Tania

Aku mencoba membuka mata, tampak sekelilingku semua berwarna putih. 'Apa gue udah meninggal?'

"Udah bangun loe?" Saat masih dilanda kebingungan, sebuah suara mengagetkanku.

Aku lalu menatap seorang wanita yang usianya tak berbeda jauh dariku, sedang duduk di meja makan sambil menyantap sepotong pizza dan segelas susu. Aku sepertinya mengenal wanita itu, namun aku tak yakin itu adalah dirinya.

"Loe lupa sama gue?" Aku hanya menggelengkan kepala perlahan.

"Cepet banget loe lupain temen sendiri." katanya sambil terus mengunyah pizza di mulutnya.

"Tania?" kataku ragu.

"Nah gitu dong, masa lupa sama temen sendiri." katanya sambil tersenyum. Aku sebenarnya ragu dengan tebakannku, namun tebakanku ternyata benar. Aku tak menyangka Tania telah begitu berubah, dulu kulitnya berwarna gelap, hidungnya pun tak semancung sekarang, lalu yang jelas sekali tampak perbedaannya adalah bagian rahang dan dagu.

"Maaf Tan, loe beda banget sampe gue ga ngenalin loe." kataku sambil meringis.

"Gue kan ga sebodoh loe Kanaya."

"Maksud loe?"

"Ya loe tanggung banget jadi sugar baby sama om-om kelas rendahan kaya gitu. Cuma cari penyakit itu namanya. Ngapain jadi sugar baby loe masih hidup di rumah petak, nih liat apartemen gue, sugar daddy gue yang beliin atas nama gue lagi."

"Hebat loe Tan."

"Lagian ngapain sih loe jam tiga malem berkeliaran di jalan, udah jadi tuna wisma lagi loe? Untung gue yang nemuin loe."

"Jadi mobil di depan gue tadi mobil milik loe Tan?"

"Ya iyalah, memangnya mobil siapa?"

"Itu juga pemberian sugar daddy loe?"

"Ya iyalah masa gue suruh nyolong."

"Hebat banget loe Tan."

"Ya iyalah, gue bukan loe Kanaya yang cari sugar daddy dari kalangan menengah, nih liat muka gue sekarang, ini juga hasil morotin sugar daddy gue dong. Ingat Kanaya, orang kaya kita ini hidup di dunia udah penuh dosa, nanggung kalo cape-cape udah berbuat dosa, kita cuma dapet sedikit. Kita mau dapet om-om kaya atau miskin, kadar dosa kita tetep sama kan?"

"Bener juga loe Tan."

"Makanya rugi kalau loe dapet receh, kita tetep masuk ke neraka yang sama Naya."

"Ajarin gue dong Tan."

"Tenang, nanti gue kenalin sama sugar daddy yang tajir. Mending sekarang loe makan dulu deh, biar ga kelaparan kaya tadi sampai pingsan di jalan hahahahaha."

"Sialan loe, tadi gue lagi enak-enakan tidur terus gue dibangunin istri laki gue. Eh ternyata rumah yang gue tempatin itu milik istrinya, sial banget kan gue."

"Tuh kan bener kata gue, loe mainnya receh sih. hahahaha."

Aku lalu menghampirinya di meja makan dan mulai sarapan bersama Tania, sejenak aku meliriknya, dia benar-benar sudah berubah. Wajahnya sekarang telah begitu cantik, sangat berbeda dengan Tania yang dulu.

***

Aku masih sering menangisi kepergian Mama, sekarang aku benar-benar hidup sendiri. Terkadang tetangga menjengukku dan memberikan makanan padaku, sebenarnya ada beberapa yang menyuruhku untuk tinggal bersama mereka. Namun aku tak mau, aku sudah terbiasa hidup seperti ini.

Sampai suatu hari seorang wanita bertubuh tambun datang ke rumahku. Dia berkata begitu keras dan kasar padaku. Dia juga membawa tubuh mungilku untuk keluar dari rumah yang kutempati.

"Sekarang cepat kamu pergi dari rumah ini Kanaya, karena ada orang yang sudah membayar kontrakan rumah ini."

"Sabar Bu Joko, Kanaya kan masih berusia lima tahun, masa anda tega sekali mengusirnya begitu saja." kata salah seorang tetanggaku.

"Eh Bu Cici, kamu ga usah ikut campur memangnya kamu mau kuusir juga dari rumah petak ini. Ingat, akulah pemilik rumah petak yang ada di sini. Aku bisa berbuat sesuka yang kumau!"

Aku sungguh tak terlalu mengerti mereka berkata apa, yang kutahu tumpukan bajuku dia buang dan aku tak boleh masuk lagi ke dalam rumah itu. Aku lalu berjalan membawa tas yang berisi baju, sesungguh aku tak tahu harus kemana akan melangkah. Perut ini rasanya sudah begitu lapar, akhirnya aku melihat sisa-sisa makanan di belakang sebuah warung makan. Dengan lahap aku memakan sisa nasi dan daging yang ada di atas piring.

"Eh apa-apaan ini, kamu anak jalanan. Jangan dekat-dekat kesini, nanti pelangganku bisa jijik melihat anak sepertimu ada di rumah makan milikku."

Dia lalu menyuruhku pergi, namun setidaknya perutku sudah sedikit kenyang. Aku lalu membuka tas yang kupakai dan melihat masih banyak tumpukan uang yang kudapat saat Mama meninggal. Aku lalu menuju sebuah kolong jembatan, rasanya kaki ini sudah begitu lelah untuk melangkah. Aku lalu tertidur beralaskan kardus dan berbantalkan tas yang kubawa.

"Hei anak kecil, ngapain loe tidur disini? Ini tempat milik gue!" kata seorang anak laki-laki yang usianya lebih tua dariku.

Aku hanya terdiam. "Cape." hanya kata itu yang bisa aku ucapkan.

"Pergi loe dari sini, gue mau tidur!!!"

Aku tak bisa berbuat banyak, aku lalu melangkahkan kakiku berjalan diantara ramainya kendaraan yang berlalu lalang dan gedung yang menjulang begitu tinggi. Tiba-tiba perutku berbunyi kembali, aku melihat di depanku ada sebuah warung makan, aku lalu berjalan ke arah warung makan tersebut sambil memberikan selembar uang pada pemiliknya. Sepertinya dia paham maksudku, dia lalu memberikanku sebungkus makanan.

Aku lalu berjalan lagi sampai di depan sebuah rumah kosong. Dengan lahap aku memakan makanan yang ada di depanku. Tiba-tiba aku melihat sebuah bayangan tampak seperti mengintaiku, namun aku mencoba untuk tetap tenang dan melanjutkan makanku. Tetapi bayangan itu kian mengganggu, aku yang begitu penasaran lalu mendekat pada bayangan itu. Tampak seorang gadis kecil yang usianya tak berbeda jauh dariku tengah memegang perutnya. Aku begitu kasihan melihatnya.

"Lapar?" kataku.

Dia hanya mengangguk, lalu aku menarik tangannya untuk ikut makan bersamaku. Dia tampak begitu lahap menyantap makanan milikku. Selesai makan dia lalu tersenyum padaku.

"Tania." katanya.

"Kanaya." jawabku.

"Teman?" katanya dengan begitu ceria, dan aku pun mengangguk. Dia lalu mengajakku ke sebuah rumah yang terbuat dari kardus tak jauh dari tempat kami makan.

Sejak hari itu kulalui hari-hariku bersama Tania, dia anak yang begitu pemberani. Tampaknya dia telah begitu lama hidup di jalan, karena dia benar-benar paham seluk beluk kota ini. Siang hari kami habiskan dengan mengamen di jalanan. Uang sisa mengamen kami belikan makanan, dan malamnya kami kembali ke rumah kardus milik Tania. Jalanan kini sudah menjadi bagian hidupku. Teman-temanku pun semakin banyak, aku mulai terbiasa hidup menggelandang seperti ini. Terkadang jika hujan turun dan kami tidak bisa mengamen, kami mengais sisa-sisa makanan di tempat sampah beberapa rumah makan. Namun jika pemiliknya kasihan, makan kami akan diberi makan secara cuma-cuma.

Aku sebenarnya masih menyimpan beberapa uang yang kudapat saat Mama meninggal dulu, tapi aku belum mau mempergunakannya, dan akan kugunakan di saat yang tepat nanti. Aku sudah terbiasa hidup menggelandang seperti ini. Meski sekarang kami hidup di bawah sebuah kolong jembatan karena rumah kardus milik kami telah dihancurkan oleh orang-orang yang memakai seragam berwarna hijau. Namun aku tetap bahagia, karena aku hidup dengan anak-anak yang bernasib sama denganku. Meski hidup kami pun tidak begitu tenang karena dibayang-bayang oleh preman yang selalu meminta upah setelah kami selesai mengamen ataupun orang-orang berseragam warna hijau, yang belakangan ini kutahu namanya adalah Satpol PP.

Waktu rasanya berlalu begitu cepat. Sekarang usiaku mungkin sudah berkisar antara dua belas tahun, kulihat bu*h dadaku sudah kian membesar, dan aku telah mengalami apa yang disebut dengan menstruasi. Aku lalu berpikir untuk mengakhiri kehidupan menggelandang di jalanan. Kini aku sudah besar dan ingin memiliki tempat tinggal yang layak, karena akan semakin berbahaya jika aku masih tinggal di jalanan ini.

"Tan, kita mending cari kerjaan aja yuk, terus cari tempat tinggal yang layak, masa kita mau hidup kaya gini terus."

"Apa Naya? Ga salah loe bilang? Mana ada yang mau nampung anak kaya kita."

"Kalau kita mau berusaha pasti kita bisa dapet kok Tan."

"Ya udah loe aja sana, gue gak mau." kata Tania sambil meninggalkanku. Aku tak tahu jika hari itu adalah pertemuan terakhirku dengan Tania.

Terpopuler

Comments

Nirwana Asri

Nirwana Asri

mbak aku gk kuat bacanya

2022-05-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!