Wajah Sharon berubah drastis ketika keluar dari ruangan. Charles yang merasa khawatir pun langsung menghampirinya, dan saat itu juga Sharon merasa lemah tak berdaya. Air matanya pecah, dan amplop yang di tangannya terjatuh begitu saja.
"Hey, apa yang terjadi? Dan amplop apa ini?" Tak menjawab pertanyaannya, Sharon justru semakin menjadi, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Tanpa meminta izin dari gadis tersebut, Charles membuka isi amplop itu, dan mengambil kertas yang ada di dalamnya. Mengetahui isinya, membuat Charles memandang kertas tersebut, dan Sharon secara bergantian.
"Kau ingin mendonorkan sumsum tulang belakangmu?"
"Ya, dan hasilnya tidak cocok. Aku harus bagaimana? Ibuku membutuhkannya secepat mungkin, jika tidak, maka ..." Belum menyelesaikan ucapannya, Sharon kembali menangis, dan Charles membawanya ke dalam dekapannya.
Keduanya telah berada di dalam ruang perawatan ibunya Sharon. Sharon terlihat sudah terlelap di salah satu sofa yang berada dalam ruangan tersebut. Kemudian, Charles merogoh sakunya untuk mengambil ponsel miliknya.
"Ada apa tuan? Aku sedang tidur. Jika ingin memberiku pekerjaan, bisakah berikan aku waktu untuk istirahat sejenak?"
"Baiklah. Tapi, jangan salahkan aku jika kau tidak akan mendapat bonus akhir tahun ini."
"Key sudah bangun tuan. Ada tugas apa?" Seru orang di seberang sana dengan membuka matanya lebar-lebar.
"Carikan pendonor sumsum tulang belakang, aku akan mengirimkan data dnanya. Setelah menemukannya, segera cek ada kecocokkan atau tidak. Jika cocok jangan buang-buang waktu untuk memberitahu pihak rumah sakit."
"Rumah sakit yang mana?"
"Key. Sepertinya kau sudah berani bermain-main denganku, ya?"
"Maafkan Key tuan. Aku tahu, Triemli Hospital bukan? Aku akan mencarinya."
Setelah menutup panggilannya, Charles langsung mengirimi data dna ibunya Sharon kepada asistennya tersebut. Nyonya Hwang membuka matanya, matanya menemukan sesosok pria yang begitu asing baginya.
Charles membuka jaketnya, dan menyematkannya pada tubuh kecil Sharon. Terlihat jelas wajah sembabnya, bahkan isakkannya masih terdengar di dalam tidurnya. Ketika menoleh ke belakang, Charles terkejut saat melihat nyonya Hwang tengah memperhatikan mereka dengan senyuman kecilnya.
Hal tersebut membuat kaki Charles melangkah mendekatinya. Saat berada di dekatnya, Charles pun mengatakan pada nyonya Hwang agar tidak mengkhawatirkan banyal hal. Cukup fikirkan kesehatannya, dan memiliki itikad untuk sembuh.
"Bibi, kau harus sembuh. Gadis kecilmu itu masih sangat membutuhkanmu. Gadis kecilmu itu masih membutuhkan kasih sayang darimu. Gadis itu masih ingin bermanja ria denganmu. Aku tidak ingin melihatnya menangis, aku ingin melihatnya selalu tersenyum bahagia, dan kebahagiaannya ada pada bibi." Charles tampak menggenggam erat tangan nyonya Hwang.
"Charles Austin. Apa kau menyukai putriku?"
"Bibi mengenaliku?" Balasnya terkejut. "Bahkan Sharon saja tidak tahu siapa aku." Sambungnya dengan sedikit terkekeh.
"Putriku terlalu bekerja keras, sehingga tidak pernah memperhatikan hal-hal seperti itu. Bukan tidak memperhatikan, namun ia menutup mata, dan tidak ingin tahu menahu mengenai orang-orang sepertimu."
"Aku selalu penasaran dengan alasan dia tak menyukai orang besar."
"Dia memiliki masa lalu yang pahit dengan orang seperti mereka, bahkan neneknya sendiri enggan mengakuinya. Kau bisa bertanya padanya nanti. Lalu, bagaimana kalian bisa saling mengenal?"
"Kejadian itu sangat tak terduga, aku datang mengendap-endap di kantorku sendiri dengan menggunakan pakaian office boy, dan dia mengira aku adalah pegawai baru yang terlambat. Hingga hari ini, aku masih membiarkannya memandangku seperti itu."
"Jika kau menyukainya, kau harus mengatakannya semuanya. Katakan kebenaran yang ada. Jika dia mengetahui belakangan, dia akan kembali merasa di kecewakan lagi, dan tidak menutup kemungkinan, jika dia akan semakin membenci orang-orang seperti kalian."
"Aku masih belum berani untuk mengungkapkan semuanya."
Panjang lebar mereka bicara, dan sesekali berbagi tawanya. Baru pertama kali bertemu, Charles sangat merasa nyaman bersama dengan beliau. Bahkan banyak hal yang Charles ceritakan kepadanya, mengenai hal-hal kecil mengenai dirinya, juga mengenai saudara kembarnya yang sangat usil, dan kekanak-kanakkan.
Nasihat-nasihat kecil pun diberikan kepada Charles, dan Charles sangat senang saat itu. Hingga tanpa sadar, air matanya pun menetes dengan deras.
"Aku senang dapat bicara banyak dengan bibi. Berbagi keluhanku, dan semua hal yang sangat ingin aku katakan pada ibuku sendiri. Hari ini aku sungguh bahagia, aku merasa tengah berbicara pada ibuku sendiri, aku merasa mendapat kasih sayang dari ibuku sendiri. Jika ibuku masih ada, mungkin beliau akan lembut seperti dirimu."
"Melihat putranya yang sangat baik saja, sudah membuatku yakin jika ibumu pasti memiliki hati yang sangat lembut. Jika boleh tahu, apa yang terjadi?"
"Ibu meninggal setelah melahirkan aku, dan Charlie. Ayah bilang, ibu mengalami pendarahan hebat, dan saat masa kehamilannya, dokter keluarga Austin sudah mengantisipasi hal-hal buruk yang akan terjadi. Namun, ibu bersih keras untuk tetap melahirkan kami."
"Aku yakin, ibumu tidak akan menyesal dengan pilihannya. Melahirkan dua putra yang begitu baik, pasti akan membuatnya bangga."
Matahari telah kembali dengan sinarnya. Sharon membuka matanya, dan melihat pemandangan yang sangat indah untuknya. Charles tertidur seraya menggenggam tangan ibunya. Kemudian, Sharon menyematkan jaket yang ia gunakan semalam pada bahu pria yang tengah tertidur itu.
"Terima kasih." Bisiknya, dan memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut.
Hari itu, Sharon memutuskan untuk tidak bekerja. Ia ingin bersama dengan ibunya. Kali ini, ia tengah berada di kantin rumah sakit untuk membeli sarapan. Setelah memesan beberapa makanan, ia pun segera kembali, dan ketika berbalik, Charles sudah berada di hadapannya.
"Bukankah tadi kau ..."
"Apa kau lupa dengan kata-kataku?" Charles membungkuk untuk menyamai posisinya dengan gadis di hadapannya. "Aku akan mengikutimu kemana pun kau pergi. Jadi, jika disana ada dirimu, maka disana juga akan ada diriku." Sambungnya dengan nada yang percaya diri.
"Rasa percaya dirimu terlalu tinggi. Ayo kembali ke ruangan ibu, kita makan disana saja."
"Baik." Balasnya penuh dengan semangat.
Wajahnya yang sumringah itu langsung merebut bingkisan yang ada di tangan Sharon, dan berjalan seraya bersenandung ria. Melihat tingkahnya, sebuah senyum terukir di bibir manis Sharon, dan Charles yang menyaksikan hal itu pun ikut tersenyum. Kemudian, keduanya berjalan bersama.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Husnai Hatin
visualnya thor, biara tanbah semangat bacanya
2020-09-18
3
Husnai Hatin
ibunya sharom kok bisa kenal sama charles,
2020-09-18
2
Lili Sumarna
visual nya dong thoorrrr
2020-06-03
6