Bunda masih terdiam. Antara rela tak rela putri kecilnya menghadapi masalah begitu bertubi-tubi dalam waktu singkat. Rengekkanku tak mempan membujuk Bunda. Sampai pada akhir rajaku turun tangan dan membujuk permaisurinya.
"Sayang, kamu sayang kan sama princess kita? Makanya kamu nggak mau dia disakiti atau terluka? Coba sekarang kamu lihat, princess kita lagi memohon sama kamu. Andai dia menikah sama lelaki lain yang jauh lebih brengsek dari Zeyden gimana?" ujar Ayah dan hanya ditatap oleh Bunda.
"Bunda, Bryan dan Aryan janji akan jaga Priyanka. Iya tetap orang terpenting dalam hidup kita. Sekali ini kita biarkan dia bahagia dengan keputusannya ya. Jika Zeyden berani nyakitin Iya. Kami berdua yang turun tangan." yakin kedua kakakku secara bergantian.
"Bunda, sudah anggap Zahra anak Bunda kan! Kak Zeyden, kakaknya Zahra. Jika Kak Zey, berani nyakitin atau buat nangis Kak Iya, Zahra yang turun tangan Bun." jelas Zahra meyakinkan Bunda.
Bunda menangis, aku hanya memeluknya dan kemudian kedua kakakku juga Zahra ikut memeluknya. Bunda mengecup kening kami semua dan menarik nafas dalam.
"Zey, aku ikhlas melepas putriku. Dengan satu syarat jangan buat dia menangis. Jika sekali dia menangis, hubungan saudara kita putus." titah sang ratuku dengan tegas tanpa bisa dibantah.
Akhirnya ijab kabul bisa berjalan lancar. Aku bahagia, bisa menikah dengan lelaki yang kusayangi dahulu dan kini. Abian mengucapkan selamat dengan raut wajah penuh kecewa. Citra beserta dayang-dayangnya meminta maaf dan mengakui kesalahannya.
"Boleh gue ngomong berdua dengan Priyanka?" ijin Abian ke Zeyden.
"Mau apalagi sih, Bi?" tanyaku dengan melirik ke suamiku.
"Hanya sebentar, Ka. Gue janji nggak lebih dari 10 menit." ucapnya sambil menunjukkan dua jari berbentuk huruf v.
"Sana selesaikan urusan kalian berdua dulu. Aku tunggu kamu disini, aku percaya sama kok, sayang." ujar Zeyden sambil mengelus punggungku dan mencium keningku sebelum aku pergi dengan Abian.
Aku mengajak Abian ke halaman belakang. Disana cukup tenang, jadi aman buat berbicara. Aku duduk di ayunan kayu dan Abian berdiri disampingku.
"Maafkan aku, Ka." ujarnya dengan suara pelan.
"Aku sudah maafkan kamu. Kelak kamu akan menemukan wanita yang baik untukmu, tapi sati nasihatku. Jangan buat dia menangis seperti kamu menyakitiku." ujarku sambil mengulurkan tangan.
"Aku menyesal. Telah melepaskan wanita hebat seperti kamu. Ka, bisakah kita berteman?" ujarnya sambil membalas ukuran tanganku dan akubmenggangguk tanda setuju kami berteman.
Tiba-tiba Abian memelukku sangat erat dan menangis dalam pelukan. Aku mencoba mendorongnya tapi sia-sia. Aku berbicara dengannya namun di tak bergeming.
"Abian.." teriak Zeyden dengan sangat keras.
Aku menengok kearah sumber suara dan Zeyden sudah berjalan kearahku. Zeyden hanya memanggil nama Abian, masih tetap tak bergeming. Zeyden melihat aku sudah susah payah mendorongnya namun masih nihil.
"Zey, ijinkan gue memeluk Priya, sekali ini aja. Gue janji ini untuk yang terakhir kalinya." pintanya kepada Zeyden.
Zeyden mundur selangkah. Aku kaget melihat sikap Zeyden.
"Ya Tuhan, siapa lelaki yang kunikahi. Kenapa dia malah menjauh melihat istrinya dipeluk oleh mantannya. Tidakkah dia cemburu?" batinku dengan menitikkan air mata.
"Jangan menangis." pinta Abian dan kuhapuskan air mataku dengan kasar.
"Aku ijin pergi ya, Ka. Jaga dirimu baik-baik, bahagialah dengan keputusanmu. Aku mencintai dulu, kini dan mungkin nanti. Jangan lupakan aku." ujarnya dengan suara yang kian melemah.
"Bi, Abian.. Abian." teriakku kala pelukan itu semakin melemah dan badan Abian jatuh ke tanah.
Zeyden lari menghampiriku. Darah di kebaya bagian belakangku membuat Zeyden panik. Dia memutar-mutar badanku, tapi tak ada setetes pun yang keluar. Saat mata kami menatap kearah Abian. Darah segar mengalir dari pergelngan tangannya.
Zeyden segera membopong Abian ke dalam kamar. Dengan segera ia melakukan pertolongan pertama untuk Abian. Aku menangis ketakutan, aku menyalahkan diriku sendiri yang tak sadar apa yang dilakukan Abian.
***
"Aku takut Kak." pelukku sambil menyusupkan wajah ke dada Kak Aryan.
"Aku bodoh tidak tahu, apa yang Abian lakukan dn pikirkan saat itu." salahku.
"Sayang, bukan salah kamu. Aku yang tidak sadar ketika aku menghampiri kalian." Ujar Zeyden setelah selesai menolong Abian dan mengelus kepalaku.
"Bagaimana keadaan dia?" tanyaku sedikit panik.
"Sudah aman. Sebentar lagi kita bawa dia kerumah sakit untuk penanganan lebih lanjut." sahut Zeyden dengan senyumnya dan merentangkan kedua tangannya.
Aku berlari dan langsung memeluknya. Damai rasanya aku berada di pelukan itu. Tak terasa suara sirine ambulan memasuki perkarangan rumah. Kak Aryan dan Bryan menggotongnya ke ambulan. Aku dan Zeyden hanya memandanginya.
"Jangan..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
EmmaQu££n
ga kuat bacanya
2020-11-30
0
Kewie
penuh masalah rupanya...
2020-09-07
1
Kewie
penuh masalah rupanya...
2020-09-07
1