...Keputusan Kepala Desa...
Beberapa dari penduduk desa yang berada di hadapanku mengeluarkan pendapat bermacam, orasi yang mereka berikan kini menghasilkan pemikiran yang berbeda antara satu sama lain, terlihat jelas kalau mereka tidak mampu menemukan kata mufakat. Ada yang menerima, ada yang menolak, dan ada juga yang tidak peduli dengan apapun keputusan pria tua itu.
Fuzz merupakan salah satu yang menolaknya. Entah apa yang harus kulakukan agar membuat ia percaya bahwa aku bukanlah seorang iblis, mungkin dia sedikit paranoid akan hal tersebut. "Pak Dobagnus, kenapa bapak membuat keputusan seperti itu? Dia bisa saja melakukan hal yang tidak-tidak selama berada di sini!" Fuzz Menentang.
"Iya betul! Kami juga tidak mau jika dia berkeliaran di desa ini!" Sorak beberapa penduduk desa yang tersebar di berbagai penjuru lapangan.
Keberanian Fuzz untuk menentang secara gamblang rupanya mengepalai pemikiran konyol yang mengambang di tengah mereka, mengalahkan bumbungan asap api unggun yang sedikit menyesakkan napasku.
Ketidaknyamanan akibat penolakan yang diberikan menghanyutkan pria tua yang menjadi sarana aduan penduduk itu ke kedalam lautan emosi yang pasang, menghantam dataran kedamaian dengan ombak kemarahan yang liar. Dia pun mulai mengumpulkan napas dengan dalam sebelum akhirnya memberi perintah bagi mereka yang tidak terima dengan keputusannya.
"Diam! Aku mencoba membuat keputusan yang rasional di sini! Kita akan memberikan dia waktu dua minggu untuk melihat apakah dia iblis atau bukan. Jika dalam waktu dua minggu tersebut dia berperilaku, bertindak, atau melakukan hal aneh yang dapat merugikan desa ini, maka aku akan memastikan bahwa dia akan dieksekusi mati."
"Untuk masalah tempat tinggal, dia akan tinggal di sel iblis milik Doritto dalam penjagaan Cain. Dia hanya boleh keluar sel mulai pagi sampai sore hari. Pada waktu malam, dia tidak boleh pergi kemanapun. Bahkan tidak boleh ada yang menjenguknya kecuali Cain. Apa kalian mengerti?" Terang sang kepala desa dengan tegas.
"Ya!", "Apa-apaan keputusan itu!", "Awas saja kalau sampai dia merugikan kami!"
Itulah berbagai seruan yang terdengar dari para penduduk desa sebagai balasan atas keputusan yang telah dibuat. Perkumpulan yang masih teguh dengan pendiriannya dengan terpaksa harus menelan kekecewaan dalam diri mereka, membawa perasaan mengganjal yang mempersulit kedua kaki saat melangkah.
Sebelum meninggalkan aku, Fuzz, dan pria tua bernama Dobagnus itu, masing-masing penduduk pun tidak lupa mengambil obor-obor yang tertancap di sekeliling lapangan untuk dibawa pulang. Obor-obor tersebut sepertinya membantu mereka dalam menerangi jalan di tengah malam.
Tidak mengherankan bagiku. Kala memperhatikan obor-obor yang mulai menjauh dari pandangan, aku sontak bergidik, menyadari sebuah firasat buruk yang memerangkap jiwaku dengan cepat. Fuzz rupanya benar saat mengatakan kondisi di Kapaleos yang gelap gulita ketika malam datang. Bahkan, cahaya yang tersisa di lapangan itu kini hanya tinggal dari kobaran api unggun yang menyala tidak jauh di belakang kami.
"Cain!" Panggil Pak Dobagnus. Dia memanggil nama itu tanpa mengetahui darimana orang bernama Cain tersebut akan muncul.
Beriringan dengan suara serangga-serangga kecil yang menghiasi keheningan malam, seorang pria gagah tiba-tiba keluar dari kegelapan yang pekat sambil membawa obor untuk menghampiri Pak Dobagnus. Pria itu mengenakan baju zirah tanpa helm yang tidak semua bagiannya terbuat dari baja, layaknya seorang kesatria di dunia fantasi.
"Iya Pak Dobagnus," balas sang kesatria dengan posisi tegap.
"Apa kau sudah menitipkan beruang itu pada Elina?" Pak Dobagnus bertanya. Sebuah pin perak pada baju pria tua itu memantulkan cahaya api yang tidak terlalu terang, mengajak kedua mataku untuk menjelajahi pola dan bentuknya yang terpampang dengan jelas di dadanya. Walaupun mataku sedang beraksi, fokusku sedang berada di tempat lain.
Entah mengapa aku seperti tidak asing dengan nama 'Elina' yang baru saja dia sebutkan.
Kenangan unik yang hampir hilang tiba-tiba berkunjung kembali.
"Sudah pak!" Jawab Cain dengan tegas.
"Baiklah kalau sudah kau lakukan. Sekarang, tolong bawa dia sebentar ke rumahku. Aku ingin berbicara empat mata dengannya," perintah Pak Dobagnus sebelum berjalan menuju kobaran api unggun di belakangku untuk mengambil sebatang kayu dan menyalakannya. Dia menyodorkan sebuah tongkat yang ujungnya sudah dibalutkan kain putih itu ke pinggiran kobaran api besar itu tanpa ragu.
"Baik pak." Jawab Cain yang siap melakukan perintah. Pak Dobagnus pun pergi meninggalkan aku, Fuzz, dan Cain di lokasi yang 'berkobar' di Doritto.
Setelah pria tua itu pergi, Fuzz memotong tali yang mengikatku pada sebatang kayu ini dengan pedang miliknya.
Aku agak heran dengan Fuzz yang membawa pedang, sementara Cain tidak membawa senjata sama sekali meskipun dia sedang memakai baju zirahnya.
"Kenapa kau tidak membawa pedangmu, kak? Dia bisa saja berubah menjadi iblis dan menyerang kita berdua di sini," tanya Fuzz pada Cain yang sedang menyalakan satu obor lagi untuk dirinya.
"Sebagai kakakmu, aku harus bertindak dengan baik dan benar. Aku setuju dengan Pak Dobagnus, bahwa dia bukanlah seorang iblis," jawab Cain seraya memberikan salah satu obor tersebut ke tangan laki-laki yang ternyata adalah adiknya.
"Tunggu dulu. Kalian berdua adalah kakak beradik?" Sela diriku di tengah percakapan, melemparkan pandangan secara bergantian ke arah kedua orang itu.
Cain menjawab dengan tersenyum, "Tentu saja. Apa kau tidak bisa mengenali melalui wajah kami berdua?"
Jika diperhatikan baik-baik, wajah mereka memang lumayan mirip. Aku sendiri baru ingat kalau Ryo pernah memberitahukan semua orang kalau dia memiliki kakak laki-laki yang adalah seorang atlet bela diri nasional. Kemampuan bela diri pria bernama Cain ini sepertinya membantu dia untuk menjadi orang terkuat di Doritto.
***
Di sisi lain...
Pak Dobagnus membuka pintu rumah yang tampak remang. Ekspresi rileks yang dikeluarkannya ketika menghirup udara di dalam tempat tinggal tersebut memberikan isyarat bahwa rumah ini adalah miliknya, milik keluarga Pak Dobagnus. Pria tua itupun segera memanggil seseorang lain yang sedang berada di dalam usai menutup kembali pintu.
"Clara!"
Seorang wanita tua datang perlahan. "Ada apa sayang?" Tanya wanita tua itu. Dia memiliki rambut bergelombang yang beruban dengan panjang sebahu, kulit keriput pada wajahnya pun tidak semerta-merta menghilangkan kecantikannya begitu saja. Pakaian rumah dengan motif bunga-bunga yang ia kenakan juga tak lupa untuk menambahkan kesan ramah yang dia berikan. Mereka berdua terlihat seperti pasangan suami-istri yang serasi.
"Apa makan malam sudah siap?" Tanya balik sang kepala desa.
"Sudah. Kenapa memang?"
Pak Dobagnus lalu memberitahu, "Aku mengundang seseorang untuk makan malam di rumah kita."
Karena penasaran, wanita tua itu lantas menebak. "Apa dia laki-laki yang dibawa oleh Fuzz tadi?"
"Iya." Sang kepala desa memberikan jawaban dengan antusias.
"Ada apa memang sampai kau mau mengajaknya makan malam di sini, sayang?"
Pak Dobagnus sontak mendekatkan diri pada istrinya, mencengkram kedua bahu wanita tua itu seraya memberikan jawaban yang berisi kecurigaan, "Aku mempunyai dugaan kalau dia berasal dari dunia lain!"
Sang istri yang kelihatan muak, kemudian melepaskan diri dari kedua tangan Pak Dobagnus. "Kau masih saja memikirkan tentang hal itu!" Balasnya sebelum berjalan pergi.
Dengan agak kesal, Pak Dobagnus pun membentak dari kejauhan, "Apa kau tidak merasa aneh? Di umur setua ini mana mungkin kita tidak pernah mempunyai anak!"
Istrinya lalu kembali sejenak menghampiri Pak Dobagnus, menunjuk-nunjuk ke arah sang kepala desa dengan diselimuti perasaan kecewa. "Seingatku kita memang tidak mempunyai anak! Kau hanya mengada-ada, tahu tidak?!" Balas wanita tua itu dengan geram.
"Itu menurut ingatanmu! Bagaimana kalau ternyata ingatan ini adalah ingatan palsu? Aku yakin kalau ada sesuatu yang dirahasiakan oleh Arawihala selama ini!" Jawab Pak Dobagnus yang agak putus asa.
"Terserah kau saja!" Sang istri lantas meninggalkannya dalam kesendirian di balik pintu.
Dengan bayangan diri yang menutup sebagian wajah, Pak Dobagnus bergumam penuh tekad, "Jika Arawihala tidak mampu mengungkapkan kebenaran, maka aku harus pergi dari Arawihala!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
halo
Aku juga ga asing sama nama elina😔
2021-12-27
1
Leader
entah mengapa, tiba tiba aku ingin berkata "keren"😌
2021-12-13
1
Bawang
Aku suka intermeso mu kak hehe
Menambah random facts 🤭
Lanjooet
2021-11-25
1