Rasanya aneh saja kalau ada yang bilang mereka mirip. Mirip apanya coba? Anindya berdiri mematung di depan cermin dalam kamarnya. Banyak yang bilang kalau dirinya cantik, rambut lurus hitam panjang terurai, tubuh yang ramping, hidung mancung dan bibir yang menurut orang orang seksi. Anindya tidak pernah merasa kalau dirinya cantik. Pun tidak merasa sombong dengan kelebihan yang dia miliki.
Tapi tak menampik semenjak SMP banyak cowok yang tergila gila padanya. Termasuk Rio yg sewaktu SMP pernah menyatakan perasaan sukanya. Tp Anindya menolak secara halus dan hanya menganggap dirinya sebagai teman. Beruntung Rio tidak seperti cowok kebanyakan yang saat cintanya di tolak langsung berubah sikap jd acuh dan cuek. Rio tetap dekat dengannya memberinya perhatian lebih sampai saat ini. Ketika Anindya lebih memilih Yudistira pun Rio malah ngasih dukungan. Anindya sangat menyukai sikap Rio yang menyayanginya dengan tulus.
" Sudah cantik kok. " Rio tiba-tiba masuk ke kamar Anindya membuat gadia itu terkejut.
Rio duduk di tepi pembaringan menatap Anindya yang masih berdiri di depan cermin. Rio takjub dengan kecantikan Anindya. Andai dia mampu ingin di peluk dan diciuminya gadis itu.
" Kenapa ngeliatin terus? " Anindya membuyarkan lamunan Rio. Gadis itu duduk disamping Rio.
" Kamu cantik. " Rio menatap lekat wajah Anindya yang kini bersemu merah.
" Iiiih... sejak kapan kamu jadi tukang gombal. " Anindya mencubit pinggang Rio.
" Sejak dulu, waktu aku kenal kamu. " Rio cengengesan.
" Ya ampun sejak SMP kamu udah belajar gombal? " Anindya terbelalak.
" Hahahaha... Bakat terpendam Nin. " Rio tertawa.
" Iihh bakat kok ngegombal. " Anindya memukul pelan lengan Rio.
Rio menangkap tangan mungil Anindya, memegang erat tangan itu. Terasa dingin. Jarak kedua wajah mereka begitu dekat hingga hembusan nafas Anindya terasa hangat di wajahnya.
Jantung Anindya berpacu lebih cepat. Tangannya yang berada dalam genggaman Rio seperti tersengat setrum. Ada getaran aneh dalam hatinya.
Rio memandang wajah Anindya yang kini tepat berada begitu dekat dengan wajahnya. Sebuah situasi yang dari dulu ia dambakan. Bibir yang merah merekah itu tepat di hadapannya kini. Jantungnya juga berderu bergemuruh ada perasaan yang membuncah, bahagia dan tegang. Apakah Anindya akan menerima atau menolak ketika dia kecup bibir itu?
Sayu, mata Anindya bertemu pandang dengan Rio. Entah apa yang dia rasakan saat itu. Takut, tegang, salah tingkah dan keinginan untuk menolak yang berbanding terbalik dengan hatinya. Dia masih bingung dengan perasaannya. Apa sekarang sudah muncul perasaan cinta di hatinya? Atau hanya terbawa emosi sesaat.
Rio semakin mendekatkan wajahnya, terlihat mata Anindya terpejam. Apakah ini sebuah tanda kalau Anindya menerimanya. Perasaan Rio semakin tak menentu. Rio semakin bersemangat untuk menyentuh bibir yang ranum itu. Tapi...
Tiba tiba Anindya memalingkan wajahnya.
"Maaf" Anindya tertunduk.
Rio menarik nafas panjang. Berusaha mengendalikan perasaan membuncah yang tiba-tiba harus ia pendam kembali. Pendar Pendar cinta yang mulai menyala harus ia padamkan lagi. Anindya masih menolak kehadirannya. Rasa putus asa kembali hadir. Mungkin benar selamanya posisi dia tidak akan berubah bagi Anindya, tetap sebagai sahabat. Menyedihkan.
"Aku yang harusnya minta maaf, sudah melewati batas. Maafkan aku yang tak tahu diri ini. " Rio beranjak dari duduknya berlalu. Diikuti tatapan nanar Anindya.
Anindya berbaring menutupi mukanya dengan bantal.
Maaf Rio bukan aku menolak, tapi aku masih bingung dengan perasaan ku sendiri, kasih aku waktu sebentar lagi untuk meyakinkan diriku sendiri.
Anindya terisak. Kenapa hatinya sakit melihat Rio pergi meninggalkannya tadi. Apa dia marah? Apa dia kecewa? Apa dia ingin meninggalkannya.
Tidak. Dia tidak ingin Rio pergi. Dia tidak mau sendiri lagi. Dia butuh dukungan seseorang dalam hidupnya kini.
Yang dia inginkan saat ini adalah waktu. Untuk meyakinkan perasannya. Kenapa Rio tidak mengerti itu? Anindya kecewa dan menumpahkannya dalam derai air mata yang mengalir deras di pipinya.
**********
Di kamar Rio.
Pria itu bersandar di sandaran tempat tidur. Menyesal dia berpikir kalau Anindya sudah bisa menerima dirinya sebagai suami. Terlalu percaya diri tadi. Kenapa dia tidak berpikir logis kalau Anindya tidak akan segampang itu menerima seseorang dalam hidupnya, apalagi dia yang sudah jelas jelas Anindya tolak dulu.
"Aaahhhh " Rio mengacak rambutnya kasar. Sangat menyesal. Kalau begini apa dia masih punya muka besok bertemu Anindya.
Rio menelungkupkan badannya di atas kasur. Mencoba mengusir rasa kecewa terhadap dirinya sendiri. Andai dia lebih bersabar tadi mungkin keadaan ini bisa jauh lebih baik.
Kacau! Semuanya kacau. Tak ada nyali lagi untuk menghadapi esok hari. Betapa malu dirinya bertemu Anindya esok hari.
**********
" Rio bangun. " Anindya mengguncang tubuh kekar Rio yang masih terlelap. Semalam dia tidur larut malam karena memikirkan penolakan Anindya terhadapnya.
Sudah hampir setengah 6 Rio belum juga keluar dari kamarnya. Anindya sedikit khawatir. Makanya selesai masak dan mandi Anindya memberanikan diri untuk membangunkan Rio.
Walaupun ini bukan hal sulit biasanya. Tapi karena kejadian semalam membuat Anindya merasa canggung dan malu.
Rio membalikkan badannya. Berusaha membuka matanya yang masih terasa perih. Cahaya lampu kamar yang baru saja di nyalakan Anindya membuat matanya semakin terasa pedih.
Rio memicingkan matanya berusaha menatap sosok di hadapannya. Dia segera bangun setelah melihat dengan jelas kalau Anindya sedang duduk di tepi pembaringan menatapnya.
" Jam berapa sekarang? " tanya nya.
" setengah 6" jawab Anindya singkat.
"Cepet bangun dan mandi, habis itu sarapan aku tunggu di meja makan. " lanjut Anindya meninggalkan Rio yang masih berusaha mengumpulkan nyawanya.
Rio segera mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi mengingat dia belum menunaikan sholat subuh. Sementara Anindya berganti pakaian dengan pakaian kerja dan menyiapkan sarapan mereka berdua.
Di meja makan tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Tak ada lagi canda tawa. Bisu.
Anindya merasa canggung dan malu. Sementara Rio merasa malu dan menyesal membuatnya ingin segera berangkat ke kantor dan tak ingin berlama lama dengan Anindya agar ia tak semakin malu.
Anindya pun tak ingin membuka obrolan dengan Rio. Untuk sementara lebih baik begini agar semua kembali ke keadaan awal. Agar keduanya kembali ke posisinya masing masing. Menjadi sahabat mungkin lebih baik untuk keduanya agar terhindar dari saling menyakiti.
***BERSAMBUNG*...
Ini visualisasi Rio ya,,, biar kalian lebih asik menemani Author menghalu hihihi...
Terimakasih sudah membaca sampai episode ini...
Nantikan kisah selanjutnya yang penuh liku hubungan percintaan Anindya dengan Rio...
Kritik dan saran dari kalian akan sangat berguna bagi Author yang masih belajar ini...
Terimakasih ❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
ririn ariani
sipppp...
ceritanya spt kehidupan sehari2
visualisasi juga bagus..
2021-04-23
2
Adiba Myesha
cocok banget deh itumh
2020-07-05
0
Nur Fitri
oh my. ..ganteng nya, cocok bgt sama visual anindya
2020-05-16
2