“Sena!”
Hansa masih mematung di tempat dengan terus menatapnya. Sementara di depan pintu rumahnya, sudah berdiri ibundanya yang juga sedang menunggunya.
“Kita harus bicara, Sena,” ucap Hansa yang kini berjalan mendekatinya.
“Kita bicara di luar saja!” ia dengan cepat mengutarakan kalimatnya. “Shera, masuklah. Kakak mau pergi sebentar!” perintahnya pada adiknya. Ia lalu memutar motornya dan sebelum menyalakan mesin motornya ia kembali berkata seraya menatap Hansa dengan pandangan datar. “Aku tunggu di taman dekat komplek.”
Hansa mengangguk, pria itu kemudian berpamitan kepada ibunya lalu menyusulnya ke taman.
🍁🍁🍁
Taman yang tak terlalu jauh dari rumahnya kini menjadi tempat bertemunya Sena dan Hansa. Taman yang banyak menyimpan kenangan mereka berdua. Di taman tersebut mereka memulai hubungan mereka berdua dan di sini juga Sena ingin mengakhirinya.
“Sena, kamu kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba berubah dan minta putus?” pertanyaan memuakkan yang terlontar dari mulut Hansa membuat Sena harus menghela napas panjang.
“Jangan berpura-pura lagi, aku sudah tahu semuanya. Aku tak ingin mendengar apapun darimu, mulai saat ini kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.” Sena berdiri dan menatap malas ke arah Hansa.
“Apa maksudmu? Sudah tahu apa? Ayolah, Sena. Jangan main teka-teki seperti ini, aku benar-benar tak mengerti maksud ucapanmu. Aku masih mencintaimu, sampai kapanpun aku tak ingin putus darimu!” Hansa mencoba meraih tangannya. Namun dengan cepat segera ditepisnya.
“Tapi aku sudah tidak mencintaimu lagi, mulai sekarang kamu bebas melakukan apapun yang kamu suka. Termasuk meresmikan hubunganmu dengan Mei!” ucap tegas Sena dengan wajah serius.
Hansa terlihat terkejut. Namun, ia yakin pria di hadapannya hanya sedang berakting. “Sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, bukan. Aku harus pergi, masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan!” Sena memutar tubuhnya dan hendak melangkah.
Namun, pria itu tiba-tiba memeluknya dari belakang. “Kamu salah paham Sena, aku tidak ada hubungan apapun dengan Mei. Dia yang mencoba mendekatiku dan dia terus menggodaku!”
Sena memejamkan matanya singkat, dengan sekuat tenaga ia mencoba melepaskan diri dari pelukan Hansa. “Terserah, apapun yang kamu katakan tidak akan merubah status hubungan kita. Aku ingin kita putus!” ucapnya setelah berhasil melepaskan diri dan tanpa menoleh ke arah pria yang memiliki wajah oriental dengan rambut yang selalu tertata rapi itu.
Gadis itu terus berjalan dengan mata yang mulai memanas. Sekali lagi, ia benci jika harus menangis demi sesuatu yang tidak ia sukai. Namun, air matanya seolah tidak mau berkompromi. Buliran kristal itu terus mengalir tanpa permisi, membuatnya harus mengusap kasar dengan rasa sakit yang masih membekas di hatinya.
Sementara Hansa, menatapnya dengan pandangan yang seolah tak terima. “Tidak Sena, sampai kapanpun hubungan kita akan tetap sama. Kamu tetap milikku!” ucap Hansa seraya mengepalkan tangannya.
🍁🍁🍁
Setelah melewati masa terberatnya ditambah dengan pertanyaan dari ibunya yang membuatnya malas untuk menjawab. Akhirnya kini ia berhasil berdiam diri di kamar dengan mata yang kembali sembab, ia sebenarnya lelah untuk menangis. Namun, kenangan yang tercipta selama tiga tahun tak bisa ia hilangkan begitu saja.
Rasa sakit itu sangat membekas, ia berharap esok hari ia sudah terbangun dengan Sena yang baru. Sena yang sudah bisa move on dari seorang Hansa dan membuka cerita baru untuk hidupnya.
🍁🍁🍁
Keesokan harinya, Sena tampak menghela napas panjang sebelum akhirnya masuk ke dalam kantor yang pastinya akan bertemu dengan dua orang yang sudah menyakitinya. Tapi ia sudah bertekad akan melupakan semuanya, meskipun itu sangat sulit.
“Anggap kamu tidak mengenal mereka Sena, anggap saja ini adalah hari pertamamu bekerja. Kamu pasti bisa Sena, semangat!” Sena terus merapalkan mantra untuk menyemangati dirinya sendiri. Ia bahkan terlihat komat kamit di sepanjang lift.
Dering telepon yang berbunyi dari dalam tasnya, membuat gadis itu bergegas mengambil ponselnya. Ia menggeser ikon berwarna hijau, lalu meletakkan ponselnya di telinga kiri.
“Halo, selamat pagi, Pak!” sapanya seraya berjalan menuju ruangan Pak Deni—atasannya.
“Pagi, Sena. Kamu tidak lupa 'kan hari ini ada meeting penting dengan perusahaan Montana?”
Suara tegas Pak Deni seketika membuatnya melirik ke arah jam tangannya. Masih pukul 07.55 WIB, masih terlalu pagi untuk sebuah meeting bukan? Begitu pikirnya.
“Tentu saja saya tidak lupa, Pak. Sekarang saya sudah berada di depan ruangan Bapak!”
“Bagus, kalau begitu saya tunggu di dalam karena pukul 08.15 menit kita berangkat ke Montana Group!” ucap Pak Deni sebelum menutup sambungan telepon.
“Jadi jadwal meetingnya maju?” tanya Sena pada dirinya sendiri seraya membuka pintu ruangan Pak Deni.
Kedua netranya seketika langsung tertuju pada Mei yang saat ini terlihat tengah menyiapkan dokumen. Tentu saja ia merasa terkejut, pasalnya Mei bukanlah timnya dalam proyek kali ini. Tapi kenapa gadis itu bisa berada di ruangan Pak Deni dan ikut bergabung dengan timnya sekarang?
“Sena, tumben kamu berangkat siang? Biasanya jam 07.30 kamu sudah berada di kantor bukan?” pertanyaan Pak Deni sontak membuatnya mengulas senyum seraya mengucap maaf.
“Maaf, Pak. Tadi saya membantu ibu saya sebelum berangkat,” ucapnya seraya mencoba tersenyum walaupun sedikit ia paksakan.
“Oke, dimaafkan. Tapi lain kali, harus lebih pagi ya.”
“Baik, Pak!” jawab Sena dengan mengangguk. Ia sempat melirik Mei yang tampak tak senang, terlihat jelas raut wajah gadis itu yang seketika berubah drastis.
“Baiklah, semuanya! Hari ini adalah meeting yang sangat penting, apalagi Tuan Arzachel sendiri yang akan menghadiri meeting ini. Kita benar-benar beruntung sekali,” ucap Pak Deni yang terlihat begitu antusias seraya mengulas senyum bangga.
“Sudah siap semua dokumen dan berkas yang akan kita bawa? Jangan sampai terlupakan satu pun dan kamu Mei, berterima kasihlah pada Hansa karena kamu bisa masuk tim ini karena rekomendasi darinya. Jadi, jangan kecewakan kami. Kamu mengerti bukan?!” imbuh Pak Deni seraya menatap Mei dengan tatapan menegaskan.
“Baik, Pak. Saya akan bekerja sebaik mungkin, saya janji tidak akan mengecewakan Bapak dan teman-teman semua.”
Entah kenapa kalimat yang diucapkan Mei membuatnya tidak bersemangat sekali, apalagi ada nama Hansa yang punya andil besar dalam masuknya gadis itu di timnya.
“Wah, selain dekat dengan Sena. Pak Hansa juga sepertinya dekat juga dengan Mei, ya!” celetuk rekan kerjanya yang membuatnya tersenyum tipis.
“Tentu saja kami dekat hanya sebatas rekan kerja, Kak. Bukan begitu Sena?!” tanggap Mei yang membuatnya semakin muak dengan sikap gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
mampir bawa like ya
2022-11-04
0
nurhaya507
tenang sena ada zac 😎
2022-05-01
2
༄༅⃟𝐐•ωαƒєяqυєєη❤💜
ihh nyebelin bgt ya si Mei 🙄🙄
2022-03-04
3