“Bagaimana keadaan Opa, Nay?” tanya Zac pada Anayya—adik kandungnya.
“Masih diperiksa sama Dokter Hendra dan Om Davian, Kak. Tapi semoga Opa baik-baik saja,” ucap Anayya dengan wajah sedih.
Di ruang yang sama sudah ada keluarga besarnya. Oma Erina, Mama Sarah, Papa Damian, Tante Lin, Tante Daisy, Si kembar Barnes dan Bryna, kecuali Lily. Putri Tante Daisy itu sedang menempuh pendidikan S2 nya di London. Mereka semua terlihat begitu mencemaskan keadaan Opa Arga.
“Iya, semoga saja,” balas Zac seraya duduk di sebelah Anayya.
Semua yang berada di ruangan tersebut tampak cemas dan gusar menunggu dokter yang tak kunjung keluar dan selang setengah jam kemudian, Dokter Hendra dan Om Davian tampak keluar ruangan. Semuanya ikut berdiri untuk mendengar apa yang akan disampaikan oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam itu.
“Keadaan Tuan Arga sudah stabil, beliau mengalami kelelahan dan dianjurkan harus banyak istirahat untuk beberapa waktu,” jelas Dokter Hendra pada papa Damian.
Semua orang terlihat bernapas lega mendengar penuturan Dokter Hendra, tak terkecuali Oma Erina.
“Syukurlah kalau begitu, Dok. Terima kasih banyak,” ucap Oma Erina seraya mengulas senyum.
“O ya, apa Papa sudah boleh dijenguk?” tambah Papa Damian seraya menatap secara bergantian pada Dokter Hendra dan Om Davian.
“Sudah, Dam. Tapi sebaiknya hanya Mama yang menjenguk Papa, biarkan Papa istirahat dulu. Nanti jika Papa sudah dipindahkan ke kamar, kalian bisa bergantian masuk menjenguk Papa,” terang Om Davian kepada papa Damian.
“Baiklah kalau begitu, terima kasih Dokter Hendra,” ucap Papa Damian seraya menepuk pundak Dokter senior itu.
“Sama-sama, Tuan Damian. Kalau begitu saya permisi dulu!” pamit Dokter Hendra seraya menunduk, lalu berjalan meninggalkan ruangan.
🍁🍁🍁
Kini Zac, Barnes dan Rama tampak berjalan ke arah kantin Rumah Sakit. Letak kantin yang berada di gedung sebelah Rumah Sakit mengharuskan mereka berjalan keluar dan melewati IGD.
Saat mereka tengah berjalan dengan mengobrol santai, terlihat seorang gadis yang tengah fokus dengan ponselnya sehingga tak melihat arah jalannya dengan benar. Pada saat yang bersamaan terlihat petugas Instalasi Gawat Darurat sedang mendorong brankar. Namun, gadis itu terus berjalan dan tak mengalihkan perhatiannya dari smartphone nya.
Zac yang berjalan berlawanan dengan gadis itu reflek segera menarik gadis itu agar tak menghalangi jalan petugas IGD. Namun, posisi mereka malah terlihat seperti orang yang sedang berpelukan. Gadis itu tampak terkejut dengan tindakan Zac.
Tinggi badan mereka yang selisih sekitar 20 sentimeter, membuat gadis itu harus mendongak demi melihat wajah tampannya. Seperti kebanyakan gadis yang pertama kali berjumpa dengannya, gadis itu juga tampak terpesona oleh paras menawannya.
Gadis dengan rambut sebahu itu tampak tak berkedip menatap Zac, ia seolah tersihir. Namun, setelah beberapa detik mereka dalam posisi seperti berpelukan. Zac segera melepaskan tangannya.
“Nona, lain kali kalau jalan di tempat umum. Fokuslah pada jalanmu, jangan biasakan bermain ponsel ketika berjalan. Itu bisa mengganggu orang lain,” ucap Zac dengan wajah serius.
Gadis itu tampak celingukan, ia masih belum sepenuhnya tersadar dari pesona tampan Zac. Di sisi lain, ia juga merasa malu karena ketelodarannya.
“Ma-maaf, sekali lagi saya minta maaf. Terima kasih banyak sudah mengingatkan,” ucap gadis itu seraya membungkukkan badan di hadapannya. Gadis cantik itu bahkan tak berani menatap wajahnya serta wajah Barnes dan Rama yang berdiri di sampingnya karena saking malunya.
“Tidak apa-apa, lain kali lebih berhati-hatilah,” balas Zac seraya mengulas senyum tipis. Setelah itu ia kembali melanjutkan perjalanan menuju kantin.
Namun, tidak dengan gadis itu. Gadis yang mengenakan dress abu-abu dengan cardigan hitam itu terus melihat Zac yang terus berjalan menjauh darinya. Ia benar-benar tersihir oleh wajah tampan seorang Zac yang memang mewarisi ketampanan papanya.
“Tampan sekali pria itu,” gumamnya lirih dengan kedua pipi bersemu merah.
🍁🍁🍁
Sena harus mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang ketika ia sampai di depan gang masuk rumahnya.
“Baru pulang, Neng?” sapa Pak Fadli yang sedang menyiram bunga di halaman rumahnya.
“Eh iya, Pak. Mari, Pak!” balas Sena seraya menganggukkan kepala seraya terus melajukan kendaraannya.
Saat belok ke gang selanjutnya, Sena berpapasan dengan Bu Rina, tetangganya yang rumahnya berada di ujung depan gang tadi.
“Bu Rina mau kemana?” sapa Sena seraya menghentikan motornya.
“Eh, Neng Sena. Lagi mau ke warung Bu Lis, Neng. Neng dari mana?” tanya balik Bu Rina.
“Dari nganter nasi uduk sama mampir toko buku, Bu. Bareng Sena aja ke Bu Lisnya, hayuk, Bu?” tawarnya seraya menepuk jok sepedanya.
“Nggak usah repot-repot, Neng. Neng lanjut aja, ini saya mau mampir ke rumah Bu Eni bentar. Udah Neng Sena duluan aja!”
“O gitu, ya udah kalau begitu. Sena duluan ya, Bu. Mangga!” pamit Sena seraya menundukkan kepalanya.
“Iya, Neng. Mangga ... Mangga!”
Sena kembali melajukan kendaraannya, menyapa beberapa tetangga yang kebetulan sedang berada di luar dengan senyum yang tak surut dari wajah cantiknya dan saat ia sudah hampir sampai di rumahnya. Ia melihat mobil suv berwarna hitam yang sangat ia kenal. Gadis berambut panjang itu menghentikan motornya, ia tampak berpikir sesaat sebelum akhirnya suara seorang gadis kecil menyerukan namanya.
“Kak Sena!” sapa Shera seraya setengah berlari ke arahnya.
Ia segera memberi kode kepada Shera dengan menunjuk jari telunjuknya tepat di depan bibirnya. “Ssssttt ... Jangan keras-keras!”
“Kenapa memangnya, Kak? O ya, Kak. Kak Sena sudah ditungguin Kak Hansa dari tadi lho!” terang gadis delapan tahun itu dengan mimik serius.
“Kakak sedang tidak ingin bertemu dengan Kak Hansa,” ucapnya masih dengan suara lirih.
“Kenapa memangnya, Kak?” mata Shera membulat demi mendengar kalimatnya, mungkin karena Shera tidak biasa melihatnya tidak semangat bertemu Hansa. Padahal biasanya setiap kali Hansa datang ke rumah, Sena selalu ribet dengan penampilan dan camilan yang akan disuguhkan untuk mantan kekasihnya itu.
“Kakak—.” Sena menggantung ucapannya, ia bingung harus mengatakan apa kepada adik satu-satunya itu.
Saat ia sedang memikirkan alasan yang tepat untuk dikatakan kepada adiknya, tiba-tiba suara Hansa terdengar memanggil namanya.
“Sena!”
Ia reflek mengalihkan perhatiannya pada sumber suara yang memanggilnya. Tampak Hansa berdiri di halaman rumahnya dengan pandangan yang sulit diartikan oleh gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
nurhaya507
hansa gk ngerasa bersalah pa?
2022-05-01
2
Nadia Laili
di novel Istri Kesayangan Tuan Muda nama anak pertama Damian Sarah bukannya Vano ya,,kok di sini Zac
2022-04-24
3
༄༅⃟𝐐•ωαƒєяqυєєη❤💜
sprtinya disini ada 2 pasang peran utamanya ya 😁
2022-03-04
3