" Apa kabar sayang?" Bu Hera mertua Anindya mencium pipi kiri dan kanan menantunya itu. Anindya mengecup punggung tangan wanita itu menunjukkan rasa hormat kepadanya.
"Alhamdulillah baik ibu. " Anindya tersenyum.
" Maaf ya kalau kedatangan ibu membuat kalian merasa terganggu. " Bi Hera mengelus pundak Anindya.
" Sama sekali tidak Bu. " Anindya menggeleng.
" Ibu duduk dulu aja, Anin buatkan dulu minum. " Anindya pergi ke dapur untuk membuat teh manis buat mertuanya.
" Sudah ada tanda tanda kah? Kapan kalian ngasih ibu cucu? " Bu Hera menaruh gelas berisi teh kembali ke atas meja.
" uhuk... Uhuk... " Anindya langsung terbatuk mendengar pertanyaan ibu mertuanya itu.
" Hahahaha belum ada sebulan kami menikah bu masa udah ada tanda tanda,,, kami mau menikmati masa bulan madu kami dulu bu." Rio mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum.
Bu Hera tersenyum simpul mendengar seloroh anaknya itu,sementara Anindya tertunduk malu dan salah tingkah.
" Ya sudah,,, tapi jangan kalian tunda ya, ibu secepatnya pengen nimang cucu. " Wanita setengah baya dengan garis halus yang mulai terlihat di kulit wajahnya itu tersenyum penuh harap.
" Iya bu doain aja semoga di kasih secepatnya. " Rio menyikut lengan Anindya sebagai tanda untuk mengaminkan doanya.
" Eeh... Iya aamiin. " Anindya sedikit terkejut dan tergagap ketika Rio menyikut tangannya.
" Ya sudah kalian istirahat saja dulu, sudah malam, ibu juga sudah ngantuk. " Bu Hera beranjak memasuki kamar yang sudah di sediakan yang tadinya memang menjadi kamar Anindya. Yang tersia cuma baju Anindya saja disitu. Alasan karena Lemari baju Rio sudah penuh hingga harus ada lemari satu lagi untuk tempat baju Anindya. Bu Hera percaya saja karena alasan tersebut memang masuk akal.
Sepeninggal Bu Hera, Anindya dan Rio saling terdiam. Mereka merasa kikuk untuk memulai percakapan. Ada rasa risih diantara keduanya.
"Ayo kita istirahat juga. " akhirnya Rio membuka suara.
" Tapi... "
" Kita bicarakan ini di kamar. " Rio memotong perkataan Anindya dan menarik tangan gadis itu memasuki kamarnya.
Rio mengunci pintu kamar dari dalam. Sementara Anindya duduk mematung di tepi ranjang. Dia bingung harus bagaimana. Tidur di bawah pun sempit karena ukuran kamar belakang lebih kecil dari ukuran kamar utama.
Rio duduk di samping Anindya, kali ini dia lebih berhati hati tidak mau terbawa perasaan takut kejadian kemarin terulang lagi.
"Kamu tidur di kasur, aku tidur di bawah. "
" Tapi sempit Rio. " Anindya merasa kasihan.
" Nggak apa apa masih leluasa kok. "
Anindya melihat ruang kosong di samping tempat tidur di depan lemari baju. Sempit. Tak ada ruang untuk bergerak. Anindya merasa tidak tega membiarkan Rio tidur disitu.
" Heii... Malah bengong, ayo cepat tidur. " Rio mengagetkan Anindya dari pikirannya.
" Tikar kamu taruh mana? " tanya Rio kemudian.
" Yaahhh... Aku taro di kamar depan. " Anindya menepuk jidatnya sendiri.
Sadar tidak mungkin mengambil tikar di kamar depan. Karena ibu pasti akan berpikir macam macam.
" Ya sudah aku tidur beralaskan kain saja. " Rio mengambil kain sarung dari dalam lemari.
Anindya semakin tidak tega melihat itu. Laki laki di hadapannya itu begitu baik. Sudah banyak yang ia korbankan demi dirinya. Di tambah sekarang dia mulai sering bergantung pada Rio.
" Nggak Rio, kita tidur di kasur saja. " Anindya memegang tangan Rio yang hendak mengambil sarung dari lemari.
" Tapi Nin... " Rio menatap wajah Anin yang juga sedang menatapnya.
" Tidur di lantai dingin, aku takut kamu sakit. " Anindya memberi alasan tidak mau Rio berpikir macam macam.
" Oohh ya sudah... " Rio sedikit kecewa karena bukan itu sebenarnya jawaban yang dia inginkan.
Rio menaiki ranjang, disusul Anindya yang tidur di sampingnya. Ada perasaan aneh merasuki hati mereka. Jantung Rio seperti berpacu lebih cepat dan Anindya sendiri merasa sangat gugup.
Rio masih tidak percaya kalau sekarang dia bisa tidur dalam satu ranjang dengan Anindya. Tak menampik pikiran nakal mulai memenuhi otaknya. Aaahh sadar Rio, Anindya cuma menganggap kamu teman tidak lebih.
Rio memejamkan kedua matanya mencoba mengusir bisikan dan pikiran nakalnya. Walaupun secara hukum dia berhak meminta Anindya untuk melayaninya sebagai istri, tapi Rio tidak mau memaksa. Rio ingin mereka melakukan ibadah yang tertunda itu secara suka rela tanpa paksaan.
Anindya yang merasa dirinya gugup menutupi tubuhnya dengan selimut, hingga kepalanya saja yang terlihat. Padahal rasa gerah mulai terasa. Ia melirik laki laki di sampingnya yang sedang menatap langit langit kamar.
Ini kali pertama mereka tidur satu ranjang. Dalam satu selimut pula. Situasi ini membuat Anindya hampir gila. Bagaimana pun dia tahu Rio laki laki normal bagaimana kalau dia nekat dan menuntut kewajibannya sebagai istri. Aah Anindya takut kalau Rio sampai melakukan itu. Bagaimana pun Anindya belum siap melakukannya. Masih perlu waktu untuk meyakinkan perasaannya.
Anindya bergidik membayangkan kalau saja Rio nekad. Tengkuknya merinding. Dia tidak sanggup membayangkan jika hal itu terjadi.
Tiba tiba Rio bangun, terduduk dan membuka kaosnya. Hingga terlihat tubuh atasnya yang telanjang. Kekar.
Anindya semakin gemetaran. Kini dia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Kedua tangannya terasa semakin dingin dan kaku. Pikirannya semakin tak karuan.
Ya Tuhan semoga Rio tidak berbuat nekad. Masa iya dia harus teriak sementara ada ibu mertuanya di kamar depan.
Tangan Rio membuka paksa selimut yang menutupi tubuh Anindya. Gadis itu semakin erat memegangi ujung selimut. Tapi Rio tetap menarik selimut itu hingga terbuka karena kalah tenaga. Anindya menatap curiga ke arah Rio. Ada ketakutan di kedua mata gadis itu.
" Rio aku mohon jangan sekarang. " Anindya menghiba dengan merapatkan kedua tangannya depan dada.
Rio menyeringai yang malah membuat Anindya semakin ketakutan. Badannya mulai menggigil.
Rio memainkan anak rambut yang menutupi dahi gadis itu. Cantik. Di bawah sinar lampu yang temaram pesona Anindya semakin terpancar.
"Sayang kamu cantik sekali malam ini. " bisiknya di telinga Anindya.
Anindya semakin bergetar, lidahnya terasa kelu. Tubuhnya pun terasa susah untuk di gerakan. Dia tidak percaya kalau Rio tega berbuat nekad di malam itu.
Rio mengusap lembut pipi Anindya yang bersemu merah. Terlihat kalau gadis itu tegang sekali.
" Aku sudah sah menjadi suami mu loh, aku punya hak atas tubuh mu. Semua kewajiban sudah aku penuhi, tapi kamu belum memenuhi satu kewajibanmu sebagai istri. " bisiknya lagi di telinga Anindya.
Anindya terbelalak. Bukankah kesepakatan sudah disetujui kalau satu sama lain tidak boleh menuntut haknya sebagai suami istri? Apa Rio lupa.
Dengan sekuat tenaga Anindya mendorong tubuh Rio yang berada di samping tubuhnya. Tangannya menyentuh dada bidang Rio yang terasa keras. Serasa tersengat setrum ketika ia menyentuhnya, ada getaran aneh menyelinap di hatinya.
"Rio sadar, kita sudah bersepakat untuk tidak menuntut apapun itu,kenapa kamu jadi begini?" Ucap Anindya setelah dia bisa menguasai perasaannya sendiri.
" Aku sudah nggak tahan Anindya. " Rio menahan suaranya agar tidak menimbulkan kecurigaan ibunya dikamar depan.
" Tapi Rio aku takut,,, jangan sekarang. " Anindya mulai menangis.
Tentu saja Rio gelagapan melihat Anindya yang mulai terisak. Dia beringsut memeluk Anindya dan menarik kepala gadis itu menempel ke dadanya.
" Sssttt... Jangan nangis, aku tadi cuma bercanda. " Rio mengelus kepala Anindya yang berada dalam pelukannya.
" Bercanda gimana kamu udah buka baju segala " Anindya masih terisak.
" aku buka baju karena gerah, aku tiap malam juga kan tidur nggak pernah pake baju, kamunya aja yang berpikir macam macam tadi jadi sekalian aja aku kerjain. " Rio terkekeh.
Anindya menjerit tertahan, kesal dengan kelakuan Rio barusan. Hampir saja jantungnya copot karena ketakutan.
" Ayo tidur, jangan nangis lagi, aku janji nggak ngapa ngapain kamu kok. " pinta Rio.
Anindya berusaha melepaskan pelukan Rio. Tapi Rio tidak mau malah pelukannya semakin erat.
" Tidur dengan posisi begini, kalau nggak aku bakal.... "
" Iya... iya... ayo kita tidur. " Rio tidak sempat menerus kan kata katanya karena keburu di potong Anindya
Rio tersenyum penuh kemenangan. Dia menikmati malam itu dengan memeluk tubuh Anindya. Dan merekapun terbang ke alam mimpi masing masing.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments