“Sena, ayo bangun! Sudah pukul enam, ibu tahu kamu sedang halangan. Tapi pamali anak gadis bangun siang, sayang!” teriak Ibunya dengan mengetuk pelan pintu kamarnya. Namun hal itu, tak juga membuat Sena beranjak dari tempat tidurnya.
“Iya, Bu. Sena sudah bangun, kok!” balasnya dengan mengucek kedua matanya yang masih sembab akibat menangis semalaman.
“Cepat mandi, terus bantu ibu mengantar nasi uduk ke rumah Bu Indah, ya.”
“Iya, Bu!”
Sena duduk dengan bersandar di tepi ranjang, Ia mengecek ponselnya yang menampilkan 34 pesan singkat yang dikirim secara berurutan oleh mantan kekasihnya. Ia mengembus napas kasar dengan wajah lelah.
“Semua sudah berakhir, aku tahu ini sangat sulit. Tapi aku yakin aku pasti bisa,” gumamnya dengan memejamkan mata, memberi semangat pada diri sendiri meskipun bayangan Hansa masih terus melekat pada ingatannya. Sungguh sangat menyiksa.
🍁🍁🍁
Suara dering ponsel terdengar bertalu-talu, Sena yang baru saja selesai mandi dan berganti baju harus setengah berlari untuk mengetahui siapa sang penelepon. Nomor tidak dikenal, awalnya Sena ingin tak mengindahkannya. Namun, entah kenapa ia berubah pikiran dan kini sudah menerima panggilan telepon tersebut.
“Halo.”
“Halo, Sena!”
“Iya, ini siapa?”
“Sena, ini Hansa. Kenapa pesanku dari kemarin kamu abaikan? Apa ada sesuatu? Kamu baik-baik saja, 'kan?”
Suara yang begitu ia hafal terdengar kembali di telinganya. Ingatan tentang perselingkuhan yang dilakukan Hansa dengan Mei yang ia pergoki kemarin masih menyisakan nyeri di hatinya.
Sena terburu-buru menutup teleponnya lalu menatap saksama ponselnya dengan mata berkaca-kaca.
“Aku baik-baik saja, mulai saat ini kita putus!” ia mengetik dengan cepat lalu mengirimkan kepada mantan kekasihnya.
“Sena!” seruan ibunya seketika membuatnya tersadar, ia segera mengusap wajahnya lalu menyimpan ponselnya di dalam tote bagnya.
“Iya, Bu!” gadis dua puluh empat tahun itu beranjak dari tempat tidur dan buru-buru keluar, sebelum ibunya kembali menyerukan namanya untuk yang ketiga kali.
🍁🍁🍁
Dengan menggunakan motor matic kesayangannya, hasil dari menabung selama Ia bekerja di tempat bekerja saat ini. Sena mengantarkan nasi uduk ke rumah Bu Indah, langganan ibunya sejak pertama ibunya membuka usaha warung nasi uduk.
“Assalamu'alaikum,” ucap Sena ketika sampai di rumah mewah dengan pagar hitam setinggi tiga meter.
“Wa'alaikumsalam warrahmatulahi wabarrakatuh,” jawab seseorang dari dalam, dan tak lama gerbang tinggi itu terbuka. Mang Udin yang merupakan tukang kebun Bu Indah tampak tersenyum menyambutnya.
“Eh, Neng Sena, masuk Neng!” perintah Mang Udin seraya membantunya menurunkan dua kardus besar nasi uduk dari atas motornya.
“Makasih, Mang. Nggak apa-apa, Mang. Biar saya saja yang bawa,” tolaknya yang merasa tak enak karena Mang Udin seringkali membantunya setiap Ia mengirim nasi uduk ke rumah majikannya.
“Tidak apa-apa atuh, Neng. Sok mangga, masuk dulu, Neng.”
“Nggak usah, Mang. Sena tunggu di sini saja, bisa dipanggilkan Bu Indahnya 'kan, Mang?!”
“Kenapa atuh, Neng. Sok masuk aja, Nggak apa-apa!”
“Nggak usah, Mang. Saya tunggu sini aja,” tolaknya.
Memang setiap Ia mengantarkan nasi uduk ke rumah Bu Indah. Ia selalu menolak untuk diajak masuk ke dalam rumah mewah tersebut. Alasannya, Ia merasa sungkan.
“Si Eneng mah selalu begitu, ya sudah tunggu di sini sebentar ya. Saya antar nasi uduknya ke dalam dulu.”
“O iya, Mang. Terima kasih banyak!” ucapnya seraya menganggukkan kepala.
“Eleuh-eleuh, jangan sungkan atuh Neng, santuy saja. Begitu mah kata anak muda zaman now,” seloroh Mang Udin dengan logat khas sunda yang membuatnya tertawa.
“Bisa aja si Mamang.”
“Ya sudah, Saya masuk dulu ya, Neng!”
Sena mengangguk seraya mengulas senyum kepada Mang Udin. Gadis yang saat ini menguncir rambutnya rapi ke belakang itu tampak melihat ke sekitar taman.
Saat ia tengah mengamati bunga-bunga indah di taman tersebut, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil yang berbunyi begitu kencang hingga membuatnya terjingkat. Ia segera mengalihkan perhatian pada mobil sedan berwarna hitam yang terhalang oleh sepeda motor miliknya.
“Motor siapa sih ini? Ganggu jalan aja!” maki seorang pria yang baru saja keluar dari mobil.
Sena yang tersadar jika motornya menghalangi mobil tersebut setengah berlari dan memindahkan motornya.
“Lain kali kalau parkir itu yang bener! Nyusahin orang aja!” sungut pria itu seraya masuk kembali ke dalam mobilnya.
“Maaf, Mas!” ucap Sena sambil menunduk sesaat setelah berhasil memindahkan motornya. Namun, pria arogan itu seolah tak menghiraukan ucapan Sena.
“Dasar! Mentang-mentang kaya aja, jadi belagu!” gerutunya dengan memasang wajah kesal.
Sena akhirnya memilih menunggu di depan pintu gerbang, ia beberapa kali melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir sepuluh menit, tapi Mang Udin tak kunjung keluar. Hingga di menit ke lima belas tampak Bu Indah dan Mang Udin berjalan beriringan. Ia segera mengulas senyum dan menunduk sebagai salam.
“Sena, kamu kenapa nunggu di situ? Ayo masuk?” ajak Bu Indah seraya melambaikan tangan sebagai isyarat untuk mengajaknya masuk.
Sena yang tidak enak menolak ajakan Bu Indah, akhirnya hanya bisa mengangguk seraya berjalan mendekat ke arah wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
LOPE🍓
astghfirullah evan kasar banget sama mamanya😒
2022-08-06
3
nurhaya507
itu zac ya? indah.. mama nya zac?? tau sena dari kara.. hihihi
2022-04-26
3
༄༅⃟𝐐•ωαƒєяqυєєη❤💜
mungkin kah pria arogan itu Zac?🤔
2022-03-04
3