
“Tapi gue emang belum pernah liat sih dia ramah ke cewek kecuali mamanya.”
“Sha bantuin gue ya biar bisa deket sama Akbar.”
Uhukkk
Sha tersedak minumannya mendengar perkataan Nai. Sha menatap Nai horor, Nai tidak salah kan memintanya untuk mencomblangkan Nai dengan Akbar.
“Nai aku gak bisa.”
“Loh kenapa?” tanya Bila heran.
Sha pun tidak tahu jawabannya kenapa kata itu meluncur saja dari mulutnya, dirinya pun dilanda gelisah apa yang membuatnya tidak enak jika menjodohkan mereka toh bukannya bagus kalau mereka jadian.
“Bukan gak bisa tetapi akan lebih baik kalau kamu yang mulai pendekatan dengan pelan-pelan, Akbar baik kok.” Sha memberi alas an yang membuat Nai frustasi.
“Gimana mau di deketin sih kalau gue ada di dekatnya aja dia nganggap gue seperti kuman, mungkin dari radar 1 km aja dia udah tau keberadaan gue,” ucap Nai frustasi.
Bila mengelus punggung Nai sedang Sha hanya bingung dengan situasi seperti ini, dia tidak tahu harus bagaimana. Bel masuk menyelamatkan pikiran Sha agar tidak berlarut memikirkannya.
***
“Nai, Sha gue duluan ya,” teriak Bila di depan pintu ketika mereka sedang membereskan barangnya.
Bila buru-buru pulang karena ada les tambahan hari ini. Nai yang telah selesai menunggu Sha agar mereka bisa bareng ke parkiran. Mereka jalan bersisian sambil sesekali membicarakan pelajaran yang baru masuk saja sudah ada tugas.
Naila memang bukan anak yang terbilang pintar seperti Sha dan Bila maka dari itu dia selalu bertanya kalau ada pelajaran yang tidak mengerti.
Di tengah perjalanan Sha berhenti karena ingin buang air, Sha menyuruh Nai untuk duluan saja dan tidak perlu menunggunya karena takutnya Sha lama di kamar mandi. Nai sempat protes tapi Sha meyakinkan Nai untuk tidak di tunggu, takutnya supir Nai sudah di depan.
Sha yang memang belum hafal dengan letak semua toilet di sekolah ini mencari-carinya sampai tidak sadar naik ke lantai 2. Disana akhirnya dia bisa menemukan toilet yang banyak pengunjung untuk berganti pakaian. Terpaksa Sha menunggu, untung saja dia sudah bilang pada Nai untuk tidak menunggunya.
“Ah leganya.”
Sha berkata seolah telah lolos dari ujian hidup paling berat. Sha berjalan keluar dan menuju gerbang sekolah. Beberapa ratus meter dari hadapannya Sha melihat Nai masih ada di depan pos satpam. Apa Nai menunggunya. Saat Sha akan menghampirnya tiba-tiba datang motor ninja yang di hafalnya ke hadapan Nai. Mereka terlihat bertengkar kecil sebentar.
“Ah siap kenapa sopir gue mendadak mengantar mama ke bandara sih lalu gue pulang naik apa?” tanya Nai berteriak frustasi.
“Lo belum pulang?”
Bukannya menjawab Nai malah meneliti motor yang datang menghampirinya itu. Sambil mengangkat alisnya Nai menatap bingung pengendara yang merupakan kakak kelasnya itu.
“Mau bareng, ayo,” ajak cowok itu yang membuat nai tersentak.
“Ayo, naik gue anter kebetulan rumah kita searah,” ucap sang pemilik motor yang tak lain dan tak bukan adalah sang ketua osis.
“Em, makasih kak tapi udah mau dijemput kok. Lagian nanti kalau aku pergi Sha gak ada temennya lagi.” Nai mencoba menolak secara halus ajakan kak kelasnya itu dengan alasan di jemput dan menunggu Sha, padahal boro-boro di jemput supirnya itu tidak memberinya kabar sama sekali, awas saja.
“Udah lah lo ikut aja, jangan banyak alasan lagian bentar lagi ujan loh.”
Pertahanan Nai goyah karena dia paling takut dengan hujan dan petir. Akhirnya dia pun mengangguk. Nai pun menaiki motor kakak kelasnya tersebut, motor kemudian melaju.
Sha yang melihat itu memegangi dadanya yang sedikit ngilu. Belum sembuh lukanya kemarin kini di tambah lagi, sebenarnya dia juga tidak tahu entah sejak kapan dia mulai menyukai kakak kelasnya tersebut. Dia merasa kecewa dan juga sedikit sakit hati saat kakak kelasnya itu mengantar Nai pulang Lah tapi Sha kan bukan siapa-siapanya kakak kelasnya itu.
Sha pulang dengan berjalan kaki, tidak dihiraukannya guntur yang saling bersahutan itu juga awan mendung yang seolah akan mengguyurkan airnya saat itu juga.
Dia tidak peduli itu karena kondisinya saat ini sedang tidak baik-baik saja, lebih tepat sih kondisi hatinya. Hatinya sakit saat Nai yang mendapatkan tawaran pulang bareng itu bukan dirinya padahal jelas-jelas yang menyukai ketos tersebut adalah dirinya.
Hujan deras itu seolah momen yang tepat untuk dia menangis dan seperti tau bahwa dirinya sedang bersedih. Sha tidak menghiraukan hujan yang semakin menusukkan hawa dingin ke tubuhnya, justru dia seolah tenggelam dengan kesedihannya itu, bersama hujan.
Dengan keadaan yang basah kuyup , Sha sampai dirumah juga. Ibunya sedikit terkejut melihat kondisi anaknya tetapi tetap menyambutnya dengan hangat.
“Sha, kamu ini kebiasaan kalau hujan itu neduh dulu . Gini kan jadinya,” omel ibunya tapi tetap saja dengan perasaan khawatir.
Sha hanya diam saat dirinya digirng ibunya ke kemar mandi dan menyuruhnya untuk segera berganti pakaian. Untung ibunya sudah masak air hangat jadi Sha bisa mandi air hangat. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian Sha menghampiri Ibunya yang sedang membuat wedang jahe.
“Ini diminum, minum juga obatnya.” Ibunya mengulurkan secangkir wedang jahe juga obat paracetamol.
“Ih ibu Sha gak apa-apa kok, kan Sha suka hujan dan sering hujan-hujanan. Jadi hujan segini mah belum seberapa kok bu,” ucapnya menenangkan hati ibunya. Setelah selesai dia pergi kekarnya dan akhirnya matanya terpejam karena kecapekan.
***
“Makasih ya kak,” ucap Nai tulus saat sudah sampai di rumahnya.
“Ya sama-sama,” jawab Yusuf datar.
Nai sempat heran orang ini emang irit ekspresi apa gimana.
“Pinjem hp lo,” pinta Yusuf.
Belum sempat Nai betanya hp yang kini ada di tangannya sudah di rebutnya. Sudah dingin pemaksa pula, tidak sabaran pula. Nai tersentak ketika tangan besar itu menyentuh tangannya, mengembalikan ponselnya.
“Makasih, gue pulang dulu.”
Yusuf pamit begitu saja membuat Nai semakin bengong. Itu orang kenapa ya selalu bertindak di luar perkiraan saja. Sudahlah daripada memikirkan dia lebih baik masuk dan segera mandi. Sebentar lagi juga sepertinya akan turun hujan. Huhh Nai harus melewati petir dan hujan sendirian lagi, ayo Nai lo pasti bisa.
Malam harinya Sha bangun dengan kadaan badan yang sangat panas, badanya pun sulit untuk di gerakan apa ini efek hujan-hujanan kemarin ya. Ibunya masuk ke kamarnya dan menyuruhnya untuk berbaring kembali. Ibunya membawa semangkuk bubur juga air panas dan sapu tangan, Sha pun mengecek dahinya, panas.
Setelah memakan semangkuk bubur yang habis tandas karena memang belum makan sejak siang tadi. Ibunya langsung mengompresnya dan menyuruh nya untuk kembali tidur agar besok bisa sekolah.
Setelah meminum obat penurun panas Sha mencoba memejamkan matanya. Ibunya masih menunggunya untuk tidur.
Ketika anaknya sudah memejamkan matanya Ibunya mengecup pelan dahi Sha yang tidak tertutup kain kompres.
“Selamat tidur nduk, semoga cepat sembuh jangan bikin ibu cemas ya.”
Sayup-sayup Sha mendengar ucapan ibunya yang samar juga derit pintu yang di tutup, dirinya kini semakin merasa aman dan tenang juga tidurnya sedikit nyenyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat 💪😊
2020-11-03
0
miqaela_isqa
Jangan patah semangat dalam berkarya kakak
2020-10-10
0
Adining Wuri Kartika
semangat kak.
..
2020-06-04
0