Gagal fokus

Idris melonggarkan pelukannya. kini mereka saling berhadapan, Idris mengusap air mata Za yang membasahi pipinya.

"Sudah, jangan nangis!. Manggilnya juga jangan Dokter, panggil mas, aja." Za mengangguk.

"Maaf"

"Loh, kok, minta maaf, sih!"

"Ya, maaf Mas!, kalau Za udah Segede gini, tapi masih aja cengeng" sembari ia usap sisa air mata yang masih membasahi pipi dengan kedua tangannya.

Dihhh, kok, gemes, yah. Astaghfirullah, Dris!, sabar Dris, sabar. Aduh, kalau kelamaan di posisi gini, bisa-bisa otakku oleng kaya si Sam.

"Gak, papa kok, itu wajar. Perempuan itu emang perasa, makanya ia mudah nangis. Terkadang dari tangisan itu, perempuan sedang menenangkan diri, atau menguatkan diri, namun tak tau caranya, hingga air mata lah yang bicara. Bukan karena mereka cengeng." ucap Dokter Idris sembari mengusap pucuk kepala Za yang tertutup hijab.

Deg ... Deg ... Deg ....

Detak jantungku berdetak tak karuan. Lantas menjalar perasaan aneh, perasaan yang telah ku buang, lama ... lama sekali. Perasaan yang bahkan pernah aku tak ingin merasakannya lagi.

Hangat, menenangkan. perasaan yang membuatku hampir mati rasa ini, kini hadir kembali, dan dengan sendirinya menarik sudut bibirku untuk membuat lengkung sabit bernama senyuman.

Aku tersenyum, dengan tangan masih mengusap pucuk kepalanya, sedang Za terlihat nyaman dengan apa yang ku lakukan. Dan bibir itu ... Tersenyum disertai seburat merah jambu di pipinya.

segera ku alihkan tanganku dari pucuk kepalanya. Menggaruk tengkuk yang tak gatal. kok, salting, yah.

Lantas Za berpamitan meninggalkanku dengan perasaan yang tak karun. Jantung yang tak berhenti berdetak, seolah habis melakukan marathon, wajah yang memanas, mungkin seburat merah jambu itu juga muncul di pipiku, dan bibir yang tak mau berhenti tersenyum.

Apa aku sedang jatuh cinta?

Sedang di dapur Za, memegangi dadanya. berusaha menguasai diri, ia tarik nafas perlahan lalu menghembuskan nya, ia lakukan berulang kali, tapi tetap, ia tak dapat mengontrol sudut bibirnya untuk tidak tersenyum.

Ya, Allah, bolehkah aku mencintainya!

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Idris sudah kembali peraktik di rumah sakit. Beberapa suster masih menggodanya, ada yang mengucapkan selamat atas pernikahannya, ada juga yang terang-terangan berucap tak rela jika Dokter idolanya menjadi milik orang lain, bahkan ada yang menawarkan diri untuk menjadi pelakor. sedang Idris hanya tersenyum menanggapinya. Huh, dasar manusia!.

Baru mendudukkan diri di kursi kebesarannya, Idris di kejutkan dengan sosok tanpa salam. Yah, siapa lagi kalau bukan Sam.

"Waalaikumussalam." ucap Idris menyindir.

"Oh, yah." Sam berbalik keluar dari ruangan. Detik berikutnya.

Tok, tok, tok.

"Assalamualaikum" dengan senyuman yang di buat-buat manis.

Ya, tuhan .... Dosa gak, sih, tuker sahabat sendiri sama panci. kepingin nuker coba.

"Astaghfirullah" Idris menghela nafas.

"Eh, eh, waalaikumussalam, gitu, bukannya Astaghfirullah!"

"Waalaikumussalam!" ucapnya sedikit kesal tanpa menatap Sam.

"Gak ikhlas bener" Sam mendudukkan dirinya di kursi.

Idris menatap Sam sekilas. "Ada apa?"

Sam menatap Idris, menyanggah dagunya dengan satu tangan dan alis yang ia naik turunkan.

"Giman pengantin baru?, sudah sampai tahan mana hubungan kalian?"

"sudah pegang-pe ...."

Plak ....

Idris memukul kepala Sam dengan gulungan kertas. lalu berdiri keluar dari ruangannya.

"Aw!" Sam mengaduh kesakitan, di peganginya kepala yang telah di aniaya sahabatnya itu.

"Woy, mau kemana!!?" tanyanya setengah berteriak.

"Cek pasien" jawab Idris tanpa menoleh.

"Cik!" decaknya kesal.

****

Dalam ruang rawat Idris bergumam di dalam hatinya.

Bagaiman mau maju hubungannya? orang kami aja masih tidur terpisah, bahkan setelah kejadian pagi itu, tak lantas membuat kami bisa selayaknya suami istri. Ternyata menikah dengan remaja itu tak mudah, yah.

Idris memeriksa detak jantung pasienya menggunakan stetoskop. Matanya mantap tertuju pada pasien, sedang hati dan fikiranya berlayar entah kemana. Hingga tanpa ia sadari, ia mengarahkan stetoskop bukan pada jantung pasien, namun mulut sang pasien.

"Em, em" sang pasien kesusahan berbicara.

Idris tersadar, di tatapnya pasien yang sedang ia tangani.

"Astaghfirullah!" ia terlonjat, dan segera menarik stetoskop yang tidak dengan sengaja ia tempelkan di mulut pasienya.

"Maaf, Bu, maaf!" sesal sang Dokter.

"Hah" sang pasien menghembuskan nafas.

"Sekali lagi, saya minta maaf, Bu" kembali sang Dokter menyesalinya.

"Ya, gak papa, kok, Dok. Tapi lain kali jangan pake stetoskop, pake itu aja Dok" wanita paruh baya itu memajukan bibirnya dan menatap bibirku.

Aku bergidik ngeri di buatnya. lalu tersenyum canggung.

"Lagian Dokter ini kenapa? galau? ganteng-ganteng, kok, galau, udahdeh tinggalin aja yang buat galau mah, masih banyak, kok, yang bisa buat nyaman Dok, salah satunya, ya, saya" nasihatnya tanpa di minta, disertai senyum lebar yang menampakkan giginya yang hilang satu, di tengah pula.

"Saya ini janda loh Dok, kata orang sih janda kembang" lagi ia mempromosikan diri, di Sertai tawa bangga.

'wah, ini sih keluarganya salah rumah sakit, kayanya ni ibu harus di bawa ke RSJ bukan di sini.' batin Idris.

"Permisi Dok" ucap salah seorang suster di belakang nya.

"Yah"

"Gimana Dok? si ibunya sudah membaik? kalau sudah mau kami bawa lagi ke RSJ"

'lah, bener gila ni ibu!' ucapnya kembali dalam hati.

"Ya, sus, sudah membaik, kok. Silahkan kalau mau di bawa lagi"

"Maaf, yah, Dok, jadi merepotkan Dokter di sini. Soalnya di RSJ gak ada dokter spesialis jantung."

"Sudah tugas kami, sus"

Lalu mereka membawa si ibu, sedang si ibu meronta-ronta tak mau di bawa pergi.

"Saya mau di sini saja, mas Dokter ganteng tolongin saya!, saya tidak mau terpisah dengan mu!" rengek ya bak anak kecil.

"Huh" Indria menghembuskan nafas.

Ya, Tuhan, gagal fokus aku!

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Kembali Idris pulang laru, keluar dari mobil ia tidak langsung masuk, ia dudukan diri terlebih dahulu di kursi yang ada di depan rumah Za.

Mengingat kejadian di rumah sakit tadi, Idris mengacak-acak rambutnya.

" memalukan!" ucap Idris tampak frustasi.

'Ngapain di fikirin, sih, Dris, lagian ibu itu kan juga gak waras. Duh, kok, kepalaku jadi pusing gini!'

Idris berjalan gontai, mengetuk pintu. Dan tak lama kemudian Za membukanya, Za mencium punggung tangannya, jujur ingin sekali membalas nya dengan mengecup kening Za, dan mengelus pipinya. Tapi ... ah sudah lah.

"Makan, yu! mas laper" ajak ku pada Za, takut ia belum makan seperti tempo hari.

"Za udah ...."

"Temani, mas!" ia tersenyum, dan segera menuju meja makan menyiapkan makanan.

"Kamu juga makan, yah, Mas, gak enak kalau makan sendirian" yah, mau minta di temenin makan aja pake ngeboong padahal sebelumnya juga tiap hari makan sendirian.

Entah kenapa masakan Za yang biasanya terasa enak, kali ini terasa hambar, lidahku seolah mati rasa, kepala semakin pusing, dan suhu tubuhku naik, tapi terasa dingin.

'Jangan-jangan aku demam' batini Idris bermonolog.

Setelah nya Idris merebahkan diri di atas kasur, berharap akan membaik setelah beristirahat sejenak, namun semakin malam, ia semakin menggigil, di tutupinya tubuh dengan selimut, hingga peluh membasahi tubuhnya.

bersambung....

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!