Merasa bingung akan semua itu, Sharon kembali menuju ruang administrasi, dan meminta mereka untuk memberitahu siapa yang sudah melunasi semua biayanya. Ketika tiba disana, ia disuruh untuk menunggu kepala administrasi, dan bisa menanyakan hal tersebut padanya langsung.
15 menit setelah itu, orang yang ditunggu pun datang. Tanpa basa-basi, Sharon langsung mengutarakan hal yang ingin ia tanyakan sejak tadi. Kemudian, kepala bagian tersebut pun membuka kembali foldernya.
"Disini tertulis jelas jika Sharon Hwang yang melunasinya." Mendengar itu justru semakin membuatnya terkejut. Mana mungkin itu terjadi? Apa dirinya tengah bermimpi?
"Tapi aku sama sekali tidak membayar semua itu. Apa kalian tidak salah catat pemasukkannya? Mungkin saja itu Sharon Hwang yang lain, dan seharusnya dana itu masuk ke pasien yang lain."
"Maaf nona, tapi kekeliuran semacam itu sangatlah fatal, dan kami tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Sebelum memasukkan data, maka orang tersebut harus mengisi data administrasi sesuai dengan nama pasien."
"Lalu, apa aku boleh meminta kertas copyannya?"
"Sebentar nona, aku akan ambilkan."
Tidak lama kemudian, kepala bagian administrasi kembali, dan memberikan satu amplop yang berisikan data pasien. Ia mencermatinya, dan itu memang benar milik ibunya. Namun, sudah jelas jika itu bukan tulisan tangan miliknya.
"Siapa pun dirimu, untuk saat ini, aku sangat berterima kasih, dan aku akan tetap mengumpulkan dananya. Ketika aku sudah mengetahui siapa orangnya, aku akan menyerahkan uang itu padanya.
•••
CBC Group. Seseorang meminta izin untuk masuk ke dalam ruangan ceo. Saat izin sudah diberikan, orang diluar sana pun lekas masuk, dan menyerahkan selembar amplop pada orang yang tengah duduk di bangku kebesarannya, Charlie Austin.
Ketika menerima amplop itu, dengan cepat Charlie membukanya, dan mengambil isinya. Bibirnya tersenyum ketika melihatnya.
"Dia cantik, dan terlihat polos. Pantas saja Charles sangat menyukainya." Gumamnya seraya memandangi foto yang berada dalam genggamannya. "Bagaimana dengan Charles sekarang?" Tambahnya lagi.
"Dokter Marvin tengah memeriksa kondisinya."
"Baiklah, aku akan pulang untuk melihatnya. Jika terjadi sesuatu, mintalah bantuan pada Key." Seru Charlie pada asistennya.
Entah apa yang sudah terjadi pada Charles. Karena memang sudah 2 hari juga ia tidak bersama dengan Sharon. Bahkan sering kali Sharon menghubunginya, namun belum menerima jawaban dari pria itu.
Kini Sharon tengah makan siang di ruangan ibunya, dan sesekali ia mengajak ibunya berbincang. Karena ia pernah dengar, jika seseorang yang tengah mengalami koma masih mampu mendengar suara orang di sekitarnya, dengan begitu, Sharon berharap jika ibunya akan bisa segera bangun.
Tak lupa juga ia mengirimi pesan pada Charles, memintanya untuk segera membalasnya. Sharon sungguh merasa khawatir pada pria itu, karena dia pun tidak terlihat saat di kantor, maupun di tempat mereka bekerja paruh waktu. Hal ini sungguh menjadi tak biasa baginya.
Ingin rasanya mengunjunginya, namun kemana ia harus pergi menemuinya? Sharon hanya takut jika terjadi sesuatu pada pria itu. Pikirannya pun menjadi kacau karena memikirkan dua hal sekaligus.
Sementara di kediaman Austin, suasana terlihat sangat tegang. Kekhawatiran memenuhi perasaan Bill Austin, untunglah Charlie sudah datang, dengan begitu, Charlie mampu menghibur ayahnya sedikit.
"Apa dokter Marvin masih di dalam?" Imbuh Charlie.
"Ya, dia masih mengecek kantung infus kakakmu, dan hendak mengambil sample darahnya. Aku sungguh khawatir padanya, dia bahkan masih belum sadar sejak kemarin."
"Charles bukan pria lemah, aku yakin jika dia akan segera sadar."
"Aku juga berharap hal yang sama denganmu."
•
Setibanya Charles dirumah, ia merasa mual, dan kepalanya terasa berputar hebat. Hingga ia harus memegangi dinding ketika hendak memasuki kamarnya. Ia mencoba menahannya, namun setelah beberapa langkah, tubuhnya harus kehilangan keseimbangannya hingga membuatnya jatuh pingsan.
Kebetulan, Charlie yang baru tiba di rumah itu pun melihat saudaranya yang tergeletak begitu saja. Dengan cepat ia menghubungi dokter keluarga Austin, dan juga ayahnya.
"Menurut diagnosa sementara, ada dua kemungkinan yang menyebabkan ia seperti ini."
"Apa itu?" Sambar Bill Austin.
"Kemungkinan pertama, ada penyempitan di dalam hati, dan sekitar hatinya, sehingga menyebabkan penumpukkan cairan empedu. Kemungkinan kedua, kanker hatinya kembali menjalar."
•
Dokter Marvin selesai mengambil sample darah Charles, kemudian ia pun bergegas keluar dari kamarnya, dan Bill Austin langsung menghampirinya dengan memberikannya beberapa pertanyaan.
"Aku akan mengecek sample darahnya. Selebihnya, kita akan melakukan rontgen untuk mengeceknya, apa itu kanker hati atau hanya penyempitan."
"Bukankah kedua diagnosa yang dokter sebutkan itu tetap mengharuskan Charles untuk mendapatkan transplantasi hati?" Charlie menyeru dengan lantang.
"Benar. Tapi jika masih gejala awal, kita masih memiliki harapan untuk menekannya dengan beberapa obat."
"Aku harap diagnosamu meleset kali ini. Karena aku tidak ingin melihat Charles terbaring di rumah sakit lagi seperti sebelumnya."
Setelah menyampaikan semuanya. Dokter Marvin pun segera pamit, dan Charlie langsung masuk ke dalam kamar saudaranya bersama dengan ayahnya.
•••
Hari kembali berganti, Sharon sudah kembali di kantor dengan pakaian office girlnya. Sampai saat itu, dia masih belum mendapat kabar dari Charles. Pria itu bahkan tidak terlihat berkeliaran di sana. Kemudian, Sharon berniat menemui kepala bagian pelayanan untuk mencari tahu dimana Charles tinggal.
Saat jam makan siang hampir selesai. Sharon bergegas menuju ruangan kepala bagian, ketika bertemu Larissa, ia langsung menyampaikan hal yang ingin ia utarakan.
"Apa dia masih tidak tahu jika orang yang di carinya adalah ce'o perusahaan ini? Aku tidak mungkin memberitahu alamatnya 'kan? Tuan Charles akan langsung memarahiku jika aku memberitahu indentitasnya." Larissa membatin seraya berpura-pura mencari datanya di dalam komputernya.
"Bagaimana? Apa nona Larissa sudah menemukannya?"
"Maafkan aku. Charles tidak menyertakan alamatnya, hanya ada email, serta nomor telfonnya saja."
"Jadi begitu? Baiklah, terima kasih atas bantuan nona Larissa."
"Tidak masalah."
Sharon pun keluar dengan keadaan kecewa. Kenapa pria itu sungguh misterius? Begitulah fikirnya kali ini. Pria itu bahkan tidak pernah menceritakan apapun mengenai keluarganya, jadi dia tidak bisa melacaknya.
Beberapa menit kemudian, ponselnya berdering, dan dengan cepat ia menerima panggilan tersebut. Berharap jika itu berasal dari Charles, namun ternyata dari dokter Brian. Setelah menutup telfon itu, Sharon kembali menemui Larissa, dan meminta izin untuk pulang cepat.
Larissa tidak mengizinkan hal tersebut. Namun, Sharon terus mengatakan jika ada hal mendesak yang mengharuskannya pergi. Jawaban Larissa tetap sama, sehingga secara kebetulan, Key lewat di depan mereka, dan mendengar semuanya.
"Nona Hwang. Jika itu mendesak, pergilah." Sahut Key, dan membuat Sharon menoleh dengan terkejut.
"Tuan Key? Bagaimana jika tuan muda Austin tahu ada pegawai yang meminta izin secara dadakan seperti ini? Tuan muda Austin pasti akan marah."
"Jika hal itu benar-benar mendesak, maka tuan muda Austin pasti tidak akan mempermasalahkannya." Key membalasnya santai. "Nona Hwang, pergilah. Apa kau butuh tumpangan? Jika kau membutuhkannya, aku akan mengantarmu."
"Tidak perlu tuan Key. Jika begitu aku permisi, dan terima kasih sebelumnya."
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
mhymhy_2602
Charles sakit,,,seakan engga rela thoorrr😪
2020-06-15
5
Hermin Dech
dari sejak awal yg q pikirkan akan terjadi.. Charles akan di gantikan dgn saudara kembarx... ya Rab ga ikhlas banget.. sdkit kecewa😭😭😭😭
2020-06-09
5
Yohana Luis
cares hrus sembuh.atau kasih aja ke carlea hatinya ibu saron klo uda meninggal
2020-04-04
3