Dalam perjalanan pulang, Idris terus terfikir akan ucapan Sam. Benar apa yang di katakan Sam, Sampai kapan ia akan menyembunyikan pernikahannya dengan Za, sedang suatu hari semua pasti terbongkar, dan bagaimana jika mamanya tau pernikahannya dengan Za dari orang lain, bagaimana juga jika Rayan kakaknya yang tahu lebih dulu, pasti semua akan bertambah rumit.
Idris memutuskan untuk mengunjungi mamanya malam itu juga. Ia membelokkan mobil, menyusuri jalanan yang dulu sering ia lalaui. Melintasi kawasan yang berdiri kokoh bangunan-bangunan bertingkat dengn halaman yang luas.
Idris memasui salah satu rumah mewah di kawasan itu, memarkirkan mobilnya di halaman rumah.
Berdiam sejenak di dalam mobil, menarik nafas, "Bismillah." ucapnya menguatkan diri sebelum turun dari mobil.
Ia langkahkan kakinya, memasuki rumah yang telah menjadi saksi pertumbuhannya. Rindu, tentu sejujurnya Idris rindu, rindu dengan kehangatan kelurganya dulu, juga rindu pada sosok yang telah membuatnya hadir ke dunia ini. Mama. siapalah tak rindu jika berjauhan dengan sosok tangguh yang rela membiarkan rahimnya di huni oleh anak-anaknya ini selama sembilan bulan. Dan bahkan harus rela berjuang antara hidup dan mati agar anaknya bisa menghirup udara lebih luas lagi.
Memasuki rumah, Idris tak menemukan sosok yang ia rindukan, ia berjalan menyusuri setiap sudut rumah mencari wanita hebatnya itu.
Sampai ia temukan sosoknya, sedang duduk dengan menikmati secangkir teh melati kesukannya dengan di temani rembulan, di halaman belakang rumah.
Idris mendekat, merangkul wanita hebat nya dari belakang, hingga wanita itu terlonjat kaget dan hampir melayangkan pukulan pada sosok yang memeluknya.
"Idris!" Mama maryam mengepalkan tangannya.
"Astaga! mama fikir siapa?" Idris tersenyum, seraya melepaskan pelukannya dari sang Mama. Dan kini ia duduk di hadapan Mamanya.
"Mau ke sini, kok, gak bilang dulu, kalau bilangkan Mama bisa masakin masakan kesukaan kamu."
"Ya, sekali-kali Idris bikin kejutan."
Mama Maryam menggenggam tangan Idris, "Mama kangen sama kamu, kamu sibuk banget yah sampe jarang ke rumah!"
Idris membalas genggaman tangan sang mama, "Maaf, Mah, maklumlah rumah sakit lebih sibuk dari rumah makan, karena di rumah sakit bukanya sampai 24 jam." lalu mereka tertawa bersama.
Mama Maryam mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Gimana kabar Mama? Mama sehatkan?"
"Alhamdulillah, kamu sendiri?"
"Alhamdulillah, baik, Mah."
"Kamu baru pulang praktek?" Idris mengangguk.
"udah makan?" lalu yang di tanya menggeleng kan kepalanya.
"Makan dulu, yuk," mereka bangkit menuju ruang makan.
Idris menyantap makanan yang tersaji, memasukan suap demi suap ke dalam mulutnya. Namun otaknya memikirkan bagaimana cara ia memberi tahukan pernikahannya pada sang Mama.
Selesai makan mereka kembali ke halaman belakang bersama-sama menikmati rembulan dengan secangkir minuman hangat.
"Kapan yah, kita bisa kumpul-kumpul bareng lagi? rasanya, kok, dah lama Mama gak kumpul bareng sama kalian. Anak-Anak Mama sibuk semua, sih."
"Yah, nanti Idris sempetin waktu buat kita bisa kumpul kaya dulu lagi, Mah."
"Janji, yah,"
"Insyaallah." Mama Maryam tersenyum.
"Mah!,"
"Yah."
"Ada yang ingin Idris bicarakan,"
"Bicaralah!"
"Tapi, Mamah, harus tenang yah!," Mamah Maryam mengernyitkan dahi.
"Memangnya apa yang ingin kamu bicarakan"
Idris menggeser kursinya agar lebih dekat dengan sang Mamah. Menggenggam erat tangannya.
"Sebelumnya Idris minta maaf, karena udah ambil keputusan tanpa meminta persetujuan dari Mamah." Idris menatap Mamah Maryam dengan wajah serius.
"Apa? keputusan apa yang kamu ambil?" Mamah Maryam mulai penasaran.
Semakin erat Idris menggenggam tangan sang Mamah.
"Idris ... Sudah menikah, Mah."
"Heh, he he ..., anak Mamah sudah dewasa ternyata, kamu mau menikah, coba kenalkan Mamah sama gadis itu dulu!"
Mamah Maryam tampak tak percaya, anak kesayangannya mengambil keputusan sepenting itu tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan ia.
Idris menggeleng-gelengkan kepalanya, "Idris benar-benar sudah menikah mah, maaf! Idris minta maaf karena tidak meminta persetujuan mamah terlebih dahulu, karena waktu itu keadaanya sangat genting mah!" ia tatap wajah sang Mamah sambil berlutut.
"Idris sudah menikah dengannya sejak sebulanan yang lalu, dan kedatangan Idris ke sini, Idris ingin meminta restu Mamah, Idris akan kenalkan Mamah pada istri Idris, ia gadis yang baik Mah, juga manis." ia tersenyum mengenang sosok Za.
"Genting! ... Apa yang kamu lakukan hingga kamu harus menikahinya," rahangnya mengeras.
"Mamah jangan berfikir yang aneh-aneh, awalnya Idris hanya ingin menolong ...." perkataanya terjeda dengan ucapan Mamah Maryam.
"Menolong! hihi hi hi, menolong. ****** yang mana lagi yang ingin kalian bawa ke keluarga kita ini, hah!." suaranya mulai meninggi, hingha Idris terlonjat.
"Mah!, Mamah tenang yah, Mamah dengarkan dulu penjelasan Idris!"
Mamah Maryam menarik tangannya dari genggaman Idris, ia bangkit dari duduknya. menatap tajam pada sang putra yang masih terduduk di bawah.
"Ceraikan dia!" titahnya.
Sontak Idris terkejut, ia pun ikut bangkit.
"Mamah tidak mau lagi ada anak Mamah yang memungut wanita yang gak jelas asal-usulnya, dan pada akhirnya wanita itu akan menghancurkan kamu!. Mamah gak mau, jadi ceraikan dia!!" penuh penekanan Mamah Maryam mengucapkannya.
"Mah, Za gak seperti itu, Za jelas keluargannya, Idris menikah dengan dia di depan keluarganya, Za gadis baik, Mamah akan menyukainya. Dan ... Khanza istri Idris, dia buka wanita seperti Stella."
Trauma masa lalu akan perceraiannya dengan sang suami yang dikarenakan kehadiran orang ketiga, juga mantan menantunya Stella yang menduakan putra pertamanya, Rayan. Membuat Mamah Maryam semakin berhati-hati dalam memilihkan istri untuk anak-anaknya.
Tapi, pengakuan Idris malam ini membuatnya merasa gagal melindungi anak-anak nya. Kenangan buruk di masa lalu itu kini berkeliaran dalam ingatannya, rasa sakitnya di khianati seolah ia rasakan kembali. Namun, kali ini ia juga harus di khianati oleh anak tercintanya.
**
"Idris! suatu hari jika kamu ingin menikah carilah wanita yang jelas bibit, bebet, bobot nya. Belajarlah dari kesalahan Mamah dan kakakmu, mama tidak mau kamu juga merasakan sakitnya di khianati."
Maryam berbicara pada putra bungsunya, sedang sang putra berusaha menenangkan mamahnya dari masalah kakaknya dengan sang istri.
Idris mengangguk patuh, di elusnya pundak sang Mamah. "Iya, mah."
**
Janji itu ternyata hanya sebuah janji, kenyatannya putra tercintanya mengingkari janji mereka, ia menikah dengan wanita yang bahkan belum sempat ia kenalkan pada Mamanya.
Kecewa tentu rasa itu yang di rasakan Maryam.
"Kamu sudah pernah berjanji pada Mamah, kamu akan menikah hanya dengan seorang gadis yang sudah jelas segala-galanya, kamu ingkar janji, Mamah kecewa!"
"Maafkan Idris, Mah." Idris meraih kembali tangan sang Mamah, memohon maaf atas tindakannya.
"Apa yang harus Idris lakuin agar mamah tidak kecewa?" matanya memohon.
Mamah Maryam menoleh dan menatap Idris, seraya membalas genggaman tangan putranya.
"Sudah mamah katakan. CERAIKAN DIA!" suaranya penuh emosi.
Idris melepaskan genggamannya pada sang mamah, perlahan berjalan mundur.
"Tidak untuk itu, Mah. Maaf!" Idris melangkah menjauhi sang mamah.
Sejenak mamah Maryam terdiam, ia tak habis fikir dengan keputusan anaknya. Mamah Maryam mengamuk, berteriak-teriak dan membanting semua yang ada di hadapannya.
Langkah yang mulai menjauh itu terhenti, Idris menoleh pada sosok wanita hebat nya, yang telah ia kecewakan. Berat melangkah pergi sedang sang Mamah dalam keadaan hancur karena ia. Tapi, ada tanggung jawab yang lain yang tak bisa ia tinggalkan juga.
Suara benda-benda jatuh dan hancur terdengar jelas, Maryam semakin tak terkendali. Idris kembali menghampiri mamahnya, memeluknya dari belakang.
"Lepas! lepas! lepas!" ia semakin meronta.
Sedang Idris memeluknya dengan berurai air mata. "Tolong mah!, tenangkan diri mamah!"
"Lepas! lepas." hingga suara itu semaki paruh bahkan tak terdengar kembali karena di saat itu tubuh mamah Maryam melemah tak sadarkan diri.
"Mah! Mamah! "
bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak. Like, Komen, dan Vote. Terima kasih🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments