Luna tengah berbaring di ranjang, ia mengerjapkan matanya perlahan bangun dari pingsan nya. Luna merasakan nyeri di tubuhnya, wajahnya pun terlihat pucat dan seperti tak bertenaga. Bibi pun kaget ketika melihat Luna yang langsung terperanjat dengan wajah ketakutan.
Bibirnya bergetar dan badannya juga terlihat menggigil, Luna melirik kesana-kemari dengan wajah ketakutan. Bibi pun terlihat bingung dengan sikap Luna dan berusaha menenangkan Luna.
"Non Luna..." Belum sempat bibi Ana melanjutkan bicaranya, Luna langsung meraih tangan bi Ana dan menggenggam nya dengan hangat sembari melirik kesana kemari.
"Bi aku takut, aku takut bi..
tuan pasti akan menghukum ku, dia pasti akan mencambukku lagi. Bagimana jika dia membunuhku? Aku tidak bisa hidup disini bi..." Ucap Luna panik dengan mimik wajah penuh ketakutan.
Seperti dugaan bibi, Luna pasti merasakan trauma yang cukup mendalam atas perlakuan kejam Zion. Bibi cukup mengerti apa yang gadis itu rasakan, pasti tidak akan mudah melupakan setiap cambukan dari pria itu.
"Non Luna, tenang non..." Bibi berusaha menenangkan Luna.
"Dimana dia bi?"
Tanya Luna dengan wajah bingung dan polosnya.
"Tuan sedang berada di kantornya non, non Luna yang tenang dulu." Jawab bibi.
"Tidak.. saat dia pulang pasti tuan akan menghukum ku lagi. Aku tidak mau di siksa lagi, lebih baik aku mati saja."
"Nona tidak boleh bicara seperti itu.."
"Tuan pasti akan menghukumku bi? Dia tidak akan memaafkan ku kan? Dia sangat membenciku..."
"Non Luna tenang.." Ucap bibi dengan mengguncang tubuh Luna yang membuat gadis itu terdiam dengan tatapan kosong.
"Non.."
Luna menoleh ke arah bibi, lalu memeluk wanita paruh baya itu sambil menangis. Bibi pun membalas pelukan Luna dengan mengusap punggung gadis itu supaya lebih tenang.
"Sudah non, jangan menangis..
Lihatlah wajahmu terlihat lucu saat sedang menangis." Goda bibi membuat Luna tersenyum.
"Bibi bisa aja hiks..." Ucap Luna tersenyum manis walaupun masih terdengar isakan nya.
"Bibi sudah mengganti pakaian nona, dan mengobati luka nona. Saat itu bibi panik saat melihat nona pingsan di kamar mandi."
"Kira-kira berapa lama bi aku pingsan?"
"Tiga jam non..."
Hufffttt, Luna menghelas nafasnya..
Ia termenung mengingat wajah Zion yang begitu menakutkan saat ingin menghukum nya. Luna dapat melihat kebencian di mata suaminya tersebut, kebencian akan masa lalu. Luna berpikir jika Zion tidak mungkin menyiksanya tanpa adanya alasan. Namun, yang membuatnya bingung adalah dia tidak terkait apapun dengan masalah Zion lalu kenapa Zion menyiksanya.
Sebenarnya, apa yang terjadi?
Luna pun tidak mengerti, dia menyesali telah menjadi istri dari pria kejam Zion. Dia jadi terikat dalam sebuah pernikahan yang tidak Luna inginkan. Memikirkan nya saja membuat kepalanya pusing,
"Non Luna tampaknya sedikit demam karena terkena guyuran air tadi. Bibi akan ambilkan air hangat untuk mengkompres non Luna supaya lebih baik." Ucap bi Ana terlihat khawatir.
"Tidak perlu bi, nanti juga akan sembuh sendiri."
"Tapi nona terlihat sangat pucat, tuan muda pasti akan marah kepada bibi jika melihat non Luna tidak sehat dan pucat seperti ini." Bujuk bi Ana.
"Selalu saja bibi mengaitkan diriku dengannya, apa orang di rumah ini tidak ada yang bisa melawan? Apa mereka semua tidak lelah selalu menuruti perintah nya? Menyebalkan.." Gerutu Luna dengan mengerucutkan bibirnya.
"Non Luna jangan berkata seperti itu. Bagaimana jika tuan Zion mendengarnya? Bibi tidak ingin mengancam non Luna, tapi apakah non Luna mau di hukum seperti yang non alami sekarang?"
Luna menggeleng,
"Aku tidak mau di hukum lagi, bisa-bisa aku menjadi lumpuh karena selalu di hukum seperti ini."
Bibi hanya tersenyum mendengar ocehan Luna tentang Zion, "Bibi tidak perlu khawatir tidak akan ada yang mendengarku bicara tentang dia kecuali bibi."
"Tapi aku mendengarmu bicara tentang sahabatku." Sahut Dallas yang tiba-tiba masuk ke kamar Luna dan membuat gadis polos itu serta bibi kaget. Dallas tak sengaja melewati kamar Luna saat sedang ingin ke kantor Zion. Ia penasaran dengan kondisi gadis itu dan membuatnya menguping sejenak.
"Tuan Dallas," Bibi kaget lalu berdiri dan menundukkan kepalanya.
"Bi.. ambilkan air hangat dan handuk untuknya." Ucap Dallas mendapat agukan dari bi Ana.
"Kenapa kau kemari?"
"Panggil aku tuan seperti kau memanggil Zion." Ucap Dallas singkat.
"Maaf tuan Dallas, apa yang membuatmu kemari?"
"Aku hanya ingin melihat kondisimu, karena Zion menyuruhku untuk melihat apakah kau sudah tiada atau belum." Kata Dallas.
"Tuan-" Ucapan Luna terpotong saat Dallas membalikkan badannya dan memutuskan untuk pergi dari kamar tersebut setelah melihat bahwa Luna baik-baik saja.
Luna hanya menggeleng, dan membaringkan tubuhnya di kasur. Ia merasa sedikit mengantuk, dan memutuskan untuk tidur.
***
Zion tengah berada di kantor nya menatap instens setiap gerak-gerik Luna.. ia merasa begitu jengkel melihat gadis itu tertidur dengan pulasnya. Rasa kesalnya masih tertinggal setelah kejadian tadi..
Zion menatap ipad nya yang tersambung pada cctv yang berada di kamar Luna. "Lihatlah.. dia sudah seperti nyonya di rumahku. Tidur dengan santai tanpa melakukan pekerjaan apapun." Ucap Zion menggerutu.
"Dan Dallas, kenapa dia ke kamar Luna? Jika dia mencoba mengkhianatiku. Aku tidak akan mengampuninya."
Zion mengambil ponsel di saku celananya, mengetik nomor telpon Dallas dan mencoba menghubunginya. Awalnya telpon nya tidak terjawab, Zion mencoba untuk kedua kalinya dan akhirnya Dallas mengangkat telpon dari Zion yang sedari tadi sudah merasa jengkel sengan sikap Dallas.
"Apa yang kau lakukan di kamar gadis payah itu? Jangan mencoba untuk mengkhianatiku." Ucap Zion mendengar intens suara Dallas dari sebrang sana.
"Cih! Baiklah, aku mempercayaimu.. tapi jangan sesekali kau merusak kepercayaanku ini." Zion menutup telponnya tanpa mendengar jawaban Dallas,
"Tuan hari ini kita ada jadwal meeting," Ucap asitennya.
"Undur jadwalnya.. hari ini aku akan pulang lebih awal untuk melihat apa yang sedang istriku lakukan saat ini." Zion tersenyum miring.
***
Setelah lebih dari dua jam Luna tidur dengan handuk hangat di dahinya, ia lalu terbangun. Bibi senantiasa menunggu di samping Luna untuk mengganti handuk hangat yang mulai tidak terasa hangatnya ke dahi Luna.. "Non sudah bangun?" Tanya bi Ana tersenyum.
"Sudah lebih baik bi, terima kasih."
Jawab Luna membalas dengan senyuman manisnya.
"Sudah bi, biar aku saja yang membawa mangkuk nya ke dapur. Aku juga ingin membuat teh hangat, badan ku rasanya begitu dingin."
"Tidak perlu non, biar bibi saja yang membawanya ke dapur dan membuat teh hangat untuk non. Non Luna beristirahat saja disini,"
"Bi.. kepalaku akan semakin pening jika aku diam saja di kamar ini dan tidak melakukan apapun. Aku yang akan menanggung kesalahan bibi, jadi bibi tidak perlu takut dengan nya." Ucap Luna tersenyum dan membawa mangkuk yang tadi berisikan air hangat ke dapur.
Luna meletakkan mangkuk tersebut di atas meja, lalu membuat teh hangat untuknya. Luna berharap Zion tidak pulang dari kantor lebih awal. Jika Zion tahu kalau Luna ke dapur tanpa seijinnya pasti pria berhati iblis itu akan menghukum nya.
Luna telah selesai membuat teh hangatnya, ia segera berjalan menuju kamarnya namun suara berat dan dingin dari seseorang menghentikan langkahnya.
"Lihatlah.. apa yang nyonya rumah ini lakukan? Setelah bersantai di kamarnya, dia ke dapur tanpa meminta ijin." Ucap Zion membuat Luna menelan salivanya.
Mengingat kejadian tadi pagi membuat Luna menjadi takut kepada Zion,
Zion mengcengram kedua pipi gadis itu dengan tangan kekarnya. "Siapa yang mengijinkanmu memakai dapurku?" Tanya Zion membuang wajah Luna dengan kasar.
"Maaf tuan, tapi aku hanya ingin membuat teh hangat."
"Aku tidak menginginkan teh mu itu, buang saja!!"
"Tapi.. aku tidak membuat teh ini untukmu, ini untuk diriku sendiri. Jika tuan menginginkan nya suruh pembantu di sini untuk membuatnya." Ucap Luna polos.
Zion menarik tangan Luna dengan kasar,
"Sa-sakit.. tolong lepaskan tuan.."
"Kau berani mengatur diriku? Apa kau ingin aku mencambukmu lagi?" Luna lantas menggeleng, wajahnya ketakutan mengingat setiap cambukan dari Zion.
"Tidak tuan, tolong jangan sakiti aku..." Pinta Luna namun tak di gubris oleh Zion.
"Tolong tuan..."
Zion melepas cengkraman tangannya. Matanya melirik sebuah mangkuk berisikan air dan handuk di dalamnya.
"Apa kau demam? Kau sakit hanya karena terkena air dingin dari shower? Kenapa kau tidak sekalian mati saja? Tapi, jika kau mati maka aku tidak bisa menyiksamu lagi. Sayang sekali ya HAHAHA..." Zion tertawa keras hingga terdengar ke seluruh mansion, dan semakin membuat Luna ketakutan.
"Kenapa kau menatapku?
Seharusnya, aku melenyapkanmu bersama kekasihmu itu saja. Biar kalian berdua menderita bersama-sama." Air mata Luna sudah mengalir, ia benar-benar tidak tau harus berbuat apa lagi.
"Tuan saya minta maaf, ini kesalahan saya bukan non Luna. Saya minta maaf tuan..." Bi Ana datang tepat waktu,
"Jack, kawal mereka..."
"Baik tuan..."
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments