Rio ingin setelah menikah mereka pindah ke sebuah rumah yang sudah dia beli. Tadinya Anindya merasa sedikit keberatan karena harus meninggalkan kedua orang tuanya di rumah. Dari kecil dia belum pernah sekalipun jauh dari kedua orang tuanya itu. Waktu kuliahpun dia memilih kampus yang dekat dg rumahnya jadi dia tidak perlu ngekost.
Tapi sekarang dengan terpaksa dia mengikuti keinginan suaminya. Orang tuanya pun mendukung dan malah menyuruhnya untuk ikut suami. Karena sejatinya seorang istri memang harus mengikuti kemana suami tinggal selama hal itu memungkinkan. Walaupun hubungan pernikahan mereka tidak seperti hubungan pernikahan yang selayaknya, tapi dimata orang tua masing-masing tetap saja mereka ini adalah sepasang suami istri yang sah yang harus mengikuti semua aturan dalam berumah tangga.
"Anin pamit ya Pak, Bu" suara Anin parau menahan tangis. Air bening sudah hampir berderai dari sudut mata wanita cantik itu.
Tak kalah sedih wajah kedua orang tua Anindya pun terlihat sendu. Ketiganya berpelukan dan meluapkan emosi yang tak terbendung lagi. Untaian doa tak henti hentinya mengalir dari mulut kedua orang tua itu. Doa untuk kebaikan dan kesuksesan anaknya yang akan mulai mengarungi sebuah kehidupan pernikahan yang baru saja akan di mulai.
Sebuah dunia baru yang tidak semudah orang lihat dan perkirakan. Karena sejatinya dalam berumah tangga akan ada banyak konflik dan permasalahan pelik yang harus di hadapi. Karena tentu saja bukan perkara mudah menyatukan dua pribadi yang berbeda sifat, kebiasaan, watak dan karakter yang kalau tidak bisa menekan ego masing masing bubarlah biduk rumah tangga yang bersusah payah di bangun.
Setelah berpamitan Rio dan Anindya melangkahkan kaki keluar dari rumah keluarga Anindya. Menuju mobil Brio merah milik Rio. Rio memang sudah lebih dulu bekerja karena memang selisih umur mereka 2 tahun. Sedangkan Anindya tahun ini dia baru saja lulus kuliah. Belum bekerja dan keburu nikah.
Rencananya nanti di tempat yang baru Anindya akan mencoba mencari pekerjaan. Dia tidak ingin menggantungkan hidupnya sama Rio. Walaupun Rio sendiri tidak keberatan dan lebih menginginkan Anindya untuk tetap di rumah saja.
Di dalam mobil.
Hening. Tak ada yang berbicara satupun. Rio konsentrasi menyetir mobilnya. Dan Anindya menatap keluar jendela, menikmati pemandangan desanya yang akan segera dia tinggalkan.
Bekasi kota yang mereka tuju. Di sana ada rumah tipe 45 di sebuah perumahan yang sudah Rio beli. Kecil tapi cukup lah untuk mereka tinggali berdua. Rencananya kl ada rezeki lagi akan di bangun lantai dua biar agak legaan sedikit.
"Rio"
"Hmmm" jawab Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan yang sudah mulai ramai dengan hilir mudik kendaraan.
"Kamu nggak nyesel dengan pernikahan kita"tanya Anindya menatap wajah Rio dari samping.
Rio tidak menjawab. Dia masih terlihat konsentrasi dengan kemudinya.
"Rio jawab iiih" Anindya mencubit lengan Rio, membuat Rio meringis sambil memegang lengan yang di cubit Anindya.
" Sakit Anin" Rio sedikit melotot ke arah Anindya yang sedang manyun.
" Biarin kalau nggak gitu kamu nggak bakal ngomong " jawab Anindya kesal.
" Aku nyesel deh kalau kaya gini nikah sama kamu,masa nggak ngomong aja langsung di cubit, lama-lama pada biru nanti badanku di cubitin kamu terus" Rio mengusap usap tangannya yang terasa perih.
" Ya sudah kalau gitu kita pisah aja jangan memaksakan diri " ceplos Anindya seenaknya.
" Muka gile,,, mau kumat penyakit jantung Bapakmu? Asam lambung mamaku bisa naik kalau tau anaknya baru nikah sehari udah pisah lagi, ya salam Anin kalau ngomong itu mbok ya di pikir dulu. " Rio terlihat kesal dan heran dengan perkataan Anindya barusan.
Anindya terdiam. Dia baru menyadari kalau ternyata dirinya terlalu egois dengan hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang orang terkasihnya. Bingung. Tak tahu lagi harus bagaimana. Ikuti alurnya saja sambil memikirkan jalan keluar terbaik untuk semuanya.
" Maaf ya Ri, aku galau. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku juga merasa bersalah sama kamu. " tandas Anindya. Dia menatap nanar Rio yang mulai konsentrasi lagi mengemudi.
" Nanti saja kita bahas hal itu kalau sudah di rumah. Sekarang kita nikmati saja perjalanan ini dengan hati riang " Rio mengedipkan sebelah matanya ke arah Anindya. Di balas dengan kerlingan manja dari Anindya. Terdengar musik mellow dari tape mobil yang di stel Rio mengantarkan Anindya ke alam mimpi.
Kulit putih bersih mata yang bulat dan besar, hidung mancung dan bibir yang tipis, menjadikan Anindya sempurna di mata Rio. Cantik. Itulah yang terbersit di hatinya ketika dia pertama kali kenal dengan Anindya. Waktu itu dia kelas 3 SLTP sementara Anindya menjadi murid yang baru masuk di sekolah itu.
Banyak teman seangkatan bahkan kakak kelasnya yang menaruh hati terhadap gadis itu. Tapi Anindya yang masih menganggap dirinya anak kecil tidak meladeni mereka semua. Termasuk Rio. Bagi Anindya pelajaran sekolahnya lah yang utama tidak ada kata pacaran dalam kamusnya. Beruntung Rio masih diterimanya sebagai teman. Yahh tidak lebih dari sebagai teman dari dulu sampai saat ini.
Rio tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, tak menyangka kalau kini dia sudah menjadi suami sah dari Anindya. Sahabat masa kecilnya. Bahagia sebenarnya karena terus terang perasaan sukanya masih ada dan kembali bersemi semenjak Pak Haryadi memintanya untuk menggantikan posisi Yudistira. Tapi,,, dia sadar Anindya cuma menganggapnya teman. Dan dia tidak ingin menyakiti perasaan sahabatnya itu dengan memaksakan kehendaknya.
Rio menatap wajah Anindya yang tengah tertidur pulas di jok mobil disampingnya. Sedih. Kok ada cowok yang tega berbuat seperti itu terhadap sahabatnya. Eeeehh tapi kok tiba tiba muncul perasaan bahagia di hatinya. Bahagia karena dengan adanya Yudistira yang tidak datang di hari pernikahan mereka dirinya jadi bisa menggantikan posisi Yudistira untuk jadi suami Anindya.
Ya Tuhan jahat banget sih kamu Rio.
Bukan,,, bukan seperti itu maksudnya. Rio beristighfar menyadari pikiran konyolnya.
Maafkan aku Nin. Bisiknya dalam hati.
Tepat pukul 1 siang mereka sampai di rumah mungil Rio. Di sebuah perumahan yang lumayan besar dan terkenal di kota Bekasi. Jabatan Rio yang menjadi seorang manajer di sebuah perusahaan automotif di kawasan industri Bekasi,memungkinkan Rio untuk memiliki rumah dan mobil dalam waktu singkat.
"Selamat datang di istanaku " selorohnya. Kedua tangannya mempersilahkan Anindya masuk ke dalam rumahnya dengan gaya ajudan yang mempersilahkan tuan putrinya masuk.
Pandangan Anindya beredar keseluruh ruangan rumah itu. Hanya ada 2 kamar tidur ruang tamu, kamar mandi dan dapur serta ruang terbuka di sebelah dapur yang di bikin seperti taman kecil agar udara di dapur tetap segar tidak pengap kalau sedang di pakai untuk memasak.
Harus ada sentuhan perempuan di rumah itu. Karena sedikit berantakan di tambah furniture yang masih sangat sedikit. Hanya ada sofa dan bupet tv serta lemari pakaian dan sebuah springbed.
" Kamu tinggal sendiri disini? " Tanya Anindya yang kini duduk di atas sofa.
" Ya sendiri, dan jadi berdua sama kamu sekarang. Ibuku tidak mau diajak tinggal disini, beliau lebih nyaman tinggal di kampung walaupun sendirian. " jawab Rio yang kini duduk di samping Anindya.
Anindya menganguk anggukan kepalanya.
" Terus aku tidur di mana nanti? "
" Sofa masih kosong nih kalau malam, kamu tidur disini aja" Rio nyengir. Anindya memukul Rio pakai bantal kecil yang ada di depannya. Rio tertawa puas karena melihat ekspresi lucu Anindya yang tak terima ketika di suruh tidur di sofa.
" Tega kamu ya nyuruh aku tidur di sofa sementara kamu enak tidur di kasur. " Anindya mengerucutkan bibirnya.
" Kamu tidur di kamar biar aku yg di sofa. Besok kita beli kasur satu lagi, nanti kamu tidur di kamar depan biar aku tidur di kamar belakang. " jelas Rio. Tangannya mengacak lembut rambut Anindya yang tersenyum mendengar perkataan Rio barusan.
Untuk makan siang mereka memesan makanan dari aplikasi online karena memang tidak ada bahan makanan yang bisa di masak. Kulkaspun kosong, hanya ada air putih di beberapa botol minuman. Memang Rio tidak suka memasak jadi dia tidak pernah menyetok sayuran atau ikan, paling nyetok buah dan cemilan lainnya.
Anindya menutup kembali kulkas setelah mengambil botol minuman dari dalamnya. Makan siang mereka sudah datang dan siap di santap.
Keesokan harinya merekapun membeli kasur dan lemari baju serta beberapa barang elektronik yang di butuhkan. Tak lupa membeli sayuran dan ikan untuk stok makan seminggu. Rio merasa sudah benar benar berumah tangga kalau seperti ini. Sempat cekikikan melihat Anindya sedang adu tawar dengan tukang sayur di pasar. Oohh Anindya tidak ada yang menyangka kalau mereka bakal menikah.
Akankah rumah cinta yang sudah di bangun Rio menjadi rumah cinta sesungguhnya? Atau hanya akan menjadi rumah singgah sebentar saja. Ikuti terus ceritanya yaaaa....
BERSAMBUNG...
☀️☀️☀️☀️☀️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Sushan Shanty AS
good
2021-11-23
0
Daylily
seru,thor
2021-07-11
0
Embunz Pagie
bru disni novel yg bkan kalangan CEO kyak yg lain
2021-04-11
1