"Hari ini, Papi yang antar kamu. Sekalian Papi ada kerjaan. Bilang sama si Axel."
"Iya Pi..." Vin-vin mengangguk sambil melanjutkan sarapannya.
"Kepala kamu nggak apa-apa, sayang?"
"Nggak apa-apa kok Mah, sudah nggak pusing."
"Devano!!!!" teriakan seorang anak perempuan berumur 10 tahun sambil berlari masuk ke dalam rumah Aldrich.
"Papi, Devan mana?" tanyanya sambil memandangi Aldrich yang masih sibuk dengan sarapannya.
"Belum turun, tunggu aja bentar lagi," jawabnya cuek.
"Pagi, semuanya..."
"Mami Lyly..." Vin-vin langsung bangun sambil mencium tangan Maminya.
Mami Lyly adalah istri dari Kevin dan Ibu dari anak perempuan kecil yang suaranya cetar membahana di pagi hari ini.
"Sarapan Ly," ajak Mama Lucy.
"Aku sudah sarapan tadi, makasih."
"Mah, Devan berangkat sekolah dulu ya." Seorang anak lelaki yang sangat tampan berwajah sama persis seperti Aldrich, turun dari tangga dan langsung di serbu pelukan hangat oleh si anak perempuan yang baru datang tadi.
"Aira! jangan main peluk gitu dong!" kesal si bocah tampan alias Devano.
"Kamu kan pacar aku!" cebik Aira.
Devan menghela napas kesal lalu berjalan cepat menuju pintu utama.
"Mama Lucy, Papi Al... Aira dan Devan berangkat sekolah dulu ya..." Aira buru-buru menyalami tangan kedua calon mertuanya di masa depan itu sambil lalu berlari mengejar Devan yang sudah jauh di depan.
"Hadeuuh... anak ku itu, kayaknya cinta mati sama si Devan." Lyly memijat kepalanya yang pening karena melihat tingkah anak perempuannya.
Memang Aira dan Devan lahir di hari yang sama, mereka tumbuh bersama dan selalu bersama sejak kecil sehingga Aira merasa bahwa Devan adalah pasangannya seumur hidup.
Berbeda dengan Devan yang sangat cool dan sedikit cuek pada Aira, mungkin sifat ayahnya sudah menurun padanya.
Lucy hanya tertawa lirih mendengar curhatan Lyly. "Terima kasih ya Ly, aku titip Devan. Hari ini aku ada acara sama Al..."
Lyly mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lalu berjalan menyusul anak perempuannya.
Memang setiap hari baik Lyly maupun Lucy selalu bergantian mengantar jemput kedua anak mereka ke sekolah. Sedang Vin-vin adalah tanggung jawab Al, walau kadang Vin-vin di jemput Axel. Sebenarnya Aldrich tak menyukai Axel, namun karena melihat sifat Axel yang begitu baik dan sopan pada Vin-vin, akhirnya Aldrich mengijinkan Axel mengantar jemput Vin-vin.
"Ayo Vin, kita juga berangkat. Jangan sampai kamu terlambat."
"Iya Pih.." Vin-vin bangun dari duduknya lalu menyalami tangan Ibunya dan bergegas mengikuti Papinya menuju mobil.
"Kamu masih pusing? kalau pusing nggak usah berangkat aja." Aldrich melirik anak perempuannya sambil terus menyetir mobil.
"Enggak kok Pi."
"Tapi wajah kamu agak pucat loh. Di bilang semalam nggak usah ke Cafe aja kamu nggak nurut si sama Papi!"
"Maaf Pi, bosen banget aku di rumah, ingin bantuin Papah di cafe."
Aldrich hanya menghela napas, dia tak bisa berdebat dengan anak perempuannya ini, dia terlalu menyayanginya.
Karena Papinya mengungkit masalah semalam, Vin-vin jadi teringat dengan Pak Ivan. Semalam mereka bertemu di cafe, dan Vin-vin berharap, besok saat dia membantu Papahnya di cafe dia bisa bertemu kembali dengan guru tampan pujaannya.
Semalam Vin-vin betul-betul terpesona karena penampilan Pak Ivan sangat berbeda saat di sekolah. Saat di luar lingkungan sekolah, Pak Ivan terlihat sangat muda seperti bukan guru, dan itu otomatis membuat Vin-vin makin klepek-klepek.
"Kenapa?"
"Kenapa Pi?" Vin-vin terbangun dari lamunannya.
"Kok senyum-senyum sendiri?"
"Oh.. nggak, nggak ada apa-apa kok Pih." Vin-vin langsung tertunduk malu karena ternyata Papi nya memperhatikan dirinya yang kaya orang gila gara-gara mengingat Pak Ivan.
Vin-vin makin nggak sabar ingin segera bertemu Pak Ivan.
Aldrich memarkirkan mobil besar warna hitam mengkilapnya di samping gerbang sekolah Vin-vin, karena mobil memang tidak diijinkan masuk sampai ke halaman sekolah.
"Hati-hati ya, kalau olah raga jangan melamun! jangan sampai kepala kamu kena bola lagi."
"Hehehe.. iya Pih." Vin-vin tersenyum malu sambil lalu mencium tangan Papi nya.
Setelah mobil Papi nya pergi, Vin-vin pun berjalan dengan riang menuju halaman sekolahnya.
'Tin! tin!'
Sebuah motor Ninja warna hijau melaju melewati Vin-vin membuat Vin-vin terkejut dan berjalan minggir ke sisi jalan.
"Siapa sih!" kesalnya. Vin-vin pun berhenti dan menunggu si pengendara motor. Dia penasaran.
Saat si pengendara motor itu berjalan keluar dan melepaskan helm full face nya, barulah Vin-vin tahu bahwa pengendara motor itu adalah Pak Ivan, guru tampan pujaannya.
"Pagi Pak." Ucap Vin-vin riang.
Ivan hanya meliriknya sekilas lalu mengangguk dan kembali berjalan, berlalu meninggalkan Vin-vin yang nampaknya masih terdiam di tempatnya.
Buru-buru Vin-vin berjalan cepat agar bisa berjalan sejajar dengannya.
"Pak, semalam sampai jam berapa di cafe?"
"Sampai jam 9," ucapnya cuek sambil terus berjalan tanpa menatap Vin-vin yang ada di sampingnya.
"Pak... gimana?"
"Apanya?"
"Pernyataan aku kemarin?"
Ivan berhenti, lalu menoleh ke arah Vin-vin.
"Bukannya kamu punya pacar? Pacar bule kamu mau di kemana-in?"
"Pacar Bule? yang mana?" Vin-vin bingung.
"Axelio, anak XI IPA 2." Pak Ivan berkacak pinggang sambil menatap Vin-vin.
"Vincia, saya beri tahu ya. Kamu itu masih kecil fokuslah ke pelajaran kamu! jangan sibuk cari pacar. Lagipula kamu sudah punya satu, memang kamu mau koleksi berapa pacar?"
"Iihh.. Axel bukan pacar aku. Dia itu cuma teman aku sejak kecil Pak."
"Lalu hari ini, ada lelaki asing lagi yang mengantar kamu sekolah."
"Yang tadi pagi Papi aku."
"Lalu yang semalam?"
"Yang semalam Papah aku."
Ivan terdiam, mencerna ucapan Vin-Vin yang membuatnya bingung.
"Aku punya dua ayah. Satu ayah kandung yang satu ayah sambung," Vin-vin berusaha menjelaskan karena Pak Ivan tampak kebingungan.
"Pak Ivan penasaran sama aku ya? ya kan? mulai penasaran??? mulai pengen tahu??" Vin-Vin tersenyum senang sambil menggoda guru olah raganya itu yang tampak mulai gugup.
"Maaf, kalau saya terlalu ikut campur hal yang bukan urusan saya." Ivan langsung pergi sedikit berlari menghindari Vin-vin. Dia tak mau Vin-vin mengikutinya, dia merasa malu karena tanpa dia sadari dia bertanya macam-macam tentang kehidupan pribadi Vin-vin.
"Kalau mau tahu yang lainnya juga nggak apa-apa Pak. Tanya aja." Teriak Vin-vin sambil melambaikan tangannya dan tersenyum riang.
"Sialan! kok gue jadi salting gara-gara tu bocah!" geram Ivan sambil terus berjalan menuju ruang guru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
🤣🤣🤣🤣🤣
2022-11-12
0
Qaisaa Nazarudin
Aku masih gak ngeuh dengan hubungan meeka semua,tapi aku coba utk paham,,
2022-11-12
0
Ayuk Vila Desi
Vin Vin semangat...
2022-04-02
0