Dengan gontai Ivan memasuki apartemen studio nya, menghempaskan tubuhnya di atas sofa dan mulai memijat keningnya.
Sudah lama dia tak bermain basket se-asyik tadi hingga lupa waktu. Jujur Ivan merasa sedikit bersalah pada Vin-vin karena sudah membuatnya menunggu selama itu.
"Seharusnya tadi aku mengajaknya makan siang! dia pasti lapar sampai sore hanya minum es..." gumam Ivan.
"Kenapa juga aku jadi memikirkan anak itu!" Ivan menjambak rambutnya dengan kesal.
"Salahnya sendiri mengikutiku kan?!"
Ivan bangun dari tidurannya, "besok akan aku ajak dia makan siang..."
Ivan memejamkan matanya, "kenapa malah aku yang sudah buat rencana!! arghh!!!" Ivan makin kesal pada dirinya sendiri karena ternyata bayang-bayang Vin-vin tak mau hilang dari pikirannya.
"Bisa gila ini!" teriaknya sambil bangun dari duduknya lalu berlari menuju kamar mandi.
Dia ingin mandi, mengguyur kepalanya dalam siraman shower, dan berharap bayang-bayang murid manisnya itu hilang dari ingatannya.
Setelah mengguyur kepalanya lebih dari setengah jam, Ivan memutuskan untuk berhenti. Dia menyambar handuk putih yang tergantung lalu mulai menggosok-gosok rambut basahnya, mengenakan bathrobe hitam nya dan kembali duduk di sofa.
'Klik.'
Ivan mendengar notifikasi di ponselnya, dan mengambilnya untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan. Jangan-jangan Dion mau mengajaknya keluar lagi. Tapi sebenarnya Ivan memang ingin keluar dan mencari udara di segar, hangout di cafe, dengerin live music mungkin bisa membuatnya santai dan melupakan murid imutnya itu.
"Nomer siapa ini?" yang muncul di layar ponselnya hanya sederetan nomer asing, belum tertera nama di sana.
Ivan membuka pesan yang masuk tadi dan mendengus kesal. "Dia lagi!" geramnya sambil melempar ponselnya sembarangan ke atas sofa.
'Klik! klik"
Ivan meliriknya sekilas, lalu berusaha mengabaikan pesan-pesan singkat yang masuk itu.
'Tlilit.. tlililit....'
"Ck!" Ivan masih enggan mengambil ponselnya, walaupun sudah berdering begitu lama.
'Tlililit... tlililit..."
"Anak ini!!!" Akhirnya Ivan menyerah, dia mengambil ponselnya. "Video call lagi!" geramnya sambil menekan jempolnya di bulatan warna hijau.
"Pak... kok nggak di ang..." teriakan Vin-vin menggema di seluruh ruang apartemen sederhana milik Ivan.
"Pak Ivan... ****..." bisik Vin-vin, wajahnya memenuhi hampir seluruh layar ponsel Ivan.
Buru-buru Ivan menutup sambungan video call nya, dia lupa jika dirinya baru saja mandi dan masih memakai bathrobe nya, dan ada selembar handuk masih menempel di kepalanya.
"Sial!" gerutunya.
Buru-buru Ivan menelpon kembali, namun kali ini hanya panggilan suara, dia takut bocah nekat itu menelpon video lagi.
"Kok di matiin si pak?" tanya Vin-vin dari seberang. Ivan tak memerlukan waktu lama, karena panggilannya langsung di angkat di dering pertama. Muridnya yang satu ini benar-benar luar biasa.
"Saya barusan mandi, nggak enak di lihatnya," jawab Ivan singkat.
"Siapa bilang? enak aja kok di lihatnya. Ganteng banget si Pak.. kulit Pak Ivan bersih banget, putih...."
"Ehm! Vin! ada perlu apa ya? sudah malam saya mau makan." Buru-buru Ivan menghentikan ucapan Vin-vin yang makin ngelantur.
"Pak Ivan mau makan? makan di mana? aku temenin."
"Saya capek, mau makan di rumah aja."
"Mau masak sendiri? atau mau delivery?"
Ivan berpikir sejenak, takut jawabannya memunculkan rencana tak terduga di kepala anak muridnya itu, "masak, saya mau masak sendiri," ucapnya.
"Emang Pak Ivan bisa masak sendiri?"
"Kalau cuma bikin mi instan, ya bisa lah."
"Jangan dong! masa makan mi instan. Di kulkas ada apaan aja? ada telor? daun bawang? wortel? tomat? keju?" tanya Vin-vin bertubi-tubi.
"Kamu pikir dapur saya minimarket?!"
"Hehe... ada apa aja ya?"
"Sebentar, saya lihat dulu..." Ivan bangun dari duduknya dan berjalan menuju mini pantry nya, membuka lemari es dan melihat isinya.
Hanya ada air mineral dan telor di sana. Ivan memang jarang berbelanja kebutuhan dapur, terlalu ribet. Biasanya dia akan makan di luar atau pesan lewat layanan online.
"Cuma ada telor dan air mineral."
"What!!! lha terus mau makan apa dong?"
"Saya bisa bikin mi instan di campur telor. Beres kan?" ucap Ivan sambil mengambil dua butir telor dari dalam lemari es nya.
"Oh! ada satu sachet kornet, tapi dua bulan lagi kadaluarsa..." Ivan mengecek lagi persediaan makanannya.
"Ya ampun!" Vin-vin tampak kesal, terbaca dari nada suaranya yang meninggi.
"Di bikin martabak aja! pakai mi instan, telor dan kornet nya, dari pada nggak di masak-masak dan dibuang percuma."
"Kok, jadi kamu yang sewot?!"
"Kesel aku sama Pak Ivan!"
"Sudah lah, saya mau buat mi instan dulu."
"Bikin martabak aja Pak!"
"Saya nggak bisa bikinnya Vin-vin!!" lama-lama Ivan pun merasa kesal.
"Biar aku yang ajarin... pertama masak mi nya dlu seperti biasa.."
"Hemm..." Ivan mulai mengikuti langkah-langkah memasak yang di ucapkan Vin-vin. Dia menyalakan pengeras suara dan meletakkan ponselnya di atas lemari es, sehingga membuat suara Vin-vin yang merdu menggema di ruang apartemennya yang kecil.
Eh, tunggu? merdu? sejak kapan Ivan menganggap suara Vin-vin merdu.
"Setelah itu, campur telor dan kornetnya, bumbu mi dan aduk... lalu..."
Ivan menurut, entah kenapa dia menjadi begitu penurut pada murid nya yang satu ini.
"Gimana? udah jadi?" tanya Vin-vin penasaran.
"Sudah... bentuknya jadi mirip pizza ya?"
"Coba foto..." pinta Vin-vin.
Lagi-lagi Ivan menurut.
"Coba ada daun bawang, pasti lebih enak."
Ivan memotong sedikit makanan yang baru saja di buatnya dan memasukannya ke dalam mulutnya, "ehmm... ini enak Vin," ucapnya tak percaya.
"Iyalah, Vin-vin yang kasih resep, pasti enak lah..."
Ivan tersenyum, lalu dia membawa martabak buatannya ke atas sofa dan mulai melahapnya.
"Kamu suka masak?"
"Iya, cita-cita aku mau jadi chef seperti Papah Kevin."
"Chef Kevin yang terkenal itu beneran Papah kamu?" tanya Ivan sambil terus melahap makanannya.
"Iya, aku pengen jadi chef makanya aku sering bantu-bantu di cafe. Eh kapan Pak Ivan mau ke Cafe Papah? nanti kita ketemuan lagi di sana."
"Ya nanti kalau saya ke sana, saya kabari kamu..."
"Hampir setiap malam loh aku di sana."
"Hmm.."
"Sudah abis makannya?"
"Sebentar lagi..." akhirnya suapan terakhir masuk ke mulut Ivan dan perutnya langsung terasa kenyang. Dia pun tersenyum puas.
"Makasih ya Vin, sudah membantu saya membuat makan malam... saya nggak sangka kalau kamu ternyata pintar masak, saya kira kamu anak manja dan egois yang sukanya memaksakan keinginanmu..."
"Zzzz.... zzz..."
"Vin?"
"Zzzz... zzzz.."
"Vincia?!"
"....."
Ivan tertawa lirih mendengar dengkuran halus dari sebrang telponnya, "ini anak malah molor..." gemasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ngakak aku bacanya thor,,,🤣🤣🤣🤣Hadeeeh Vin-Vin bisanya dia ngorok saat telponan😂😂😂😜
2022-11-12
0
Ayuk Vila Desi
si Vin Vin langsung gercep banget ..
2022-04-02
0
Duchess RahmaDika
agresif sekali neng wkwkwkwk
aduh si bapak gulu lama" melthing
2021-10-02
3