Pagi hari, setelah selesai melaksanakan sholat subuh Za keluar dari kamar, ia menyapu setiap sudut ruang tamu dengan pandangannya, mencari sosok yang biasanya akan duduk di sana setelah ia pulang dari mesjid.
Namun tak ia temukan pria yang telah menjadi suaminya itu di sana, kemana ia? belum pulangkan dia?.
Za beralih ke dapur, memasak sarapan untuknya dan Idris. Setelah selesai, ia kembali ke ruang tamu, mengajak Idris untuk sarapan bersama. Tapi, tak ia temukan sosoknya di sana.
"Masih belum pulangkan? tumben lama!"
"Atau jangan-jangan dia masih di kamar"
Za menghampiri kamar Idris, ia ketuk kamarnya, dan tak ada jawaban, ia coba lagi dan tetap, tak ada jawaban. sedang jam menunjukan pukul tujuh pagi.
Za memberanikan diri membuka pintu kamar Idris.
"Mas!" ucapnya sembari mencari sosok yang ia cari.
Nihil, berkali-kali Za memanggil tak ada yang menyahut. Za hendak keluar dari kamar Idris, namun, ada sesuatu yang ganjil, ia perhatikan selimut yang ada di atas ranjang, ada gundukan di sana, Za mendekat, ia buka perlahan selimut itu.
Nampak sosok yang ia cari sejak tadi, sedang menggigil di balik selimut.
"Astaghfirullah! Mas, kamu demam!" Za menyentuh kening Idris.
Di ambilnya baskom yang berisi air dan kain, lalu ia basahi kain itu untuk mengompres Idris, hingga Idris lebih tenang dan terlelap.
Sedang Idris terlelap Za kembali ke dapur membuat bubur untuk Idris. Setelah selesai ia bawa ke kamar.
Di lihatnya Idris yang masih terlelap, ia perhatikan lamat-lamat wajah sang suami, tanpa sadar tangannya terulur hendak menyentuh wajah suaminya, tapi buru-buru Za tarik kembali, ketika mata Idris mengerjap-ngerjap.
Perlahan Idris membuka matanya, dilihatnya Za yang terduduk di samping nya. Idris bangkit, menyandarkan diri di ranjang.
"Makan dulu, Mas!" Za mengambil bubur yang ia buat, ia berikan semangkuk bubur itu pada Idris.
Idris menerimanya walau dengan tangan yang masih bergetar.
"Terima kasih." ucap Idris.
Za tersenyum menanggapinya.
karena tubuh Idris yang masih lemas, ia tak dapat memegang sendok dengan benar, sehingga sendok itupun tak dapat ia angkat.
Za melihat Idris yang kesusahan, ia ambil kembali bubur yang di pangkuan Idris, lalu menyendok kan bubur dan menyuapikan nya pada Idris.
Idris memakan bubur dari tangan Za, matanya tak beralih memandangi Za.
Terlihat jelas raut kekhawatiran pada Za, ada rasa bahagia melihat Za sehawatir itu pada nya, lagi, Idris tak dapat menahan sudut bibirnya untuk tidak tersenyum.
"Kenapa Mas?" Za yang melihat Idris senyum-senyum ahirnya bertanya.
"Apa?"
"Kenapa senyum-senyum?"
"Seneng aja"
Dengan sedikit kesal Za berkata. "Sakit, kok, seneng sih!"
'Gak tau apa kalau aku hawatir,' ucap Za dalam hati.
'Ya, seneng dong, kan jadinya bisa di perhatiin' batin Idris.
Idris tertawa kecil, matanya masih tak beralih dari memandang Za, sedang tanpa sadar ia melahap habis bubur yang di berikan Za.
mulut Idris masih terbuka, menunggu uluran tangan Za menyuapinya.
Za yang melihat Idris masih membuka mulutnya, mengambil air dan menyodorkannya hingga menempel di mulut Idris.
Idris terkejut. " Ah ... sudah habis!." ucapnya dengan senyum canggung. dan melirik mangkuk yang sudah kosong.
Sedang Za menahan tawa melihat kelakuan Idris.
' Mikirin dia aja udah bikin gagal fokus, apa lagi deket-deket kaya gini, bisa ambyar otakku ' batin Idris.
Idris hendak mengambil gelas yang di sodorkan Za. Tapi Za menahannya.
"Aku bantu, Mas" Idris meminum nya hingga tandas.
Za melirik gelas dan mangkuk yang kosong, lalu beralih melirik Idris, Za tersenyum canggung seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Laper dia!.
"Mas, punya obat?"
"Kayanya ada, coba kamu lihat di tas!" Za mengambil tas Idris, tas kecil yang biasa ia bawa ke rumah sakit.
"Buka aja!" titahnya.
Za membuka tas Idris, dan mengambil beberapa obat di dalamnya.
"Yang ini, dok!" Za menunjukan satu jenis obat.
"Ya, yang itu"
Za membuka obat dan memberikannya pada Idris, Idris menerimanya dan langsung meminum obat dari Za.
"Semalam, juga di minum, Mas"
"Nggak," ucap Idris spontan.
Za menghela nafas. "Udah tau demam, kenapa gak di minum?"
'kalau semalam di minum, pasti paginya mendingan, kalau mendingan, kan, gak ada adegan perhatian kaya gini. Fix inisih sakit membawa keberuntungan.' batinnya berbahagia.
"Gak kefikiran" jawab Idris.
"Yaudah, istirahat lagi, yah!, eh, tapi Mas udah solat?"
"Udah, di rumah." Za menganggukkan kepala.
"Mau ... di masakan sesuatu." sedikit ragu Za bertanya.
"Apa aja, terserah kamu" jawab Idris.
"Za!" Idris kembali memanggil Za yang hendak melangkah keluar.
"Ya,"
"Bisa, ambilkan handphoneku, mungkin aku tatro di dalam tas, saya ingin menghubungi pihak rumah sakit, untuk mengabarinya kalau aku tidak bisa masuk peraktek" titahnya di Sertai penjelasan.
Za mengangguk. Dicarinya handphone yang di minta Idris, setelah ketemu ia berikan pada Idris.
"Terimakasih" Za tersenyum, menanggapi ucapan Idris.
****
Za mengetuk pintu kamar Idris, seperti pagi tadi tak ada respon, walau ia mengetuknya berkali-kali. Khawatir sesuatu terjadi pada Idris, Za membuka pintu kamar Idris. Di lihatnya Idris sedang melaksanakan sholat Dzuhur.
Idris selesai melaksanakan silatnya, Za masuk kembali dengan membawa makanan di atas nampan. Za meletakkan makanan itu di atas meja kecil di samping ranjang.
Za hendak keluar dari kamar, namun tertahan oleh suara Idris.
"Sudah makan?" tanya Idris pada Za.
"Belum" jawab Za.
"Kita makan bareng, yah"
'Makan bareng, makan satu piring maksudnnya' batin Za.
"Kita makan di luar saja" ucap Idris sembari membawa nampan yang di bawa Za tadi. lalu melangkah keluar melewati Za.
'Aish, Za, Za, jangan ngarep' rutuk Za dalam hati.
Di meja makan Za nampak berfikir, jika Idris sakit mungkin karena ia yang tak becus merawat Idris.
Za hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa ia masukan barang sesiapapun ke mulutnya.
Idris yang melihat Za seperti tak berselera itupun bertanya.
"Kenapa?"
Za terkejut. "Hah!"
"Kenapa gak di makan? cuma di aduk-aduk gitu. Lagi mikirin sesuatu"
"Oh, gak, kok, Mas!"
setelah selesai makan Za menahan Idris yang hendak ke kamarnya.
"Tunggu, Mas!" Idris mendudukkan kembali dirinya di atas kursi.
"Za, minta maaf, yah, mas!"
Idris mengernyitkan alis "Maaf, kenapa?"
"Karena Za yang gak becus urus mas, mas jadi sakit kaya gini" ucapnya melemah.
Idris menghembuskan nafas. "Za, ini bukan salah Za, kok. Emang saya lagi banyak pasien aja, makanya kecapean"
"Tetap aja Za yang ...." seperti biasa Idris selalu memotong perkataan Za.
"Jangan menyalahkan diri sendiri, saya hanya kelelahan"
'Juga banyak fikiran, padahal yang difikirinnya cuma satu. Ya ... kamu. Khanza Aditya.' batin Idris sembari memandang Za yang sedang tertunduk.
bersambung....
maaf kalau ada yg kurang nyambung atau banyak typonya. 🙏🙏 karena episode ini author gak edit.
Dan terima kasih buat yang udah baca. moga suka selalu.🤗 dan sehat selalu😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments