...Jamuan Kepala Desa...
Dalam rumah ini dingin, api-api yang terperangkap dalam lentera tidak mampu menaikkan suhu yang memenuhi ruangan. Aku berjalan di dalam rumah keluarga Pak Dobagnus dengan hati-hati. Walaupun sudah diterangi oleh beberapa lentera, nyatanya masih sulit bagiku untuk melihat dengan jelas kemana gerak kakiku melangkah.
Di depanku terdapat Bu Clara yang sedang menuntun jalan dalam lorong rumahnya yang remang. Setiap langkah yang dia ambil lambat, sudah seharusnya wanita seusia dia bergerak sedemikian rupa.
Istri Pak Dobagnus itu menuntunku sampai akhirnya tiba di sebuah ruang makan yang di atas mejanya sudah tersedia berbagai hidangan untuk dimakan. Aku mendapati keberadaan sosok Pak Dobagnus yang yang mulai berdiri dari kursi meja makannya selepas melihatku.
"Selamat datang!" Ucap pria tua itu sambil menghampiri.
"Terima kasih atas sambutannya pak!" Balasku atas keramahannya.
Kami mulai berjabat tangan. Genggaman tangannya kuat, menandakan bahwa dia adalah pria tua yang percaya diri, bisa dilihat dari cara dia membelaku saat dihakimi oleh para penduduk. Aku tidak tahu apakah itu termasuk pembelaan atau bukan. Yang jelas dia telah mencegahku dibakar hidup-hidup oleh segerombolan penduduk yang bar-bar. Aku berhutang nyawa padanya.
"Oh iya. Ngomong-ngomong aku belum mengetahui namamu. Bisakah kau memperkenalkan diri?" Tanya Pak Dobagnus selepas jabat tangan kami.
Aku langsung menjawab, "Aduh maaf pak karena lupa memberitahu nama saya dari awal. Nama saya adalah Jion. Saya berumur delapan belas tahun."
Informasi diri yang penting tapi tidak mendalam, itulah yang harus kusampaikan pada sang kepala desa. Di tempat yang penuh dengan orang-orang tidak dikenal, sangat penting untuk tidak mempercayai siapapun, walaupun aku sebenarnya tidak tahu apa yang akan seseorang lakukan dengan identitasku jika mengetahuinya.
"Jion saja? Apakah kau tidak punya nama keluarga atau nama belakang?" Pertanyaannya kini mengandung sedikit tekanan di dalamnya.
"Tidak punya pak. Saya tidak punya nama keluarga ataupun nama belakang."
Mungkin akan lebih baik untuk tidak memberitahukan nama lengkapku kepada orang asing di dunia ini. Aku beranggapan bahwa pria pesulap akan menusuk kepalaku lagi apabila aku memberitahukannya.
"Kau tidak perlu berbicara formal denganku seperti itu, Jion. Anggap saja aku kakekmu," tegur Pak Dobagnus dengan bercanda. Dia ingin menggunakan keakraban sebagai langkah dalam menggali informasi lebih mendalam.
Untuk perawakan seperti dia, sebenarnya kurang cocok untuk menganggap dia sebagai kakek. Dia terlihat seperti pria yang baru menginjak umur 60 tahun, tua, tapi masih bisa dipanggil dengan panggilan "paman".
"Baik pak. Hehe" Aku menyetujuinya, berpura-pura akrab dan senang dengan saran sang kepala desa.
"Oke, kalau begitu sekarang giliran kami untuk memperkenalkan diri," ucap Pak Dobagnus sembari mengajak Bu Clara untuk berdiri di sampingnya.
"Namaku adalah Dobagnus, dan ini adalah istriku Clara. Seperti yang kau lihat, kami berdua adalah pasangan suami-istri yang mulai menua. Kami berdua juga tidak memiliki nama keluarga ataupun nama belakang, sama seperti dirimu."
Apa mereka juga merahasiakan nama mereka sama sepertiku? Atau mereka memang tidak mempunyainya?
Aku mengabaikan sejenak pemikiran itu dan berkata, "Senang berkenalan dengan bapak dan ibu."
Aneh jika memikirkan bahwa satu dunia ini tidak memiliki nama panjang, seakan kedua orang tua mereka malas memberikannya. Aku tahu ada beberapa orang yang malu dengan nama yang diberikan, mereka beralasan kalau nama mereka norak atau sebagainya, tapi tidak mungkin semua orang merasa demikian, bukan?
Pak Dobagnus yang merasa senang langsung mengajakku untuk makan malam bersama, berusaha menghancurkan pembatas yang menghalang keakraban yang sedang dia ciptakan. "Baiklah kalau begitu, mari kita duduk!"
Setelah aku dan Pak Dobagnus duduk di kursi meja makan, Bu Clara mulai menuangkan air minum ke gelas kami masing-masing. Nampak sekali kalau wanita tua itu merupakan perempuan yang sopan dan beradab. Makanan yang di sediakan olehnya pun bisa dibilang cukup menggugah selera, walaupun aku tidak mengetahui dengan pasti nama dari hidangan-hidangan tersebut. Ada lauk-pauk seperti ikan, sayur-sayuran, dan nasi (mungkin?).
"Bagaimana makanannya Jion?" Tanya Pak Dobagnus di sela-sela makan. Dia penasaran dengan pendapatku, memastikan apakah istrinya memasak dengan baik atau tidak malam ini.
"Ini semua sangat lezat pak!" Jawabku dengan bahagia. Entah makanan itu yang memang lezat atau aku yang benar-benar kelaparan, yang jelas aku sangat puas karena akhirnya bisa memakan sesuatu setelah sekian lama.
Pak Dobagnus gembira ketika mendengar jawabanku barusan. Dia tersenyum sambil berkata, "Baguslah kalau kau menikmatinya!"
*Dan kami melanjutkan kembali makan malam.
Aku agak lahap saat memasukkan sendok ke dalam mulut, bahkan ibuku sendiri jarang sekali memasakkan sesuatu untukku. Aku antusias dan bahagia karena akhirnya menemukan orang yang benar-benar baik di dunia ini.
Kurang lebih setengah jam berlalu sampai waktu makan malam kami usai. Bu Clara mulai merapikan meja makan selagi aku dan Pak Dobagnus duduk di kursi.
"Aku ingin berbincang sebentar denganmu sebelum Cain datang." Sang kepala desa mengajakku untuk pergi ke ruang tamunya dengan ekspresi wajah yang serius.
Bagian yang kutakutkan pun kini dimulai. Aku hampir saja lupa kalau tujuan utamaku ke rumah ini adalah untuk berbicara empat mata dengan Pak Dobagnus. Pertanyaan bertubi-tubi pasti akan dikeluarkan dari mulutnya.
"Baik pak," balasku sebelum kami berdua bangkit dan berjalan menuju ruang tamu.
Kali ini yang menuntun jalanku adalah Pak Dobagnus. Sama seperti Bu Clara, pria tua itu sudah hapal betul kemana kakinya harus melangkah. Penyebab keterampilan mereka tersebut mungkin dikarenakan mereka yang sudah lama hidup bergelap-gelapan di dunia ini. Tetapi setelah kupikir lagi, hal itu seharusnya tidak masuk akal. Aku harus memastikan apakah mereka berdua adalah manusia yang berasal dari duniaku atau bukan. Sebab jika mereka berasal dari bumi, seharusnya mereka belum ada dua puluh empat jam berada di sini!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
ummi a-sya
aku klo baca cerita fantasi harus mikir keras, kadang harus masuk ke hayalan dulu..😄
semangat thor..
2021-12-20
1
Leader
padahal kepala desanya baik, kok rakyatnya main hakim sendiri🤦🏻♂️
2021-12-13
1