"Sekitar dua tahun yang lalu, saya bertunangan. Namanya Clarina."
"Oh..." gumam Vin-vin, suaranya bahkan tak terdengar karena tercekat di tenggorokannya.
Matanya langsung terasa panas bahkan sudah ada air yang menggenang di sana.
"Tapi... Rina meninggal setahun yang lalu..." sambung Ivan.
"Apa?" Vin-vin terkejut, "maafkan aku..." dia langsung tertunduk.
"Kenapa?"
Vin-vin hanya menggeleng, dia sungguh malu pada dirinya sendiri. Karena dia merasa senang saat tahu tunangan guru pujaannya itu sudah meninggal.
"Dosakah aku ya Tuhan... karena merasa bahagia?" batinnya.
"Oh iya, hampir lupa. Ada yang mau saya tanyakan."
"Apa?" Vin-vin mendongak dan menatap Ivan.
"Kemarin ada kejadian apa?"
"Ke-kemarin?"
"Iya, kok kamu batalin janji tanpa beri tahu saya, lalu pagi tadi juga mata kamu sembab dan ada lagi..."
"Apa?"
"Apa kamu di ganggu kakak kelas?"
Deg!
Vin-vin tampak terkejut, dari mana dia bisa tahu?
"Kenapa mereka mengganggumu?"
Vin-vin masih terdiam, dia bingung harus menjawab apa.
"Itu.. aku juga... nggak tahu... tiba-tiba saja mereka marah..."
Ivan masih menatap Vin-vin, menunggu kelanjutan dari ceritanya.
"Ke-kebetulan Axel yang memergoki mereka lalu membantuku... makanya setelah itu dia jadi over protective.. kemana-mana aku harus bersamanya, jadi... kemarin aku nggak bisa menepati janji buat ke kafe d'best."
Ivan mengangguk tanda mengerti.
Berarti benar yang ada di dalam pikirannya tentang murid-murid kelas XII yang tadi bergosip, ternyata memang itu semua tentang Vin-vin.
"Lalu bagaimana kalau mereka mengulanginya lagi?"
"Mengulangi?"
"Iya, mengulangi kejadian kemarin. Mengganggumu lagi."
"Aku akan lebih waspada, mungkin aku akan rekam kelakuan mereka lalu melaporkan kejadian itu kepada guru," ucap Vin-vin mantap.
"Bagus, itu baru Vin-vin yang kukenal! semangat dan pantang menyerah. Jangan lesu lagi," ucap Pak Ivan sambil menyeruput kopinya.
"Mereka sama sekali nggak buat aku lesu kok," kilah Vin-vin.
"Nggak buat lesu, kok pagi-pagi nggak semangat. Mata juga bengkak.. nangis semalaman itu pasti ya kan?"
"Saya memang nangis semalaman tapi bukan karena kakak kelas."
"Terus?"
"Itu... itu karena semalam Pak Ivan..."
"Saya? memang saya ngapain?"
"Karena... Pak Ivan semalam bilang punya tunangan... aku jadi..."
Ivan terdiam sambil menatap Vin-vin, dia bingung harus menjawab apa pernyataan dari murid perempuannya itu.
"Ehm! Ayo.. ku antar pulang." Ucapnya sedikit gugup sambil bangun dari duduknya.
Ivan memang lelaki dewasa, tapi kalau di berondong ungkapan perasaan seperti itu berulang kali, dia bisa lemah juga kan?
"Naik apa?"
"Kamu ingin naik apa? Taksi atau motor?"
"Motor!" Vin-vin langsung bangun dari duduknya dengan semangat.
"Tapi naik motor Saya dengan bawahan seragam sekolah kan susah." Ivan menatap rok abu-abu Vin-vin.
"Tenang Pak, aku selalu bawa celana jeans di dalam tas." Vin-vin menepuk-nepuk tas sekolahnya.
"Aku ganti dulu ya," setelah mengambil celana jeans nya, Vin-vin langsung berlari menuju toilet.
Ivan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Dalam hati sebenarnya dia cukup bahagia karena ucapannya kemarin malam yang memang sengaja dia buat untuk membalas Vin-vin karena ingkar janji ternyata sangat ampuh.
Lagi-lagi Ivan menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan pikirannya sendiri.
Apakah mungkin dia juga menginginkan Vin-vin sebagai wanita bukan sebagai murid nya?
"Jangan gila Van! masa Lo gampang banget goyah!" geram Ivan bermonolog.
"Siapa yang gila Pak?"
Ivan langsung membalikkan badan saat mendengar suara Vin-vin.
"Sudah?" tanyanya sambil menatap kaki jenjang Vin-vin yang di balut celana jeans yang melekat erat di kaki panjangnya.
"Cuma ganti celana aja," jawabnya santai sambil menepuk-nepuk kakinya.
"Yuk berangkat."
"Mana jaket saya yang mau kamu kembalikan?"
"Ihh iya nanti aku pasti balikin lah..."
"Maksudnya kamu mending pakai jaket itu."
"Kenapa?"
"Udaranya bakal dingin!" balas Ivan sambil membalikkan badannya. Dia gugup sendiri. Bagaimana tidak, baju seragam Vin-vin terlalu ketat di bagian dada. Dia harus menutupinya dengan jaket atau beberapa kancingnya bisa saja terbuka saat dia duduk di atas motor.
Vin-vin hanya mengerutkan alisnya, namun dia menurut juga. Dia memakai jaket warna hitam milik guru pujaannya.
"Okay, yuk berangkat."
Ivan memakai Helm nya lalu menatap Vin-vin.
"Sebentar..."
Ivan berjalan menuju kamar tidurnya, mengambil sebuah helm yang mirip dengan miliknya lalu memakaikannya pada Vin-vin.
Setelah itu, dia menarik resleting jaket yang di kenakan Vin-vin hingga ujung membuat tubuh Vin-vin terbungkus rapat.
"Gerah Pak..." rengek Vin-vin manja.
"Nanti kalau naik motor pasti terasa dingin," jawab Pak Ivan sambil berjalan mendahului Vin-vin. Dia menyambar kunci motornya yang ada di atas meja lalu berjalan keluar dari ruang apartemennya.
"Ayo..." ajaknya dari luar katena Vin-vin masih terpaku di tempatnya.
"Masih jam 3 pak.. aku belum mau pulang sebenarnya," ucap Vin-vin sambil manyun.
Dia masih ingin berlama-lama dengan guru pujaannya itu.
Namun Ivan hanya diam, setelah mengunci pintu apartemennya dia pun berjalan menuju lift. Dengan terpaksa Vin-vin mengikutinya.
"Helm nya samaan ya Pak?" Vin-vin menatap dirinya yang terpantul di dinding lift, dia memperhatikan helm yang di pakainya dan helm yang di pakai Pak Ivan ternyata sama persis.
"Itu... helm Rina dulu."
Vin-vin terdiam mendengar jawaban Guru pujaannya. Dia hanya bisa menghela napas dan menghembuskannya dengan keras.
"Dulu kalian pasti sangat saling cinta ya? sampai helm aja couple-an."
"Kalau Rina nggak meninggal, sekarang kami pasti sudah menikah," jawab Ivan lirih.
Sakit! Dada Vin-vin terasa sakit. Dia bahkan sampai mengangkat tangannya dan menepuk-nepuk dadanya yang berdebar sangat kencang dan terasa nyeri.
"Nggak apa-apa nih, aku pakai helmnya?" tanya Vin-vin dengan suara yang sangat lirih.
"Nggak apa-apa lah... dari pada kamu nggak pakai helm, bahaya kan?!"
Vin-vin mengangguk dalam diam.
Setelah sampai di basemen, Ivan langsung berjalan menuju motor sportnya yang dia parkir di pojokkan.
"Ayo," ajaknya sambil duduk di atas motornya.
Dengan perlahan Vin-vin berjalan mendekati Ivan.
"Ayo naik," Ivan Menurunkan pedal pijakan agar Vin-vin bisa dengan mudah menaiki motor sportnya yang lumayan tinggi.
Vin-vin menurut, tapi mulutnya masih terkunci. Walaupun cita-citanya memang bisa pulang bareng guru tampannya dan membonceng motor sportnya, entah kenapa sekarang hatinya terasa hampa, dia sedih.
"Siap?" tanya Ivan saat Vin-vin sudah duduk dengan nyaman di belakangnya.
Vin-vin mengangguk.
"Vin?" Ivan yang berada di depan, tentu saja tak bisa melihat gerakan anggukan kepala Vin-vin yang ada di belakangnya.
"Iya Pak, sudah."
"Pegangan!"
Vin-vin memegang ujung kaos Ivan.
Ivan mendengus, "kita berangkat sekarang."
Lalu dia menginjak pedal gas nya dan memacu motor sportnya dengan kencang, meninggalkan area basemen apartment nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Semangat kk 13 mantan Ry mampir next....
2021-10-04
0
Rarey
ayo Vin Pepet terus ntar kalo dah jadian kita makan2, author yang traktir 😝😝
2021-10-02
2
ɾιɳι🖤
sabar vin sabar..semua pasti indah pda waktu nya🤧
2021-10-02
1