Seminggu kemudian sejak kejadian itu berlalu Luna tak pernah merasakan penyiksaan dari Zion. Ia belum lebih memilih untuk berdiam diri di kamar, masih enggan untuk bertemu dengan Zion. Mengingat bagaimana Zion menghukumnya pada saat itu membuat Luna sedikit trauma.
Dan Zion, entah mengapa pria itu tidak menyiksa Luna.. apa mungkin dia sudah insaf.. ah entahlah.. Luna sendiri pun tak ingin tahu, ia mencoba melupakan kejadian itu dan memilih sendiri untuk waktu yang cukup lama.
Semenjak kejadian itu Luna sendiri masih berusaha mencari penyebab kenapa dia harus di siksa dan terikat dalam sebuah pernikahan Zion.. tentu saja bukan perkara mudah bagi Luna untuk mencari tahu apalagi melupakan kejadian saat Zion dengan teganya mengguyur kaki nya dengan air mendidih..
Sungguh, Luna tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan hal itu.. ia takut jika nanti kejadian itu terulang kembali.
Pagi harinya, Luna merasa sangat lapar dan ingin ke dapur untuk memasak. Namun Luna sangat ingat bahwa dia tidak boleh ke daput tanpa ijin dari Zion dan akhirnya memutuskan menyuruh bi Ana membawakan sarapan ke kamarnya. Sebenarnya Luna tak enak hati selalu menyuruh bibi, tapi tidak ada cara lain selain ini karena ia takut jika Zion mengetahuinya memakai dapur pasti Zion akan menghukum Luna lagi dan itu tidak di Luna inginkan.
Zion tengah duduk di atas balkon seraya mengotak-atik ipad nya karena merasa bosan. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan ipadnya tersebut.. Zion menghela nafasnya kasar, tanpa sengaja ia melihat Luna yang tengah berjalan ke arah taman dengan senyum di wajahnya membuat Zion kesal..
"Lihat senyumnya itu.. dia seakan akan tidak terjadi sesuatu, padahal kakinya masih terluka." Gerutu Zion sendiri dengan melirik Luna mengetahui bahwa sedari tadi Zion mengawasinya..
Kekesalan Zion semakin bertambah saat melihat Luna menghampiri Dallas yang duduk di kursi taman.. entah mengapa Zion merasa tidak suka jika istri nya itu dekat-dekat dengan sahabatnya.. "Mereka benar-benar membuatku kesal, gadis bod'oh itu entah apa yang dia lalukan? Apa dia merasa tidak puas setelah aku menghukumnya?" Kesal Zion..
***
"Tuan Dallas, akhirnya aku bertemu denganmu.." Ucap Luna duduk di samping Dallas..
"Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan denganku?" Dallas melirik Luna..
Luna tidak mengulum senyumnya, "Sebenarnya iya, Bagaimana dengan lukamu tuan? Apa sudah membaik?" Tanya Luna yang melihat Dallas tengah sibuk dengan perban di tangannya..
"Lukanya sedikit dalam jadi perlu waktu untuk sembuh,"
Luna mengangguk, lalu melihat Dallas yang terlihat kesal dengan perban di telapak tangannya..
Dengan sigap Luna menyambar tangan Dallas, yang membuat Dallas terkesiap.. "Apa yang kau lakukan?" Luna tak menjawab, ia terus menggulung perban di tangan Dallas..
Dallas pun terlihat memandang wajah Luna, ia merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya.. wajah Luna terlihat sangat cantik saat di lihat dari jarak yang cukup dekat. Parasnya mampu membuat seorang Dallas tak bisa berpaling..
"Sudah selesai.. dengan begini lukamu akan cepat membaik.."
"Terima kasih,"
"Seharusnya aku yang berterima kasih kepada tuan, karena telah menyelamatkan ku dari kemarahan sahabatmu itu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika tuan tidak ada di sana.. mungkin aku sudah di jadikan makanan buaya-buaya kelaparan itu." Luna menundukkan kepalanya, berterima masih kepada tuhan yang telah mengirimkan nya seorang penyelamat..
"Zion tidak akan mungkin bisa melakukan nya.."
Ucap Dallas dengan nada yang lembut,
"Bisa tuan.. jika dia bisa membuat Aaron jadi makanan para buaya itu kepada tidak denganku?" Kesal Luna..
"Sudahlah jangan pikirkan itu, bagaimana dengan luka bakar mu?"
Tanya Dallas yang melihat kaki kanan Luna masih di balut dengan perban..
"Sudah mulai membaik tuan, hanya perlu waktu sampai sembuh dan menunggu bekas lukanya memudar."
"Baguslah.. ternyata kau sangat kuat dalam menahan rasa sakit itu.."
Luna hanya tersenyum, mendengar ucapan Dallas tentang dirinya..
Di atas balkon Zion terus saja memandang mereka, merasa jenuh dan kesal melihat Luna bersikap baik kepada sahabatnya itu.. mata tajam nya terus mengawasi pergerakan Luna, "Suatu saat senyum itu akan memudar di bibirmu, gadis bod'oh.. kau akan melihat bagaimana aku akan menyiksa kakakmu nanti." Batin Zion, masih menatap Luna dari atas balkon..
***
Malam hari, di kamar Luna tampak tengah membuka balutan perban yang menutup lukanya dengan perlahan karena ia harus mengganti dengan perban yang baru.. sesekali tampak Luna merintih kesakitan saat membuka perban itu.. Luna tak ingin merepotkan bibi, karena ia yakin bahwa bibi sudah tidur dan Luna tidak ingin membangunkan bi Ana hanya untuk membuka perban nya..
"Huffffftttt..."
Luna menghela nafasnya saat seluruh perban berhasil di buka,
"Saatnya mengganti dengan yang baru.." Ucapnya pada dirinya sendiri..
Sebelum Luna membalut lukanya dengan perban yang baru, ia terlihat mengoleskan obat di luka bakarnya agar cepat mengering..
"Sakitt..." Rintihnya,
Luna terlihat ingin membalutkan perban baru di kakinya, namun entah mengapa ia tak menemukan perban baru di sekitarnya.. Luna pun berusaha mencari kesana kemari ke seluruh kamarnya, namun ia juga tidak menemukan perban itu..
"Dimana perbannya? Apa mungkin aku lupa membawanya? Perbannya pasti tertinggal di dapur, manusia berhati iblis itu pasti tengah tidur sekarang.. aku pasti bisa ke dapur, karena dia pasti tidak akan mengetahuinya.." Batin Luna dan keluar dari kamar menuju ke dapur..
Luna berjalan pelan agar langkah kakinya tidak terdengar, namun tiba-tiba saja lengkahnya terhenti saat melihat sebuah pintu di salah satu kamar terbuka.. Luna yang penasaran pun langsung berjalan ke arah kamar itu..
Luna merasa bingung karena ia tidak pernah melihat kamar ini terbuka, sebelumnya kamar ini terlihat tertutup rapat dan pastinya tidak ada orang yang di ijinkan masuk ke kamar itu kecuali Zion seorang..
Luna mengintip, memandang seluruh penjuru kamar.. ia tampak kagum melihat desain di dalam kamar itu yang bernuansa eropa dengan warna pink namun tidak berkesan norak.. seluruh kamar tampak tersusun rapi, banyak boneka beruang berwarna pink di sana..
Namun, sesuatu hal menarik penglihatan nya .. tampak seorang pria tengah terduduk lemas di atas lantai dengan memeluk boneka beruang serta tangan kanan yang memandang sebuah poto..
Luna membulatkan mata saat menyadari pria itu adalah Zion..
"Pria berhati iblis itu.. apakah dia menangis? tidak mungkin.. pria tidak berperasaan sepertinya tidak akan mungkin mengeluarkan air mata.." Batin Luna masih mengintip ke dalam kamar pink itu,
"Adik kecil, bagaimana kabarmu? Apa yang harus aku lakukan kepada gadis bod'oh itu? Katakan padaku..." Tangis Zion pecah saat memandang sebuah poto di tangannya...
Luna mengerutkan dahinya, masih tidak mengerti penyebab yang membuat pria berhati iblis itu menangis, "Apa dia memang benar-benar menangis?" Batin Luna masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan ia dengar..
"Katakan padaku adik kecil.. apa yang harus aku lakukan? Apa kau marah kepada kakakmu ini? Sehingga kau tidak mau berbicara kepadaku..."
"Kenapa dia terlihat sangat menyedihkan?" Batin Luna lagi, namun tiba-tiba saja sebuah tangan mendarat di pundaknya..
Luna menoleh seketika ingin berteriak namun orang itu langsung membekap mulut Luna agar Zion tidak mendengarnya..
.
.
.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments