Untitled

*Flashback*

"Lari... ada satpol PP lari..."

Orang-orang tampak hilir mudik berlari di depanku. Aku hanya bisa menatap mereka satu per satu yang tampak begitu panik dan kebingungan, sambil memakan es krim cokelat yang ada dalam genggamanku. Tiba-tiba sepasang tangan mendekap tubuhku.

"Mba, apa yang kau lakukan? ini anak siapa?"

"Sudahlah, siapa tahu anak ini berguna untukku."

"Mba kalau orang tuanya mencarinya gimana? Dia masih kecil, mungkin usianya masih empat tahun. Mba bisa kena kasus penculikan anak."

"Sudah jangan banyak bicara, ayo cepat kita masuk ke mobil itu."

Aku yang tak tahu apa-apa hanya diam dalam dekapan wanita itu. Aku mencoba untuk meronta, namun dekapannya begitu kuat. Saat aku dan orang yang menggendongku masuk ke dalam sebuah mobil yang bagian belakangnya terbuka, wanita lain yang sedari tadi bersama kami tertangkap oleh bebeapa orang yang memakai seragam berwarna hijau. Sedangkan mobil yang kami naiki telah berjalan menjauhi wanita itu.

"Santiii... Santiiii..."

"Mba Renaaaa..."

Aku hanya diam melihat wanita yang menggendongku menangis sambil terus berkata tidak karuan, aku tak tahu apa yang dikatakannya, yang kutahu dia tampak begitu kesal. Aku lalu mencoba menggenggam tangannya, namun tak sepatah katapun bisa kukatakan. Jangankan untuk menghiburnya, berkata saja aku belum begitu jelas.

"Hei anak kecil, siapa namamu?"

"Ka..Ka... " belum sempat aku mengucapkan namaku tiba-tiba sebuah suara klakson mobil yang begitu keras mengagetkan kami berdua.

"Aaah sudah, kupanggil saja kau Kanaya, sama seperti putriku yang telah meninggal. Sekarang kau jadilah anak yang baik dan berguna untukku."

Aku hanya diam tak mengerti satupun kata-kata yang diucapkannya. Setelah melalui perjalanan yang cukup lama, akhirnya mobil yang kami tumpangi berhenti, lalu kami turun di tepi jalan yang begitu lebar. Di sekitar jalan tampak gedung tinggi menjulang. Setelah memberikan sesuatu kepada sopir mobil, wanita itu lalu menghampiriku.

"Kanaya, kamu tahu, inilah yang disebut dengan Jakarta, kita sudah jauh dari kampung halaman kita, sekarang kita akan memulai kehidupan baru disini."

Aku yang tak tahu apa-apa hanya bisa mengangguk mendengar kata-katanya. Setelah agak lama kami berjalan, akhirnya kami tiba di sebuah rumah sempit yang lantainya masih beralaskan tanah.

"Tidurlah Kanaya, besok kita akan mulai mencari uang."

Aku yang begitu lelah lalu merebahkan tubuhku dan tidur dengan perut yang sangat lapar. Aku tak tahu berapa lama aku tertidur, saat kubuka mata, wanita itu sudah bangun dan tersenyum padaku.

"Makanlah Kanaya, kamu harus mengisi perutmu karena kita akan bekerja keras hari ini. Ingat Kanaya, mulai hari ini kamu panggil aku dengan sebutan mama, ingat Kanaya "MAMA."

Aku tak mengerti apa yang dikatakannya, aku hanya mengerti jika dia menyuruhku makan dan memanggilnya dengan sebutan "Mama."

Aku memakan makanan yang ada di hadapanku, dengan begitu lahap. Selesai makan dia mengambil segenggam tanah yang ada di lantai rumah ini lalu mengoleskan ke wajah dan tubuhku. Kemudian dia mencengkeram bajuku dengan begitu kuat sehingga beberapa bagian bajuku robek.

"Sempurna."

"Ayo kita pergi Kanaya."

Dia lalu mengajakku berjalan ke sebuah jalan raya yang sangat ramai. Kami lalu berhenti di sebuah jalan yang begitu lebar, dengan beberapa lampu berwarna yang menyala dan mati secara bergantian.

"Kanaya, cepat pergi ke arah sana dan bunyikan alat ini." katanya sambil memberiku sebuah bambu kecil yang diberi tutup botol dan jika kugoyangkan maka akan berbunyi. Aku tak tahu itu alat apa, namun aku cukup tertarik pada alat itu yang bisa berbunyi dengan nyaring saat kugoyangkan, maka dengan senang hati kugoyangkan alat-alat itu sambil menari di jalanan. Orang-orang yang berhenti di bawah lampu berwarna-warni menatapku dengan pandangan yang tak dapat kuartikan, yang kutahu saat aku menghampiri, mereka memberikan aku sebuah benda seperti kertas dan benda bulat yang entah ku tak tahu itu apa. Setelah kantong plastik yang kupegang terisi cukup banyak. Aku lalu menghampiri wanita yang bersamaku, dia bersembunyi di balik tembok di dekat lampu berwarna-warni.

"Wah Kanaya, hari ini kita dapat banyak uang. Kamu memang pembawa keberuntungan. Saat pertama melihatmu, aku yakin kamu akan memberikan aku banyak keuntungan." katanya sambil tersenyum.

Aku baru tahu jika benda yang aku kumpulkan dalam kantung plastik itu yang disebut dengan uang. Saat matahari tampak begitu menyengat di atas kepala, dia lalu mengajakku makan. Dia memberikan aku makanan yang cukup banyak.

"Makan yang banyak Kanaya, agar kamu tidak sakit dan bisa memberikan uang yang banyak untukku."

Aku tak tahu apa yang dikatakannya, yang aku tahu kini aku makan dengan makanan yang cukup lezat dan aku begitu menikmatinya. Mulai saat itu tertanam dalam benakku jika aku mengumpulkan banyak uang, maka aku bisa makan makanan lezat.

Hari demi hari berlalu, entah sudah berapa lama aku menjalani hari-hari seperti ini di jalanan. Yang aku tahu kini tubuhku sudah jauh lebih besar dibandingkan dengan saat aku pertama kali bertemu dengan Mama. Kami berpindah-pindah dari jalan yang satu ke jalanan yang lain. Wanita itu juga baik padaku, walaupun dia menyuruhku untuk melakukan pekerjaan yang tak kusukai, tapi dia bersikap lembut dan tidak pernah marah padaku. Setidaknya setiap hari dia memberikan makanan yang lezat untukku, itu sudah cukup membuatku merasa bahagia.

Suatu hari saat aku bangun, keanehan terjadi karena di depanku tidak ada makanan yang biasa kutemukan saat aku terbangun. Aku lalu menghampiri wanita yang kusebut dengan sebutan Mama masih tertidur dengan begitu lelap. Beberapa kali aku memanggilnya, namun dia masih saja tertidur. Akhirnya aku pun menangis karena dia tak kunjung membuka matanya.

Orang-orang yang tinggal si sekitarku lalu menghampiri gubuk tempat aku tinggal karena nendengar suara tangisku. Seorang laki-laki menghampiri Mama dan memegang pergelangan tangannya, lalu sebuah kata keluar dari mulutnya.

"Innalillahi wa innailaihi rojiun."

Serentak orang-orang yang ada pun mengungkapkan kata yang sama. Saat dilanda kebingungan orang-orang yang datang ke rumahku pun semakin ramai. Bendera berwarna kuning mereka pasang di depan rumah, dan ada sebuah benda berukuran besar yang ditutup kain berwarna hijau berada di depan rumahku.

Mama lalu dibawa beberapa orang wanita dan dimandikan oleh mereka, dalam hati aku merasa geli karena Mama sudah besar tapi masih saja mau dimandikan oleh orang lain. Setelah Mama selesai mandi, dia masih juga menutup matanya, padahal di rumah ini begitu banyak orang-orang memberikan uang padaku. Bukankah Mama suka sekali jika aku bisa memberikan banyak uang untuknya. Namun mengapa saat aku bisa memberikan uang yang begitu banyak, dia masih saja tertidur. Aku lalu mendekatinya dan memberikan uang yang ada dalam satu kotak kardus, aku memperlihatkan uang itu, namun dia masih saja menutup matanya. Bahkan orang-orang di sekitarku malah membungkus Mama dengan sebuah kain berwarna putih.

Aku tidak rela jika mama diperlukan seperti itu, tega sekali mereka membungkus Mama ke dalam sebuah kain lalu memasukkannya ke dalam tanah. Aku hanya bisa menangis meraung-raung melihat tubuh mama yang kini sudah tertimbun oleh tanah. Saat tangisku semakin kencang, tiba-tiba seorang wanita mendekatiku. "Kanaya, mamamu sudah meninggal. Kamu yang sabar ya nak."

'Meninggal? Apa itu?' batinku dalam hati.

Terpopuler

Comments

Nirwana Asri

Nirwana Asri

bagus loh kak weny aku pinjam otakmu buat bikin inspirasi cerita sedih kek gini

2022-05-24

0

rein🎀

rein🎀

maju mundur ceritanya

2021-10-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!