...Harapan pada Kami...
"Aku yakin kalau kau akan baik-baik saja di sana, sungguh!" Ucap pria itu yang sedang berusaha keras untuk meyakinkanku. Suaranya yang agak berat sungguh mampu menjatuhkanku ke dalam lautan kapas yang sangat lembut. Dia memberikanku kepercayaan diri yang tidak pernah kudapatkan sebelumnya, terasa unik dan menantang.
Tetapi, aku tidak boleh semudah itu terbuai dengan omongannya. Mau bagaimanapun, dia adalah sosok dibalik keberadaanku sekarang. Pria berwajah mulus itu menyimpan sejuta rahasia yang bahkan dirinya sendiri tidak sadar akan hal tersebut, terlihat sekilas dari cerminan pada iris matanya. Mungkin dia sedang memainkan permainan pikiran denganku, atau mungkin aku memang sudah masuk ke dalam perangkapnya sedari awal. Apapun itu, aku tidak akan pernah melupakan bagaimana cara dia membunuhku tadi. Rasa sakit akibat tusukan pedang yang menerobos daging dan tulang dalam tubuhku menimbulkan perasaan mual yang tak tertahankan ketika melintas dalam ingatan.
Sambil menghadap ke arah sang pria pesulap, aku bertanya, "Kenapa kau membunuhku? Memangnya apa yang telah aku lakukan sampai aku layak mati dan diberi tugas seperti ini?"
Pria pesulap berpikir sejenak, mencoba datang dengan alasan yang terbaik di antara ide-ide sampah yang terlintas dalam benaknya. "Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku akan bertanya terlebih dahulu. Saat kau tiba di sekolah, apakah kau melihat orang lain di sekitarmu?"
"Tidak." Jawabku. Jelas dan sangat jelas bahwa aku tidak menemukan tanda-tanda kehidupan yang serupa dengan manusia di sana, mungkin makhluk hidup yang lain tidak menghilang, aku tidak tahu soal itu. Tetapi, orang-orang yang mengenakan seragam sekolah tidak dapat kulihat sejauh mata memandang. Mereka seakan menghilang dalam pembatas ilusi yang diciptakan oleh kemampuan sihir seseorang.
"Nah. Karena semua manusia di bumi secara misterius telah berpindah ke Kapaleos," jelasnya dengan menggugah semangat. Penjelasannya bukanlah sebuah ilmu pengetahuan, tetapi mengandung pesan yang penting dan krusial.
Walaupun begitu, entah mengapa aku belum percaya sepenuhnya. Aku memang tidak mendapati keberadaan ibuku sejak pagi tadi, tapi setelahnya aku menjumpai beberapa orang yang sedang melakukan aktivitas masing-masing selama di perjalanan. Mereka semua terlihat hidup dengan mengeluarkan emosi yang berbeda-beda dalam ekspresi wajah yang samar, contoh utamanya adalah ketika aku akan menaiki gerbong kereta tadi. "Aku yakin selama di stasiun, aku melihat banyak orang di sekelilingku," balasku dengan teguh.
Pria pesulap lalu menjelaskan dengan lebih rinci, "Perpindahan manusia yang terjadi sangatlah cepat. Bahkan aku pun baru sadar dengan kejadian tersebut saat sedang berkeliling antar dunia." Lagi-lagi dia memberikan jawaban yang tidak masuk akal. Aku merasa sedikit iri dengan apa yang bisa dia lakukan dan dia pamerkan kepada orang lain.
"Lantas, apakah mereka baik-baik saja di sana?" Tanyaku untuk memastikan. Mereka adalah rasku, sesamaku, bahkan terdapat ibuku di dalam sana. Sudah selayaknya aku memperdulikan keadaan mereka.
Pria pesulap menjawab, "Seharusnya tidak. Para manusia dari bumi sepertinya kini telah mendapat identitas yang baru selama berada di Kapaleos. Aku hampir yakin kalau mereka tidak sama lagi dengan yang sebelumnya. Kau harus tahu bahwa aku, bahkan Sang Pencipta sekalipun tidak tahu apa-apa lagi tentang kehidupan yang berjalan di sana. Dunia itu kini menjadi sangat misterius. Aku tidak bisa turun tangan karena harus melakukan pengawasan pada dunia lain. Sedangkan, Sang Pencipta saat ini sedang fokus mempertahankan tatanan alam semesta agar tidak tercipta kehancuran."
Pernyataan yang berat sampai harus memberitahukan kegiatan Sang Pencipta merupakan salah satu aspek yang harus kuwaspadai akan kemampuan sang pria pesulap. Sepertinya dia adalah salah satu malaikat yang biasa aku dengar di kitab ataupun cerita-cerita fiksi yang umum di masyarakat, hanya saja dengan penampilan yang aneh dan tentu saja, sangat manusiawi. Aku pun bertanya dengan hati-hati sekaligus to the point, "Lalu, apakah dengan mengambil nyawaku merupakan solusi terbaik yang kau miliki?"
"Seperti itulah. Karena kau satu-satunya manusia yang ada di bumi kala itu, maka dengan terpaksa aku harus mengambil nyawamu." Kata-kata tersebut keluar layaknya jatuhan air deras yang turun dari atas tebing tinggi di perbukitan, menjadi alami seperti turunan air terjun yang segar sekaligus menyakitkan.
Aku mencoba menyimpulkan meskipun hatiku membara akibat jawaban polos yang dia berikan, mengumpulkan ketenangan jiwaku yang sempat tenggelam agar kembali berada dalam fokus yang lebih stabil. "Baiklah kalau begitu. Sekarang yang menjadi kecurigaanku hanya satu. Jika para manusia berpindah ke Kapaleos secara tiba-tiba dan diberi identitas baru, bukankah itu terdengar seperti-."
"Sebuah realitas buatan," potong sang pria pesulap. Akar pemikiran kami mungkin berbeda, tapi kami keluar dengan hasil yang sama. "Aku benar-benar berharap kau dan Aelius bisa menyelamatkan Kapaleos serta para manusia yang ada di dalamnya, Jion." Pria pesulap pun di akhir memberikan sentilan pada keningku dengan tujuan agar aku bisa langsung melaksanakan tugas secepatnya. Ibu, mungkinkah kau ada di sana? Aku berpikir seakan tugas sampingan tersebut merupakan sesuatu yang harus kufokuskan dari pada tugas utama, yaitu menyelamatkan Kapaleos.
[Ting]
Pria itu mengatakan kalimat terakhirnya sebelum kami berpisah, "Jagalah Aelius. Dia adalah kunci keberhasilanmu."
Mataku akhirnya perlahan mulai terpejam lagi akibat dorongan pelan jari telunjuknya. Kini kesadaranku tergerus oleh gelapnya ruang angkasa yang gelap dan dingin.
Apakah ini sebuah mimpi? Kalau benar, maka aku harus segera bangun. Ini waktunya untuk berangkat ke sekolah! Aku harus bangun! Bangun!
"Bangun!!!" Teriak suara seorang laki-laki. Nada suaranya yang melengking dan agak berat sontak membangunkanku secara instan, membuka kelopak mataku layaknya tirai yang dibuka saat ruangan berkaca nampak gelap dan mencekam dari dalam.
"Ughh. Apa aku sudah terbangun dari mimpi buruk itu?" Tanyaku sembari mengusap mata. Aku sungguh berharap demikian meski semuanya terasa sangat nyata, kecuali momen dimana aku dapat bernapas dengan lancar di luar angkasa, itu agak mustahil untuk dilakukan.
"Apa maksudmu? Justru kau dan beruang kecilmu itulah yang memberi kami mimpi buruk dengan tidur di tengah jalan seperti ini!" Balas laki-laki itu. Rambutnya yang tersisir ke belakang merupakan gaya rambut yang tidak sesuai dengan latar hutan lebat seperti ini, mungkin akan terlihat cocok kalau dia berada di perkotaan.
"Hah?" Aku menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan, "Semua ini bukan mimpi?!?!"
"Ayolah kawan, kau mengganggu perjalanan kami," katanya yang mulai lelah. Jika diperhatikan dengan seksama, aku memang seperti habis tidur di tengah jalan.
"Oh maaf-maaf," balasku sebelum bangkit dan menyingkir sambil mengangkat Aelius yang sedang tertidur. Aku hampir lupa akan keberadaannya. Sejak dia diberikan padaku, dia belum sama sekali membuka kedua mata, meninggalkanku pada kekhawatiran yang cukup besar akan kondisi kesehatannya. Mungkinkah pesulap itu memberikanku hewan yang sekarat dengan tujuan untuk mengejekku?
"Dasar! Dari pakaian yang kau kenakan, kau pasti berasal dari kota bukan?" Timpal laki-laki itu dengan tatapan yang pedas dan menusuk.
"Uhmm." Aku tidak tahu harus menjawab apa. Jika yang dia tanyakan adalah tempat tinggalku di bumi, maka aku akan menjawab "Iya". Tapi di sini, aku berasal dari mana? Pesulap sialan itu sepertinya lupa memberikan skenario khusus padaku!
"Sudahlah, tidak ada gunanya lagi bicara denganmu. Ayo kita lanjutkan perjalanan, Laka!" Seru laki-laki itu kepada seorang yang lain, yang sedang mengendarai kereta kuda di belakangnya. Aku tidak dapat melihat dengan jelas keberadaan orang lain itu, tapi aku cukup yakin kalau dia adalah laki-laki juga, sama seperti kami, terdengar dari namanya yang secara akal sehat tidak layak untuk digunakan oleh seorang perempuan.
Kereta yang memiliki tumpuan roda kayu besar itu kemudian melanjutkan perjalanannya dengan bantuan seekor kuda sebagai tenaga penarik. Laki-laki bernama Fuzz yang sempat berbicara denganku lalu menyusul di belakangnya dengan berjalan kaki. Dia ingin mengambil ancang-ancang terlebih dahulu sebelum melompat masuk ke dalam kereta yang sedang berjalan.
Tidak lama setelah mereka berdua meninggalkanku, aku mulai menyadari sesuatu. "Wajah laki-laki tadi nampak sangat mirip dengan teman SMA-ku, sangat tidak asing. Jangan-jangan dia adalah..."
"Ryo!"
...###...
Intermeso:
Sebagian orang di dunia takut akan kegelapan, baik itu di luar rumah atau ruangan di dalam rumah. Mereka khawatir dan cemas dengan sesuatu yang tersembunyi di dalamnya. Sehingga diciptakan lah lilin, lampu, dan senter sebagai sumber cahaya untuk mengatasi rasa takut akan gelap tersebut. 👹
Sumber: Merdeka.com
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Leader
entah kenapa gw jadi kesal sama si pesulap😂
2021-12-06
1
halo
Gelap itu sunyi, tersembunyi, dan membuat hanya diri kita yang merasa kan diri kitaa sendiri. Hihhhh serem
2021-11-30
1
Bawang
Tahu aja saya takut gelap Thor 🤣😌
Semangaat teroos kak 💪🏻💪🏻
2021-11-23
2