Selamat membaca...
"Ma.. pa.. bagaimana kabar kalian disana? Jangan sedih ya.. Luna bahagia kok disini. Aku selalu mendoakan kalian agar tetap tenang di sana ma-pa."
"Tolong juga jaga kakak dimanapun dia berada. Aku masih yakin kalau kakak belum tiada sampai saat ini."
"Ma-pa.. apapun yang terjadi sama Luna, kalian jangan pernah sedih dan kecewa. Sebentar lagi, Luna akan menikah. Luna minta restu dari kalian berdua."
"Luna pamit dulu ya ma-pa.. besok Luna bakalan kesini lagi."
"Tolong jangan menangis disana."
*****
Semburan mentari jingga menyinari kota, cahayanya menerangi rumah sederhana milik gadis cantik yang tengah duduk di bangku mobil setelah sang kekasih mengajaknya untuk memilih sebuah gaun pengantin yang mewah dan mahal di sebuah toko.
Mobil tersebut berhenti di rumah sederhana namun elegan dan bernuansa eropa.
"Terima kasih sudah mengantarkanku pulang. Rasanya aku selalu merepotkan mu setiap hari." Ucap Luna tersenyum manis kepada pria yang duduk di sebelahnya.
"Sebentar lagi kita akan menikah, bukankah nanti ini akan menjadi kewajibanku setelah aku sah menjadi suamimu nanti?"
Luna mengangguk, tersenyum malu seraya menundukkan kepalanya. "Aku bahagia bisa bertemu lelaki yang dapat membahagikanku. Tapi aku juga sedih.." Raut wajahnya berubah menjadi sedih.
Aaron memegang bahu Luna setelah melihat raut kesedihan di wajah calon istrinya itu.
"Apakah kau tidak menyukai gaun yang aku pilihkan untukmu?" Tanyanya mencoba mencari celah dimana letak kesedihan gadis itu.
Luna menggeleng, gaun yang Aaron pilihkan untuknya sangatlah bagus dan tidak ada duanya baginya. Tapi bukan hal itu yang menyebabkan dirinya menjadi sedih. Sesuatu hal yang sangat membuatnya sedih.
Aaron menatap wajah Luna, berusaha memahami hal apa yang menyebabkan gadis pujaanya itu bersedih.
"Bukan tentang itu.
Gaun yang kau pilihkan untukku sangatlah bagus dan aku menyukainya, yang membuatku sedih adalah kedua orang tuaku tidak bisa menyaksikan pernikahan putri mereka." Aaron menghela nafas, ia paham apa yang Luna rasakan.
Kesedihan yang begitu mendalam, namun Aaron tau pasti apa yang harus ia lakukan untuk membuat Luna kembali bahagia dan tidak bersedih lagi.
"Jangan bersedih tentang hal itu, mereka memang tidak bisa menyaksikan pernikahan kita. Tapi restu mereka selalu untukmu, jangan bersedih. Aku tidak suka melihatmu menangis." Ucap Aaron mencoba membuat Luna tersenyum setelah melihat beberapa bulir air mata di pipi Luna.
Luna tersipu, menyaksikan Aaron mengelap air matanya. Ia tersenyum dan berkata, "Kau adalah pria pertama yang sangat menghargai diriku. Apapun yang terjadi, jangan pernah meninggalkan aku. Benjajilah..." Kata Luna seraya mengacungkan jari kelingkingnya.
"Aku berjanji.." Balas Aaron dengan mencubit hidung mancung Luna.
"Apa kau akan terus berada di dalam mobil ini? Masuklah ke rumahmu." Gerutu Aaron.
"Bagaimana kalau kau makan malam di rumahku? Cobalah dulu makanan buatan calon istrimu ini."
Aaron menautkan dahinya, berpikir apakah ia harus menerima tawaran dari Luna atau tidak. "Baiklah, aku juga belum pernah mencoba masakan buatanmu." Luna bersorak, ia sangat bahagia mendengar Aaron menerima tawaran makan malam dengannya.
"Mumpung hari masih sore, aku akan membeli sayuran di pasar dekat rumah. Kau masuklah dulu ke dalam rumah, jangan menungguku di dalam mobil." Ucap Luna segera pergi meninggalkan mobil Aaron dan bergegas ke pasar untuk membeli sayuran.
Luna bergegas untuk pergi ke pasar sebelum larut sore. Ia yakin beberapa pedagang sudah ada yang tutup karena hari hampir larut sore. Luna berlari untuk mencari taksi yang lewat.
Setelah sampai di pasar Luna segera membeli beberapa sayuran dan membayarnya lalu kembali pulang.
Beberapa menit berlalu, ia sampai di depan komplek dan berjalan menuju rumahnya. Seketika senyum nya sirna dan tatapannya terkejut melihat pria berbadan besar dan aneh di depan rumahnya.
Yang lebih membuatnya terkejut adalah Aaron yang tengah berlutut dengan wajah yang babak belur di hadapan seorang pria yang memegang sebuah pistol.
"AAROONN........."
Sayuran yang ia bawa di dalam keranjang berserakan ke jalanan. Luna berlari sekuat tenaga ke arah Aaron
"Luna lari dari sini!! Jangan mendekat. Pergi dari sini Luna, PERGIIII..." Teriak Aaron berusaha mencegah Luna yang ingin menolongnya.
"Aaron, apa yang terjadi?" Tanya Luna terengah-engah.
Namun, tiba-tiba beberapa pria berbadan besar menahan Luna. Luna pun sekuat tenaga berusaha melapaskan cengkraman pria-pria itu. Tenaga yang kecil dan tidak cukup kuat, tak berpengaruh sedikitpun.
"Luna... pergi dari sini Sekarang! Aku mohon... pergi dari sini!! Tak akan aku biarkan mereka menangkapmu. Pergi SEKARANGGG..." Teriak Aaron sekuat tenaga, namun Luna malah menggelengkan kepalanya seraya menahan air matanya.
"DIAMMMM... jangan bicara lagi atau aku akan membunuhmu!." Ucap Pria di hadapan Aaron dengan tatapan sinis seraya menodongkan pistol ke kepala Aaron.
"Coba saja jika kau bisa, bukankah ini adalah kekuatanmu untuk mengancam seseorang? Aku tidak takut mati jika demi Luna." Ucap Aaron menantang menatap penuh kebencian kepada pria itu.
"Cih! Dasar pria bodoh!! Apa yang kau banggakan? Apa ini caramu berterima kasih kepadaku?"
Luna seketika menangis histeris,
"Tolong lepaskan Aaron... Apa kesalahannya padamu? Tolong maafkan dia." Tanya Luna dengan wajah memelas.
"Pria brengs*k ini, tidak bisa di maafkan. Berani-beraninya dia mengkhianatiku."
"Aku mohon maafkan dia tuan.. tolong lepaskan dia!! Aku mohon..."
"Melepaskannya? Jangan harap!! Bawa dia pergi." Perintahnya kepada sang bodyguard untuk membawa Luna masuk ke dalam mobil.
"Jangan bawa Luna! LUNA... lari dari sini..." Teriak Aaron.
"Lepaskan aku aaakkkhhhh... Aaron tolong aku.. mereka akan membawaku pergi.. tolong aku.. AARON!! Lepaskan aku..." Jerit Luna berusaha melepaskan dirinya dari cengkraman pria suruhan.
"Jangan sakiti Luna, atau kau akan menyesal seumur hidupmu." Ancam Aaron kepada pria itu.
"Dia memang pantas mendapatkannya. Dasar pria payah.. kau tidak pantas hidup, enyahlah kau dari hadapanku." Pria itu menodongkan pistolnya ke kepala Aaron.
Dannn...
DOORRR...
Suara tembakan yang kuat membuat Luna membulatkan mata dan tak percaya. Matanya sulit untuk mempercayai ini, dengan mata kepalanya sendiri. Peluru tertanam tepat di kepala Aaron, calon suami dari Luna itu menjatuhkan tubuhnya ke tanah dan sudah tak sadarkan diri.
"Buang jasadnya ke lubang buaya, biarkan dia menjadi makanan para buaya kelaparan itu." Perintah pria itu dan langsung mendapat agukan dari para bodyguardnya.
"TIDAKKK... JANGANNN... AAROONNN..."
.
.
.
Gimana sama cerita awalnya? Menarik apa gak nihh?? Kira-kira bagaimana nasib Luna selanjutanya...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Hikmah Araffah
lumayan hehe
2022-01-17
0
Hani Hanifah
menarik..aku suka..
2021-12-08
0
Naia Fedora Elysia
kejam bngat thor,
2021-10-20
0