Alasan

Malam itu mereka lalui dengan debar aneh di dada masing-masing lalu tertidur entah di jam berapa, dan terbangun dengan keadaan saling berhadapan. Lupa jika mereka memang sedang tidur bersama, mereka saling menatap, lantas tersenyum, cukup lama, mungkin mereka fikit jika mereka tengah bermimpi indah. Saling bertatapan dengan orang yang sesungguhnya mereka suka.

Semakin lama mereka saling menatap, semakin nyata sosok yang ada di hadapannya. Hingga mereka sadar bahwa situasi ini bukanlah mimpi.

Bergegas mereka bangkit dari tempat tidur dengan canggung. Za merapihkan hijab yang masih melekat di kepalanya sejak semalam.

"Eee, sa saya ke kamar mandi dulu" Terbata Za mengucapkanya.

"Y ya" Dengan canggung Idris menjawab.

Buru-buru Za turun dari atas ranjang menuju kamar mandi. Idris menatap punggung Za hingga tak nampak lagi sosoknya, Sedang Idris tersenyum mengingat kejadian tadi.

***

Selesai dengan kegiatan mengisi perut di pagi hari, Idris berbicara tentang perbaikan kamarnya, Idris berniat untuk memanggil tukang renovasi yang sudah ahli.

Za mendengarkan usulan Idris, lalau Za teringat akan pak Sapri tetangganya, bukankah ia juga bisa memperbaiki rumah, dan juga jika ia meminta pak Sapri yang memperbaiki rumah Za, ia juga bisa membantu perekonomian mereka. Za bergelut dengan pemikirannya, pelan ia mengangguk-anggukkan kepalanya hingga ahirnya berani mengutarakan pendapatnya pada Idris.

"Gimana, mas? kerja pak Sapri bagus kok, cepet lagi. Ya, kalau kita pakai pak Sapri kita juga bisa bantu perekonomian keluarga pak Sapri." usul Za pada Idris.

"Dulu waktu ayah masih ada, ayah juga sering panggil pak Sapri untuk memperbaiki rumah jika ada kerusakan" lagi Za berusaha meyakinkan Idris.

"Ya, kalau menurut kamu pak Sapri ini bisa, mas ikut kamu aja" Idris menyetujui saran Za.

Senyum manis itu mengembang di wajah Za. "Terima kasih, mas, mau dengerin pendapat Za."

Idris membalasnya dengan senyum yang tak kalah manis sembari menganggukkan kepalanya.

"Memang harusnya seperti ini suami istri Za, berdiskusi, saling dukung, saling menasihati. Ya, seperti itulah"

"Ya, mas."

"Kamu punya nomor telepon nya?" Za menggeleng.

"Kalau gitu di mana rumahnya biar mas yang panggil"

"Biar Za aja, mas, sekalian lewat" sergah Za.

"Lewat?" dahi Idris berkerut.

"Ada beberapa bahan makanan yang habis, Za mau ke pasar, nanti sebelum ke pasar Za mampir dulu ke rumah pak Sapri"

"Oh," Idris mengangguk-angguk kepalanya.

"Mau saya antar saja?" tawar Idris.

"Gak usah mas, orang deket, kok, jalan kaki juga sampai" tolak Za.

Padahal berjalan berdua menyusuri jalanan yang semalam habis di guyur hujan lebat pasti amat menyenangkan, udara sejuk, dengan dedaunan yang terlihat lebih hijau paska di guyur hujan lebat membawa kesan romantis tentunya. Tapi dia ....

'Gak peka!' batin Idris.

***

Tok, tok, tok

"Assalamualaikum." Za mengetuk pintu rumah pak Sapri seraya berucap salam.

Tak menunggu waktu lama terdengar suara seorang wanita menjawab salam dari dalam rumah, kemudian wanita itu membuka pintu.

"Eh, neng Za, tumben pagi-pagi ke sini! ada apa yah neng?" Bu Syifa menyambut Za dengan pertanyaan.

"Oh, nggak Bu, ini Pak Sapri nya ada Bu?"

"Ada, sebentar, yah, ibu panggilan."

Za mengangguk.

Lalu Bu Syifa kembali memasuki rumahnya, mencari sosok sang suami. Di lihatnya pak Sapri yang tengah meneguk air.

"Di cariin sama neng Za!" tanpa basa-basi Bu Syifa memberitahukan kepada suaminya.

"Tumben, ada apa Bu?"

"Gak tau, belum sempet ngobrol, coba bapak temuin dulu, ibu mau beresin ini" sambil membereskan makanan yang ada di meja makan bekas sarapan mereka.

Pak Sapri keluar menemui gadis yang tengah mencarinya itu. Nampak gadis yang tengah mencarinya berdiri di ambang pintu.

"Neng Za, cari saya!"

Mendengar suara pak Sapri Za membalikkan badan menghadap pria yang sedang ia cari.

"Ya Pak."

"Ada apa yah neng?"

"Gini pak, di rumah ada yang perlu di renovasi, kalau pak Sapri sedang tidak sibuk bisa kan kerumah buat benerin genting, soalnya semalam ada yang bocor" ucap Za langsung pada intinya.

"Ya, boleh neng, kebetulan Bapa juga lagi gak sibuk nih, kira-kira kapan bisa mulainya neng!"

"Ee, sekarang bapak ke rumah aja dulu, di rumah ada suami saya, pak Sapri bisa obrolin sama suami saya"

"Oh, yah neng."

"Kalau gitu, Za pamit yah pak"

"yah."

"Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam"

***

"Assalamualaikum"

Suara seseorang terdengar dari luar rumah, berkali-kali ia mengucap salam seraya mengetuk pintu. Idris yang tengah berbenah memindahkan barang-barang nya ke kamar Za pun kini menghampiri Sumber suara itu.

"Waalaikumussalam" Jawab Idris dengan membuka pintu. Sedang sosok yang berucap salam tadi tersenyum lebar.

"Saya pak Sapri, Dok, saya di minta ke sini sama neng Za."

"Oh, yah, mari masuk pa"

Pak Sapri masuk kedalam, merekapun berbincang-bincang dan Idris menunjukan kamarnya yang semalam bocor.

Pak Sapri melihat-lihat ke arah beberapa genting yang memang terlihat renggang, mengamatinya dan berucap.

"Kalau hanya seperti itu sih kerusakannya, saya bisa kerjain seharian saja" sedang matanya masih menelisik atap kamar Idris.

Entah kenapa bukan senang dengan pekerjaan pak Sapri yang bisa secepat itu memperbaikinya, Idris malah terlihat resah.

karena jika kamarnya cepat di perbaiki, itu artinya tidak ada alasan untuknya bisa sekamar lagi dengan Za. Sedang hubungannya dengan Za masih memerlukan pendekatan, dan entah kapan lagi bisa ada kesempatan seperti ini.

"Tidak usah terburu-buru Pak, santai aja ngerjainnya"

"Gak terburu-buru, kok, Dok, karena memang kerusakannya tidak begitu parah, yah, sehari itu waktu yang cukup untuk memperbaikinya."

Sepertinya pak Sapri sosok yang bertanggung jawab, Idris tidak bisa mempengaruhinya, padahal jikapun di kerjakanya beberapa hari itu menguntungkan untuk pak Sapri.

Sejenak Idris terdiam, berfikir hingga Muncul ide.

"Pak, bisa gak ngerjainnya semingguan gituh!"

Dahi pak Sapri berkerut, dan di tatapnya Idris.

"Lah, mas Dokter ini gimana sih, seminggu mah kelamaan, saya bisa kerja cepet. Dan lagian kalau seminggu ngerjainnya itusih sama aja saya makan gajih buta, Dok!"

"Ee, gimana yah, saya gak enak sih ngomongnya karena ini masalah keluarga. Tapi Pak Sapri bisa bantu saya kan."

"Bantu apa yah dok!, kalau memang ada yang bisa saya bantu saya bantu, Dok."

"Gini Pak, sebenarnya saya dan Za, sedang ada sedikit masalah, sampai kami harus pisah kamar agar tidak membesar gituh masalahnya. Eh, karena pisah kamar kami malah makin jarang komunikasi. Dan dengan salah satu kamar ada yang rusak gini kan, gak ada alasan kami buat pisah kamar, intinya sih saya mau berbaikan sama istri saya. Jadi tolong bantuannya yah pak." Idris mengeluarkan alasannya yang panjang lebar kaya Alas Roban.😁

Pak Sapri mengangguk-anggukkan kepala, paham dengan masalah pasangan muda-mudi ini, ahirnya pak Sapri bersedia menolong Idris untuk berbaikan dengan Za.

"Kalau begitu masalahnya, sih, dengan senang hati saya bantu Dok."

Idris tersenyum mendengar pria yang ada di depannya bersedia membantu Idris. Dan meminta pria paruh baya itu untuk merahasiakan rencana mereka dari Za.

Amplop coklat berisi lembaran rupiah ia berikan pada pak Sapri untuk di belanjakan alat-alat nya.

"Ini hanya tentang kita ,yah, pak!" Idris berkata sembari memberikan amplop itu pada pak Sapri.

Dan di balas anggukan di Sertai acungan jempol oleh pak Sapri. "Sip!"

Senyum Idris mengembang sempurna, senyum yang penuh dengan harapan.

bersambung....

Tinggalkan jejek dengan Like, Komen, dan Vote. Terima kasih.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!