'William' batinku dalam hati.
"Selamat bergabung di keluarga Atmajaya, Kanaya. Perkenalkan anak-anak Tante, ini putra sulung Tante, namanya William dan ini yang bungsu Devin. William, Devin ayo berkenalan dengan Ibu baru kalian."
"Mami, Devin tak akan pernah sudi memiliki Ibu tiri seperti dia. Apa-apaan ini sebenarnya Mami? Kenapa Mami mau mengijinkan laki-laki seperti dia untuk menikah lagi."
"Devin, jaga bicaramu, masih banyak tamu di rumah ini. Lagipula ini bukan keinginan Papa tapi keinginan Mami!"
"Devin tau, itu hanyalah alasan Mami agar Devin tidak membenci wanita itu dan Papa. Coba kalau Papi masih hidup, pasti Papi tidak akan pernah berkhianat seperti laki-laki itu."
"Devin tenang sayang, Papa juga tidak ingin semua ini terjadi. Papa hanya mengikuti keinginan Mamimu, Nak."
"Tidak usah banyak alasan, dasar laki-laki bermuka dua." kata Devin sambil meninggalkan mereka.
"Kanaya tolong tidak usah diambil hati kata-kata Devin, dia memang seperti itu."
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Tante Lidya.
"William, perkenalkan dirimu Nak."
William yang sedari tadi diam dan hanya memandangku dengan tatapan tajam akhirnya bergerak maju ke arahku, rasanya aku benar-benar ingin lari menjauhinya, tapi tak mungkin, aku harus berpura-pura tidak mengenalnya agar Tante Lidya masih percaya padaku.
"William." katanya sambil mengulurkan tangannya padaku.
Sungguh hatiku begitu hancur, rasanya benar-benar begitu sakit hingga seluruh tubuhku bergetar. Dengan penuh keraguan kuulurkan tanganku dan kujabat tangannya.
"Kanaya." kataku.
"Mengapa tangan anda dingin sekali Kanaya? Oh maaf maksud saya Mama Kanaya?"
"Saya hanya gugup William."
"Oh saya pikir sesuatu telah terjadi padamu."
Aku lalu tersenyum dan menggelengkan kepalaku. Aku begitu gugup karena William begitu tajam menatapku saat ini, raut wajahnya benar-benar dipenuhi dengan kebencian padaku.
"Kanaya, tante ke depan dulu ya. Kamu kalau lapar makan saja sayang, mulai hari ini rumah ini juga rumahmu."
"Iya Tante."
"Ma, Papa ikut. "kata suami baruku.
"Mas Fadil, apa kamu tidak ingin mengenal Kanaya lebih jauh?"
"Tidak, nanti saja." jawab suamiku.
Aku lalu duduk di sofa, aku tak tahu harus berbuat apa karena aku sama sekali tak mengenal orang-orang yang ada di rumah ini. Aku hanya bisa berpura-pura sibuk memainkan ponselku.
"Jadi ini jawaban dari kata-katamu Kanaya?"
"William."
"Apa arti semua ini? Perjanjian apa yang telah kau buat dengan Mama?"
"Bukan urusanmu."
"Kamu juga memiliki janji denganku Kanaya, tapi kau mengakhirinya begitu saja."
"Bukan aku, tapi kamu yang meninggalkanku terlebih dahulu. Apa kau tak pernah menyadari kesalahanmu padaku?"
"Aku sadar Kanaya, tapi kamu tak pernah mencoba mengerti keadaanku dan memberikan aku waktu untuk menjelaskan semua yang terjadi padaku!"
"Mencoba mengerti katamu?"
"Aku begitu mengerti keadaanmu William, bahkan aku terikat perjanjian dengan Mamamu itu juga karena aku selalu berusaha mengerti keadaanmu untuk memenuhi semua janjiku padamu!"
"Kanaya, mengapa kamu tidak bisa menungguku sebentar saja."
"Menunggu tanpa kepastian?"
"Kanaya, nyawaku hampir saja hilang karena aku menyelamatkanmu Kanaya!"
Aku begitu terkejut mendengar kata-katanya. 'Apa maksudnya menyelamatkan nyawaku?' batinku dalam hati.
"William."
Tiba-tiba suara Tante Lidya mengagetkan kami berdua.
"Kamu sudah akrab dengan William, Kanaya? Bagus jika Willi sudah mau menerima kehadiranmu. Kamu memang anak yang baik Willi."
"Benar kata Mami, hanya Willi yang selalu baik di mata Mami."
"Devin, tidak seperti itu Nak."
"Mami tidak usah banyak alasan, dunia ini memang sudah terbalik, meskipun aku anak kandung Mami, tapi Mami tak pernah menyayangiku, berbeda dengan William yang hanya anak tiri tapi Mami begitu membanggakannya! Seandainya Papi masih hidup, aku pasti tidak akan diperlakukan seperti ini!"
"Devin, jaga kata-katamu Nak, sudah berulangkali mami katakan jika mami tidak pernah membeda-bedakan kalian berdua."
"Tapi kenyataannya seperti itu Mami!!!"
"Devin, jangan berkata kasar pada Mama!!!"
"Heh anak tiri, kamu mau jadi pahlawan kesiangan lagi?"
PLAKKKKK
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin.
"Mami. Kenapa mami menamparku?"
Tante Lidya menangis tersedu-sedu lalu masuk ke dalam kamarnya. Aku menarik nafas panjang, baru beberapa jam aku menjadi bagian di keluarga ini, sudah begitu banyak drama yang kutemui.
'Tampaknya memang akan begitu berat.' gumamku dalam hati.
Om Fadil yang baru mengetahui sedikit keributan ini lalu masuk ke dalam kamar menyusul Tante Lidya.
"Devin apa belum cukup kamu berulah selama ini? Apa belum cukup kamu selalu menyakiti hati Mama?"
"Kamu yang membuatku berbuat seperti ini William."
"Cukup Devin, buang semua egomu!" akhirnya kuberanikan diri untuk berbicara padanya.
"Hei wanita j*lang, kamu tidak usah ikut campur urusan di rumah ini. Tugasmu cukup melayani Papa dengan tubuh indahmu!"
"JAGA BICARAMU DEVIN!!!"
"Kenapa kamu marah dengan kata-kataku William? Apa kamu juga sudah pernah menggunakan jasa wanita seperti dia?"
PLAKKKK
Sebuah tamparan keras dari William pun melayang di pipi Devin.
"Wah luar biasa Willi. Sekarang aku sudah mendapat jawaban dari semua ini. Ternyata kamu benar-benar wanita bayaran Nona Kanaya hahahahaha."
William yang sudah begitu emosi mendengar kata-kata Devin berniat untuk menghajarnya kembali tapi aku mencoba untuk mencegahnya.
"Willi, sudah tidak usah meladeni orang seperti dia."
Aku lalu menyuruhnya duduk kembali di sofa, tamu-tamu yang menghadiri pernikahanku sudah pulang. Kini rumah ini tampak begitu sepi.
"Kanaya." kata William sambil menggenggam tanganku.
Aku lalu melepaskan tangannya. "Willi tolong jaga sikapmu, aku sudah menikah dengan Papamu."
"Sebenarnya apa rencanamu dengan Mama, Kanaya?"
"Bukan urusanmu Willi."
"Sampai kapan Kanaya?"
"Apa maksudmu?"
"Sampai kapan aku harus menunggumu?"
"Carilah pendamping hidup yang lebih pantas untukmu William. Sadarlah aku sekarang adalah ibumu."
Mendengar kata-kataku William lalu pergi meninggalkanku dengan langkah gontai dan wajah yang begitu sendu.
Aku tak tahu harus berbuat apa, aku hanya bisa duduk sambil melepas semua aksesoris pernikahan yang menempel di rambut dan bajuku.
"Kanaya." sebuah suara tiba-tiba mengagetkanku.
"Tante, bagaimana keadaan Tante?"
"Baik Kanaya, maaf jika di hari pertamamu ke rumah ini, kamu harus melihat drama rumah tangga kami."
"Tidak apa-apa Tante, itulah gunanya aku disini."
"Terimakasih Kanaya, kamu sudah lihat kan bagaimana keluarga ini."
"Iya Tante, Tante tenang saja aku akan melakukan tugasku sebaik mungkin."
"Masuklah ke kamar Mas Fadil, Kanaya jaga dirimu baik-baik."
"Baik Tante."
Aku lalu melangkahkan kaki ke dalam kamar, tampak seorang laki-laki tengah berbaring di atas ranjang sambil memainkan ponselnya. Aku lalu masuk ke kamar mandi dan berganti baju, lalu mulai tidur di sampingnya.
"Jangan pernah mencoba mendekat padaku Kanaya! Ingat aku menikahimu karena permintaan istriku!"
Mendengar kata-katanya, aku tak bergeming. Aku lalu tidur di sampingnya sambil menonjolkan bagian tubuhku. Dia tampak sedikit melirikku, namun kemudian merebahkan tubuhnya dan membelakangiku.
'Masih ada hari esok, akan kubuka topeng kalian di rumah ini.' batinku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments