...No World...
“Nama yang bagus,” puji sosok itu sembari berjalan keluar dari dalam bayangan yang gelap dan misterius. Pendaran cahaya yang berwarna kuning kemerahan dari lentera yang menyala perlahan mulai menampakkan pola yang tegas dari lekukan tubuh seseorang yang tak biasa.
Kini dapat terlihat dengan jelas sosok di balik bayangan tersebut. Dia adalah seorang pria bertanduk kambing yang mengenakan setelan jas dengan seluruh tubuh berwarna hitam pekat layaknya bayangan di tengah malam. Jas yang ia kenakan sendiri terlihat seperti jas bermerk yang sering digunakan oleh para bangsawan, dengan perpaduan warna merah dan hitam yang mendominasi. Tanduk yang mencuat dari bagian samping keningnya berwarna coklat gelap dengan garis-garis vertikal yang mengelilingi, menandakan bahwa pertumbuhan tulang yang biasa digunakan sebagai pertahanan tersebut tumbuh secara bertahap pada permukaan kulit yang gelap.
Pria itu memberitahu, “Nampaknya ada seseorang yang tersadar dari realitas buatan kita. Bisakah kau urus dia? Jangan sampai dia berbuat onar di No World.” Nada bicaranya datar dengan sedikit getaran dalam artikulasinya.
Wanita itu kemudian bertanya dengan penasaran, “Dimana lokasi orang itu berada?” Pertanyaan tersebut seakan memberi isyarat kalau mereka sudah terbiasa dengan fenomena yang sedang terjadi ini.
Sambil memejamkan mata, pria itu mencoba merasakan keberadaan sang pelaku, membuntuti sebuah aliran energi yang asing untuk dirasakan bagi ras iblis seperti dirinya. “Di selatan, orang itu berada di suatu daerah di bagian selatan.”
Wanita yang dipanggil Damballa itupun mengelus-elus ular di tangannya lalu membiarkan ular tersebut turun melewati gaun cantik yang ia kenakan. “Baiklah. Aku akan menyuruh Demon Coyote untuk mengurusnya,” ucap wanita itu.
Damballa kemudian mendekatkan dirinya kepada Aka Manah, memuji pria itu sembari berkata, “Kau sungguh hebat bisa melakukan ini semua. Aku tahu kau pasti sangat lelah bukan?” Gelagat layaknya sepasang suami istri dikeluarkan olehnya sebagai usaha dalam menjadi pelipur lara bagi pria yang sedang berada di hadapannya.
Aka Manah lalu membalas, “Semua ini kulakukan agar persembahan dua puluh milyar nyawa dapat segera terkumpul. Demi kebangkitan Fallen Lux Ferre!”
Damballa pun ikut berseru, “Demi kebangkitan Fallen Lux Ferre!”
***
Di sisi lain...
Aku tenggelam, aku merasa seperti sedang berpindah ke suatu tempat. Firasatku ternyata benar. Ini adalah hari yang sangat buruk, bahkan yang paling buruk dalam hidupku. Di dalam kegelapan, tiba-tiba aku mendengar suara seorang perempuan yang tidak asing, sedang memanggil namaku.
"Jion!!" Panggil perempuan itu. Suara yang serak dan lantang tersebut pasti akan mendorong siapapun untuk bergerak menghampiri. Akan tetapi, kebekuan yang terjadi pada seluruh tubuhku tidak membiarkanku untuk memulai langkah dengan segera. Aku justru malah terbangun karenanya, "Argh!!" Perasaan yang sebelumnya terasa nyata seketika meninggalkanku dengan kebingungan yang luar biasa.
Pria pesulap yang menjadi lawan perseteruan ini pun tiba-tiba muncul dengan santainya di sampingku. "Halo! Selamat pagi!" Dia terlihat ramah, nada bicaranya juga sangat menyambut untuk orang yang baru dibunuhnya seperti diriku.
"Apa yang kau lakukan padaku?" Aku bertanya dengan heran. Kepastian, itulah yang aku butuhkan. Permainan bunuh-bunuhan yang dilakukan oleh pria pesulap ini seharusnya tidak boleh terjadi, tidak, kalau dia tidak memiliki kemampuan sihir yang aneh.
Sang pria pesulap kemudian merangkul pundakku sambil berkata, "Kau tahu? Manusia di bumi selalu memuji keindahan yang nampak di angkasa. Tetapi jika kau pernah pergi ke angkasa, maka yang kau puji adalah keindahan dari bumi itu sendiri." Ucapannya benar-benar tidak memiliki konteks yang jelas.
Dugaan awalku sendiri menuntunku pada fakta bahwa latar hitam dengan cahaya kelap-kelip yang mengelilingiku ini merupakan sebuah tempat yang tidak asing, setidaknya itu berdasarkan pengalamanku menonton televisi. Walau masih bingung dengan maksud ucapan sang pesulap, aku yang kemudian meluruskan pandanganku dibuat tak bisa berkata-kata oleh apa yang kulihat.
[Bumi terlihat jelas di hadapanku]
"Wow. ini sangat keren," ucapku dengan penuh decak kagum. Aku tidak percaya kalau aku sedang berada di luar bumi, planet tempatku tinggal. Laut, daratan, serta awan-awan yang menyelimuti planet tersebut terlihat sungguh memukau dari sini. Saat berada di ruang angkasa, aku sebenarnya masih mengenakan seragam sekolah. Hal tersebutlah yang membuatku sempat berpikir kalau semua ini hanyalah mimpi.
Pria pesulap kemudian bertanya padaku, "Kau merasa keseharianmu di bumi sungguh membosankan bukan?" Dia menebak seraya memperkuat cengkraman pada pundakku, berharap bahwa aku akan mengeluarkan jawaban sesuai dengan yang dia harapkan.
Pertanyaan yang diberikan itu memiliki makna yang luas. Apakah yang dia maksud adalah kehidupanku secara keseluruhan atau hanya beberapa segmentasi dalam hidupku saja? Tentunya hal tersebut harus kuputuskan secara garis besar. "Bukannya membosankan. Hanya saja, tidak ada yang cukup menarik minatku di sana." Itulah yang keluar, jawaban jujur yang terkesan melebih-lebihkan. Remaja sepertiku memang suka mendramatisir segala kejadian yang terjadi selama hayat.
Sembari melayang ke hadapanku, pria itu lalu berkata, "Yaaa aku setuju denganmu. Bumi memang sudah tidak menarik lagi!" Sang pesulap tidak sekadar membalas, dia sedang memberikan statement yang lugas dengan perkataannya barusan.
"Kalau begitu, bagaimana jika kita pergi ke dunia lain?" Usul pria itu sebelum mendorongku ke belakang. Dorongannya terasa pelan dan tanpa tenaga. Tetapi tanpa kusadari, aku dan pria itu sedang meluncur dengan kecepatan cahaya.
[Swoosh]
Kami membelah ruang hampa dengan gemerlap bintang-bintang yang mengambang di kejauhan. Yang terjadi padaku sekarang lebih mirip teleportasi.
"Wooaahh!"
Selang beberapa detik, kami akhirnya tiba di hadapan sebuah planet besar yang tidak kuketahui keberadaannya. Planet itu nampak redup dan lembab seakan kumpulan jamur sedang menguasai seluruh daratannya. Awannya juga terlihat tebal, mirip bumbungan asap yang tercipta akibat ledakan dahsyat sebuah gunung berapi.
Dengan tangan yang diarahkan kepada planet besar itu, pria pesulap memberitahukanku semua yang ia tahu tentangnya. "Ini adalah Kapaleos. Planet rancangan, atau bahkan bisa dibilang sebuah rancangan besar untuk kehidupan manusia selanjutnya."
"Planet ini memiliki diameter yang hampir sama dengan matahari. Tujuan planet ini diciptakan sendiri adalah untuk menjadi tempat sentral para manusia yang baru di masa depan. Tetapi karena planet ini begitu besar, seperti yang kau lihat di sana!" Tunjuk pria pesulap ke arah sebuah bintang di kejauhan. "Sang Pencipta kesulitan untuk menciptakan bintang yang sesuai dengan planet ini. Lihat saja itu! Bahkan bintang itu tidak mampu menerangi Kapaleos dengan benar! Pada akhirnya, kegelapan yang muncul akibat penerangan yang kurang dari bintang tersebut menyebabkan iblis-iblis mulai bangkit di Kapaleos serta mengakibatkan kerusakan pada dunia yang ada di dalamnya."
Kengerian hinggap pada ujung hidungku. Entah mengapa, aku seperti harus terlibat dengan para iblis yang bahkan tidak pernah kuketahui kebenarannya, itulah ketakutan yang muncul dalam benakku. "Terus, kau ingin aku melakukan apa?" Aku lantas bertanya.
Dia menjawab, "Selamatkanlah dunia yang ada di dalam Kapaleos, Jion. Jika itu tidak bisa kau lakukan, maka hancurkanlah dunia tersebut."
Aku sudah bisa menduganya. Permintaan aneh serta konyol seharusnya memang akan keluar seiring dengan informasi yang ia berikan di awal percakapan. Bodohnya aku tidak langsung menyadarinya begitu dia membawaku ke sini. Aku merasa seperti ditipu dan diperbudak secara tidak langsung, penolakan menjadi keputusan yang harus kuambil sekarang. "Apa kau sudah gila? Kenapa tidak tuhan saja yang menghancurkannya?"
Pria pesulap menjawab lagi, "Sang Pencipta bisa saja menghancurkan planet ini seketika, tetapi kau harus tahu satu hal. Dalam Kapaleos masih terdapat banyak manusia dari berbagai dunia. Mereka yang tidak bersalah tidak boleh binasa begitu saja!" Dia menggunakan sisi baiknya untuk mengambil empatiku. Rasa kepedulian akan sesama memang menjadi alasan yang mendasar mengapa seseorang harus melakukan kebaikan.
"Terus apa bedanya dengan aku yang harus menghancurkan dunia itu? Kekuatan untuk menghancurkanya saja aku tidak punya!" Aku memberi pembelaan dengan mengirim secercah harapan akan sebuah pemberian yang istimewa.
Pria itu kemudian membalas dengan senyuman mengajak, "Kalau masalah kekuatan, serahkan padaku. Apa yang kau inginkan?"
Aku seketika menjawab, "Kekuatan fisik tidak terhingga!"
"Tidak bisa!" Tolak pria itu dengan acuh.
"Kecerdasan luar biasa!"
"Tidak bisa!"
"Kemampuan sulap yang bisa mengeluarkan segala benda dari topi!"
"Tidak bisa! Itu punyaku!"
"Terus kekuatan apa yang bisa aku dapatkan?!" Dia malah membuatku kesal. Mengizinkanku untuk meminta kekuatan, tetapi tidak memperbolehkanku untuk mendapatkan kekuatan yang sudah kuminta. Ini sungguh menguras waktu dan emosi bagi seorang remaja yang memiliki emosi tidak stabil seperti diriku.
Sang pria pesulap tiba-tiba melepaskan topinya dan mencari-cari sesuatu di dalam, merogoh barang berharga yang sepertinya akan dia berikan padaku. Setelahnya, dia mengeluarkan seekor beruang kecil berwarna cokelat dari dalam topi tersebut, mendekapnya pada salah satu lengan agar ia tidak terjatuh.
[🐻]
"Ini! Dia bernama Aelius," ujar sang pesulap sambil memberikan beruang kecil yang sedang tertidur tersebut pada kedua tanganku yang terbuka.
"Apa-apaan ini?! Kenapa kau tidak memberikanku semacam kekuatan super yang bisa membantuku untuk bertahan hidup di Kapaleos?" Tanyaku dengan kesal. Aku bukannya tidak ingin menerima beruang itu. Maksudku dia mungkin akan lucu dan unik apabila dijadikan hewan peliharaan, tetapi ini semua masalah keselamatan. Tidak mungkin untuk berkeliaran menjelajahi tanah yang tidak kukenal, yang dipenuhi dengan para iblis, sambil mengandalkan seekor beruang yang bahkan masih terlalu kecil untuk bertarung. Aku jelas membutuhkan sebuah kemampuan atau kekuatan khusus yang lainnya.
"Kau adalah ras manusia dari bumi. Apa kau ingat manusia pertama di bumi identik dengan apa?" Entah sang pria pesulap bermaksud untuk mengejek, yang jelas aku tidak suka dengan pertanyaan tersebut.
"Memberikan nama segala binatang hutan dan segala burung di udara—tugas yang diberikan pada adam sang manusia pertama." Jawabku.
"Nah! Itu dia alasan mengapa aku memberikanmu Aelius."
"Kau sudah gila!" Ucapku dengan kesal.
"Terima kasih banyak atas pujiannya!" Pria itu kemudian melanjutkan, "Tenang saja, Jion! Aku sejatinya telah memberikan sebuah kemampuan khusus pada dirimu. Tetapi, kau harus mencari tahunya sendiri. Yang jelas kemampuan tersebut akan berhubungan dengan 'benda' dan 'cahaya'. Penasaran 'kan?"
"Bisa-bisanya kau memberikanku sesuatu, tetapi tidak memberitahuku apa yang kau berikan. Memangnya ini semacam kado ulang tahun apa?" Balasku dengan geram.
...###...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Leader
padahal disuruh minta apa saja, pas minta gak di kasih😂
kek di tinggal pas lagi sayang sayangnya😂
2021-12-06
1
𝓡𝓐𝓣𝓨 𝓣𝓮𝓻𝓪𝓳𝓲𝓷 𝓝𝓣
Iikh, kenapa habis baca ada kata mengelus-elus ular aku bergidik Mulu ya ikh membayangkannya aja udah merinding 😰 tapi keren kak mantap semangat lanjut
2021-11-23
1
Bawang
Kirain tadinya si protagonis yg jadi behemoth 🤣🤭 rupanya nemesisnya ya hehe
2021-11-23
2