Malam itu

Akankah tuhan benar-benar menyatukan mereka menjadi pasangan yang utuh. Kisah cinta yang tak pernah mereka rangkai, dan tak pernah mereka bayangkan jika kisah cinta yang di pertemukan oleh takdir itu ... Akan mereka alami.

Za pulang dari pasar, ia lihat sekeliling tak ada sosok lelaki yang ia mintai ke rumahnya tadi pagi.

"Assalamualaikum," Idris yang melihat Za seperti mencari seseorang, berucap salam. Ya, siapataukan dia yang di cariin, geer dikit gak papakan.😁

"Eh, mas, Waalaikumussalam," Za menjawab sambil cengengesan.

"Pak Sapri, gak datang ke sini mas?"

"Udah"

"Oh, udah pulang yah, Mas?" sembari mendudukkan diri di atas sofa ruang tamu.

"Nggak," Idris mengikuti apa yang Za lakukan.

"Kok, gak ada di sini?"

"Mas suruh beli alat-alat buat perbaikan besok"

"Besok ngerjainnya gak sekarang?"

"Gak, biar pak Sapri nya istirahat dulu, kan, kerusakannya juga lumayan. kata pak Sapri, kemungkinan sekitar semingguan lah, perbaikannya." nampak Za yang tengah mengangguk-anggukkan kepalanya seolah tengah berfikir.

"Emang kenapa Za?" Idris bertanya.

"Nggak!, nggak, papa!," cepat Za menggeleng, dan di raihnya beberapa belanjaan yang sempat ia taro tadi.

"Za ke dapur, yah, Mas, mau masak" dengan cepat Za beranjak dari tempat duduknya menuju dapur.

Za meletakkan belanjaan yang ia bawa, matanya menatap kosong, sedang fikiranya melayang memikirkan malam-malam nya dengan sang Dokter nanti.

'Semalam aja gak bisa tidur, gara-gara berdekatan dengannya. Apa lagi kalau sampai malam-malam selanjutnya. Dia kan dokter jantung, gimana kalau dia dengar detak jantungku yang gak karuan kalau di dekat dia? Aduh, gimana nih?' batin Za. sembari meremas jari-jari nya.

***

Setelah sekitar tiga harian di perbaiki, ternyata benar, memang tak kunjung selesai perbaikannya. separah itu kah kerusakannya. Fikir Za.

Dan sudah tiga hari itu pula Za gugup jika datang waktu malam, jika di pagi hari ia bisa menyibukkan diri di dapur, dan Idris yang sudah mulai kembali peraktik. Sedang di malam hari.

Entah kenapa jika malam tiba, tetes demi tetes dari bulir-bulir bening yang berjatuhan di atas bumi itu senantiasa mewarnai malam dalam beberapa hari ini. Bahkan kali ini hujan datang sejak sore tadi, mengguyur semua yang ada di bumi, menghantarkan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang, membuat mereka mau tidak mau harus berbagi kamar, jika tidak ada yang ingin sakit karena hawa dingin yang di antarkan hujan.

Za memasuki kamar, sedikit terkejut karena mendapati Idris sudah ada di atas ranjang. Karena biasanya, Idris akan duduk di samping meja kerjanya yang ia bawa dari kamar, bermanja ria dengan leptopnya, sedang Za akan tertidur sebelum Idris selesai dengan kesibukannya.

Tapi, apa yang terjadi, malam ini ia di sana, di atas ranjang, dengan berbantalkan kedua tangan sedang matanya terpejam sempurna.

Langkah demi langkah Za mendekati ranjang, duduk di sisi ranjang dengan ragu. Sedang debar di dadanya semakin menggila tak tau arah. tak tahan dengan perasaan gugup ini Za bergerak, hendak bangkit dari duduknya, sebelum suara Idris menghentikan pergerakanya.

"Bisa kita bicara?" Idris yang sesungguhnya belum terlelap bertanya. Seraya bangkit dari tidurnya dan duduk dengan bersandarkan kepala ranjang.

Za menoleh, wajahnya nampak terkejut juga gugup."I, i i ya, Mas!"

"Duduk sini Za!" Idris menepuk ranjang, menyuruh Za agar duduk di sampingnya.

Za menurut, perlahan ia menggeser tubuhnya hingga mereka duduk bersisian.

"Za, saya minta maaf, karena belum bisa bawa kamu untuk bertemu dengan keluarga saya." Tanpa basa-basi Idris berbicara, dengan pandangan lurus ke depan.

"Tapi, saya jangji, dalam waktu dekat ini saya akan kenalkan kamu dengan mama saya. Kamu maukan bertemu mama saya?" lalu di tatapnya Za yang berada di samping.

Za ikut menatap Idris yang tengah menatapnya. Mengangguk, adalah bahasanya dalam mejawab pertanyaan Idris.

Detik berikutnya Za menunduk, entah apa yang sedang di fikiran gadis berusia 18 tahun itu.

"Kenapa?" tanya Idris.

Za angkat kepalanya, dan menatap Idris.

"Apa keluarga mas nanti mau Nerima saya?"

Sejenak Idris terdiam, seolah berfikir, namun hanya Idris lah yang tau apa yang tengah ia fikiran. Detik berikutnya ia tersenyum, senyum yang terlihat di paksakan.

"Insyaallah." Idris meyakinkan Za. Lalu di tatapnya Za secara inten.

Sadar dengan tatapan tak biasa Idris, Za berdehem. Membuat Idris salah tingkah.

Idris meraih tangan Za, di genggam nya tangan itu, sedang netranya mantap menatap gadis di depannya.

Hawa panas mengaliri tubuhnya, berbarengan dengan degub jantung yang semakin menggila, karna sentuhan Idris.

"Za! mau sampai kapan hubungan kita seperti ini?" ucap Idris.

"Seperti ini? seperti ini, gimana yah Mas?" sesantai mungkin Za berbicara, berharap degupnya tak terbaca.

"Saya ingin hubungan kita ... layaknya suami istri pada umumnya" dengan serius Idris berucap.

"Aku mau rumah tangga kita, ya, seperti orang-orang. Gak ada kecanggung kaya gini."

Semakin erat Idris menggenggam tangan Za. "Aku mau jadi suami kamu seutuhnya, benar-benar menjadi suami kamu Za." sambung Idris.

Za terdiam, matanya mulai berkaca-kaca.

"Izin kan aku untuk mencintai kamu. Khanza Aditya." seraya mencium tangan Za dengan lembut, Idris berucap.

Runtuh sudah pertahanannya, bulir bening mengalir bak anak sungai, membasahi pipi mulus Za.

Tak mampu berucap barang sekatapun, hanya derai air mata yang mengatakan bahwa ia pun sama. Sama mencintai sosok pria yang berada di hadapannya.

Ia usap air mata yang tak hentinya mengalir dari mata Za.

"Sudah jangan nangis lagi!" ia angkat dagu Za hingga wajah yang awalnya menunduk itu kini terangkat.

Bagai mana mungkin Za mampu berhenti menangis, sedang ia begitu terharu dengan apa yang ia dengar tadi. Dan pasalnya ini pun kali pertama ada seorang pria yang mengatakan cinta padanya, terlebih pria itu adalah suaminya sendiri.

Berkali-kali Idris mengusap air mata di pipinya, berkali-kali pula bulir bening itu menetes tak ada henti.

Idris tersenyum, ia cium pucuk kepala sang istri dan membenamkanya dalam pelukan.

Dan untuk pertama kalinya Za membalas perlakuan Idris, Za pun melingkarkan tangannya pada tubuh Idris.

Malam yang sangat dingin tersebab guyuran hujan lebat yang tak kunjung berhenti sejak sore tadi. Kini terasa hangat. Sehangat hati mereka yang kini telah menemukan jawaban atas debar aneh yang selalu muncul di dada.

Juga sehangat penyatuan cinta mereka yang telah menjadi pasangan suami istri yang sesungguhnya.

Dua insan yang tengah di mabuk cinta, meneguk indahnya pahala syurga dalam balutan halal.

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak. Like, Komen, dan Vote, Agar si othor semakin semangat dalam berkarya.

Terima kasih🙏

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!