...Identitas Baru...
Nama tersebut keluar dengan alami bersamaan dengan hembusan napas yang dingin dari mulutku. Aku meletakkan Aelius yang sedang tertidur ke tanah dan langsung berlari menuju laki-laki itu, yang sedang akan masuk ke dalam kereta kudanya. Jarak yang tercipta di antara kami sendiri belum terlalu jauh, masih cukup dekat untuk membuat pendengarannya bereaksi pada panggilan lantang yang kulepaskan. "Hei! Tunggu Ryo!" Aku memanggil.
Laki-laki itu kemudian berhenti dan memalingkan wajahnya padaku, menghentikan sejenak cengkraman tangan yang sudah memegang gagang tumpul di bagian samping belakang kereta dengan terpaksa. Pandangan yang dia berikan memberi isyarat muak, lelah untuk berurusan dengan lelaki yang mengganggu seperti diriku ini. Dia lalu bertanya kesal "Apa lagi?"
"Kau Ryo bukan?" Entah sebuah tebakan atau suatu cara untuk memastikan, aku harus segara mendapat kepastian atas keanehan yang terjadi. Dugaan liar pun juga tidak kalah aktif berputar, keluar masuk dalam laju pikiranku yang penuh. Dalam hati kecil yang sedang bersembunyi di balik tembok diri, aku sungguh berharap jika dia memberikan jawaban yang sesuai dengan yang kuharapkan.
"Siapa Ryo? Namaku Fuzz!" Jawabnya dengan mantap. Nama yang keluar itu seperti memberikan pukulan keras ke arah dadaku yang terbuka tanpa perlindungan. Rasa malu karena salah memanggil namanya merupakan kilas balik pada kejadian yang sering menimpaku ketika aku masih kecil dahulu, dimana aku sering menganggap orang asing sebagai orang yang aku kenal hanya berdasarkan tampak belakangnya saja.
Melihat keyakinannya akan nama 'Fuzz' sontak membuatku bingung. Dia adalah Ryo, aku yakin akan hal itu. Rambutnya, matanya, badannya, sampai goresan bekas luka di dagunya sangat mengindikasikan kalau dia adalah Ryo yang kukenal dan berasal dari duniaku. Jangan-jangan ini yang dimaksudkan pria pesulap dengan 'identitas baru' para manusia di Kapaleos.
Aku pun bertanya untuk mengecoh pikirannya, menggiringnya ke dalam sebuah pertanyaan menjebak yang dapat melepaskan segala tipuan yang ada. "Baiklah Fuzz. Aku ingin bertanya padamu. Ehmm. Ah! Coba beritahu aku dimana kau dilahirkan?" Tempat seseorang lahir seharusnya sulit untuk dimanipulasi, apalagi bagi orang baru seperti dirinya. Kemungkinan yang dapat muncul hanya satu, yaitu memberikan nama tempat dengan asal-asalan dan mengklaimnya sebagai tempat kelahiran. Tapi, Aku sudah mengantisipasi jawaban tersebut, aku sudah siap dengan langsung tidak percaya pada segala sebutan daerah yang akan keluar dari mulut tebalnya. Aku yakin dia tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan itu dalam identitas barunya! pikirku dengan positif.
Layaknya sambaran petir yang tiba sebelum datangnya rintikan hujan, dugaanku barusan seketika terbantahkan. Fuzz dengan percaya diri menyebutkan nama tempat kelahiran 'versi terbarunya'. "Doritto," jawab laki-laki itu.
Hah? Aku mencoba menyangkal, “Kau jangan mencoba menipuku ya! Masa iya ada nama tempat yang mirip nama snack seperti itu." Salah satu jawaban konyol yang mungkin keluar dari mulut seseorang. Kurasa aku lebih baik dalam memberikan jawaban atas pertanyaan itu dibandingkan dirinya. Maksudku, aku bisa saja memberikan jawaban dengan nama Sirap, Nodnol, Dirdam dan yang lainnya. Itu bukan perkara yang besar bagiku. Selama orang yang menanyakanku tidak membaca urutan hurufnya dari belakang ke depan, kurasa aku akan dengan mudah dipercaya.
Sebagai bentuk kekesalan yang telah mencapai batas, Fuzz langsung menarik kerah seragamku dengan salah satu tangannya, menimbulkan kerutan yang tegas dan mencuat pada bahan katun yang halus berwarna putih. Dia membentak “Jangan asal bicara ya kau orang aneh!”
“Enak saja! Kau yang orang aneh!” Balasku dengan tidak terima pada sebutan yang baru saja dia lontarkan. Berbanding terbalik dengan dirinya, aku masih sadar dengan namaku, nama kedua orang tuaku, nama tempat tinggalku, bahkan sampai nama orang yang sempat aku sukai saat di sekolah. Runtutan nama-nama tersebut masih tersimpan dalam program memori yang tertanam di alam bawah sadarku. Sekarang siapa sebenarnya yang lebih aneh?
“Dengar aku! Tidak Mungkin ada manusia normal yang bisa bertahan hidup di tengah hutan seperti ini! Kemungkinan kau adalah iblis yang sedang menyamar, bukan?” Aku sungguh tidak menduga balasan yang bakal keluar darinya barusan. Mengapa dia mengungkit-ungkit nama iblis? Belum lama sejak aku terakhir kali dibuat ngeri akibat pikiran-pikiran melenceng dari sebutan penguasa kegelapan itu. Seakan dibawa kembali kepada kenyataan, aku baru ingat bahwa musuhku di dunia ini mungkin adalah iblis-iblis yang seperti dia maksud.
Aku yang heran dengan perkataannya lantas membalas, “Tunggu dulu! Kau tadi bilang iblis? Aku tidak mengerti.”
“Kau tidak perlu mengerti! Kau cukup diam dan menuruti perkataanku saja.” Laki-laki itupun melepaskan kepalan tangan yang bulat dan keras ke arah wajahku, menimbulkan gelombang statis pada permukaan kulit yang sedikit kendur dan kenyal. Setelah itu, kesadaranku hilang kembali, kali ini bersamaan dengan pohon-pohon gugur yang berada di arah kedua sisi pipiku.
[Bruk]
Sudah beberapa jam terlewatkan sejak menghilang dalam gelap. Penyerangan paksa yang dilakukan terhadapku sejauh ini sudah terjadi dua kali. Dalam kesadaran yang semu, aku bisa mendengar dengan sekilas suara hentakan kaki kuda yang menyentuh jalanan tanah setapak. Kedua mataku pun mulai terbuka akibat suara ketukan keras tersebut.
“Kukira kau sudah tidak ingin bangun lagi,” ucap iseng Fuzz yang duduk di sebelah atasku, pada bangku kereta. Aku rasa laki-laki bernama Fuzz ini adalah semacam petualang. Baju yang ia kenakan terkesan jadul dengan bahan yang agak kasar, dilengkapi oleh luaran rompi berwarna coklat dan celana panjang berwarna serupa, menciptakan suasana abad pertengahan yang terasa seru dan menegangkan.
Aku ingin memuji cara berpakaiannya, tetapi tubuhku tidak menginginkan demikian. Tangan yang sedang kucoba gerakan untuk membantuku bangkit malah tidak ingin berkoordinasi sama sekali. Ketika menyadari keberadaan belenggu tali pada kedua tangan dan kakiku, aku dengan cepat menggeliat tidak nyaman di bawah. “Hey! Apa-apaan ini? Lepaskan aku!" Ikatan talinya cukup kuat, sedikit menahan pembuluh darah yang akan mengalir menuju ujung masing-masing jariku. Dipukul dan kemudian disandera adalah tanda bahwa aku tidak diterima di dunia ini.
Fuzz lalu membalas dengan menendang pelan. "Diamlah! Sebentar lagi kita akan sampai di Doritto. Di sana kau akan menerima hukuman dari kepala desa kami," tegurnya yang mengayunkan kaki ke ulu hatiku. Matanya menatap ke bawah, kearahku, seakan sedang melihat kotoran burung yang tergeletak di lantai kereta.
Kematian untuk kedua kali sudah menungguku. Aku hanya bisa berharap kali ini aku merenggang nyawa dengan cara yang lebih ramah daripada yang dilakukan oleh pria pesulap. Suntik mati mungkin akan lebih baik, itupun kalau mereka memilikinya.
Dalam pusaran penuh keresahan atas metode kematian yang akan digunakan, aku teringat akan pesan sang pembawa kematian, a.k.a sang pria pesulap. Dia memberi pernyataan kalau beruang kecil yang bernama Aelius, yang dia berikan kepadaku merupakan kunci keberhasilanku dalam menyelamatkan dunia ini. Sial! Kalau tidak salah aku tadi meninggalkannya. "Aku tahu mungkin ini agak aneh. Apa Aelius tertinggal?" Aku bertanya pada Fuzz dengan memelas.
"Beruangmu? Dia tidak tertinggal. Itu! Dia ada di sampingmu," jawab Fuzz sambil menunjuk ke arah sisi lain bangku kereta.
Dengan memutar kepala beberapa derajat ke samping, aku langsung mendapati keberadaan Aelius pada posisi yang sudah diberitahukan oleh Fuzz. Mataku pun tidak perlu menjelajah lebih jauh demi menemukan makhluk kecil berbulu coklat itu. Senada dengan diriku yang antusias kala bersua dengan dirinya, Aelius seketika melompat hinggap ke wajahku.
[Swing]
Aku cukup terharu dengan apa yang beruang kecil itu lakukan. Kita baru saja bertemu beberapa jam yang lalu, tetapi dia sudah menganggapku sebagai seseorang yang...
"Grwaaa!!" Raung kesal Aelius yang tiba-tiba mencakar-cakar wajahku. Cakar yang keluar dari tangan mungilnya mungkin belum terlalu besar untuk merobek kulitku. Tapi sama seperti jarum, jika ditusukkan dengan dalam, pasti akan menghasilkan luka yang lumayan juga.
"Arrghh!! Lepaskan aku beruang sialan! Tolong!!" Fuzz kemudian membantu mengangkat beruang kecil yang mengamuk itu dari wajahku. Tetapi walaupun sudah diangkat, dia nampaknya masih tetap berusaha keras untuk menyerang. Insting makhluk liarnya dapat menyebabkan bahaya kalau tidak segera dihentikan.
Fuzz bertanya dengan penasaran, "Dia sepertinya tidak menyukaimu. Apa kau baru membunuh kedua orangtuanya?" Lagi-lagi...
"Kau masih berpikir bahwa aku ini iblis?!"
...###...
*Fuzz: [Fas] 👹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Leader
wkwkwk, ngakak alleus tempramental ternyata😂
2021-12-12
1
anggita
mpir bca aja.,
2021-12-07
1
Bawang
Aduh maaf Thor. Aku baca dorrito jadi keinget chiki 😆🙈 #otakmakanmulu
#kaboor
Lanjooet
2021-11-25
1