Rio menarik kursi yang ada di dekatnya, di hadapannya terlihat Anindya terisak dipelukan ibunya. Tidak ada lagi Anindya yg selalu ceria dan jail. Dirinya saat ini terlihat lemah dan rapuh.
Ya semua wanita yang mengalami kejadian seperti ini pasti juga akan merasakan hancur sehancur hancurnya. Tidak tega rasanya Rio melihat pemandangan seperti itu. Ingin rasanya memeluk Anindya, berusaha memberinya kekuatan dan meyakinkan dia kalau dirinya akan selalu ada untuk Anindya.
"Anin maafkan kalau keputusan bapak ini nantinya akan menyusahkanmu, tapi bapak rasa ini jalan yang terbaik untuk keluarga kita. Walaupun semua ini sulit tapi bapak mohon kamu menyetujuinya ya." Laki laki setengah baya itu merapatkan tangannya di depan dada sebagai tanda permohonan yang sangat terhadap anak semata wayangnya itu. Suaranya terdengar parau, kedua matanya sayu. Anindya tahu betul perasaan ayahnya yang sedang kalut itu.
"Menikahlah dengan Rio."
Anindya terperangah, tak menyangka kalau ayahnya akan membuat keputusan seperti itu. Dia tahu kalau ayahnya sangat menyukai Rio dan sudah menganggap dia sebagai anaknya. Tapi menikah dengan Rio rasanya tidak masuk akal. Dirinya dan Rio adalah teman karib semenjak SLTP rasanya tidak mungkin kalau tiba tiba harus menikah. Rasanya aneh.
Rio menarik nafas panjang, tidak tahu harus berkata apa. Dia yang datang ke acara pernikahan sahabatnya sebagai tamu tiba-tiba di minta untuk menggantikan calon pengantin pria yang tidak datang. Sungguh di luar dugaan. Hatinya masih belum bisa terima. Disisi lain dia juga tidak tega dan iba mendengar permohonan Pak Haryadi tadi di saat memanggil dirinya. Lelaki setengah baya yang sudah mulai terlihat keriput itu memelas dan memohon untuk menggantikan posisi Yudistira. Tentu saja Rio tidak bisa menolak, mengingat semua kebaikan Pak Haryadi kepada dirinya. Rio yang sudah yatim dari kecil merasa menemukan sosok seorang ayah dalam diri Pak Haryadi. Beliau tak segan membantunya dalam hal apapun. Bahkan Anindya sendiri sering merasa iri melihat kedekatan Rio dengan Ayahnya. Apatah jadinya kalau sekarang dia menolak keinginan Pak Haryadi, betapa dirinya akan melukai hati lelaki itu. Aaahhh benar benar dilematis...
"Anin setuju dengan apapun keputusan bapak, sudah bukan saatnya lagi Anin memilih,tapi apakah Rio mau menikah dengan Anin? " Setelah beberapa saat terdiam dan berpikir Anindya akhirnya angkat bicara. Anindya menatap nanar wajah Rio yang menyiratkan kebingungan. Dia tahu keputusan ini juga bukan hal yang gampang bagi Rio.
" Aku juga setuju Nin" jawab Rio tegas. Entahlah bagaimana nanti saja. Yang penting sekarang selamat kan dulu keluarga sahabatnya. Urusan ke depannya nanti di pikirin belakangan.
Anindya, Pak Haryadi menarik nafas lega. Acara akad nikah harus segera di mulai. Setelah meminta restu dari ibunya kemudian Rio bersiap siap memakai baju pengantin yang sejatinya di peruntukan bagi Yudistira. Ibunda Rio yang terkejut dengan keputusan Rio yang tiba-tiba ini tadinya merasa sedikit ragu mengingat hubungan persahabatan yang terjalin antara anaknya dan Anindya. Tapi pada dasarnya ia memang sudah menyukai Anindya sejak dulu. Pembawaan Anin yang ceria, hormat pada orang tua, sopan dan penyayang itu, telah meluluhkan hatinya. Dia sih senang kalau pada akhirnya Rio menikah dengan Anindya.
Acara akad nikah berjalan lancar dan khidmat. Semua tamu undangan memandang takjub pada kedua mempelai. Sangat serasi katanya. Walaupun tak di pungkiri kalau banyak desas desus yang terdengar perihal pergantian mempelai pria secara tiba-tiba itu. Tapi mau bagaimana lagi. Resikonya memang seperti itu. Baik Rio Maupun Anindya dan keluarga tidak mau ambil pusing. Yang penting semuanya sudah berjalan sebagaimana mestinya.
Tepat jam 11 malam semua rangkaian acara selesai. Semua tamu undangan sudah pulang, tinggal keluarga dan beberapa tetangga yang masih bertahan untuk sekedar membantu membersihkan bekas bekas hajatan.
Di kamar pengantin.
Anindya tampak sibuk merapikan rambut. Dia sudah berganti baju dengan baju tidur biasa. Begitupun Rio dia hanya memakai celana pendek dan kaos yang sengaja ia ambil dulu dari rumahnya.
Rasanya sangat canggung berada dalam satu kamar dengan Anindya. Selama persahabatan mereka, tidak pernah sekali pun Rio sengaja masuk kamar Anindya atau berbincang dengan Anindya di kamarnya. Bagaimana pun Anindya masih menganggap tabu seorang pria selain ayahnya memasuki kamarnya,bahkan Rio sekalipun yang notabene adalah sahabatnya sendiri.
"Hei... Ngapain lihat lihat? "semprot Anindya yang memergoki Rio tengah mencuri pandang ke arahnya.
" liiih ge er. "Rio memalingkan wajahnya, merasa ketahuan, Rio berusaha menahan perasaannya yang tak menentu.
"Rio kita bikin kesepakatan yuk" Anindya menghampiri Rio yang tengah berbaring di sofa di dalam kamar Anindya yg kini sudah di sulap menjadi kamar pengantin.
"Kesepakatan apa? "Rio bangkit dan duduk. Wajahnya mulai terlihat serius.
" Aku tahu kamu terpaksa menikah denganku. Maka dari itu aku tidak mau memberatkanmu dengan kewajiban kewajiban sebagai suami. Dan begitu pula denganku aku tidak mau di ribetkan dengan urusan rumah tangga. Intinya kita tetap seperti dulu menjalani hubungan sebagai sepasang sahabat. Tidak berubah sedikit pun. Yang berubah mungkin hanya sandiwara ini. Yah... pernikahan ini kita anggap sebagai sandiwara. Kamu boleh jika ingin mengejar perempuan lain yang ingin kamu miliki. Tapi jangan sampai orang tua kita tahu bahwa kita seperti ini.Untuk sementara kita harus membuat orang tua kita percaya kalau pernikahan kita baik-baik saja. " jelas Anindya.
Berat memang mengatakan ini semua. Tapi dia juga tidak ingin merusak masa depan yang di cita citakan Rio. Dengan menikahinya sudah pasti masa depan yang sudah di susun Rio jadi berantakan. Dia menyayangi Rio sebagai sahabat dan dia tidak ingin menjadi penghalang masa depan sahabatnya itu.
Mendengar kesepakatan yang diajukan Anindya, Rio merasa sedikit kecewa. Tadinya dia ingin mencoba belajar untuk mencintai Anindya. Tapi mungkin Anindya yang tidak menginginkannya. Ya sudah lah dia juga tidak mau memaksa sahabatnya itu. Jadi apa pun yang membuat Anindya senang ia turuti.
"Oke aku setuju, asalkan kamu suka aku sih oke saja. " Rio mengangkat bahunya.
Anindya menghembuskan nafasnya. Well, mungkin ini yang terbaik buat mereka.
" Ya sudah kita tidur yuk sudah malam. Aku cape. " Rio ngeloyor ke tempat tidur. Tapi tangannya di tarik Anindya hingga ia terduduk kembali di atas sofa.
" Kamu tidur di sofa. " Anindya berjalan ke arah tempat tidur. Mengambil satu bantal dan satu guling serta selimut baru dari dalam lemari dan memberikannya kepada Rio yang masih ternganga.
" Nin, jangan gitu dong, sakit leherku kalau tidur di sofa,aku janji nggak bakal nyentuh kamu kok. Suer. " Rio mengacungkan dua jarinya. Tapi tak di gubris Anindya, perempuan itu terus berbaring dan memejamkan matanya.
" Selamat tidur Rio" Anindya menahan tawa melihat muka Rio yang masih di tekuk.
Sementara Rio mendengus kesal merasa permintaannya diabaikan Anindya.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments