Eps 4

Di dalam kamar Luna tengah menatap langit kamar sambil berbaring, ia tidak bisa tidur memikirkan tentang kesalahannya. Luna masih bingung, kenapa ia tiba-tiba di kurung di dalam kamar ini. Kesalahan apa yang ia buat, sehingga ia harus mengalami hal pahit seperti ini.

Memikirkan tentang nasib Aaron membuatnya kembali sedih, pria yang selalu menjaganya kini sudah tiada dengan cara yang sangat tragis. Luna merasa gundah, ia ingin benar-benar menghilang dari dunia ini.

"Non Luna belum tidur?" Tanya bibi masuk ke kamar Luna dengan membawa semangkuk bubur di tangannya.

"Aku tidak bisa tidur bi,"

"Non, ini bibi bawakan bubur. Non Luna pasti laper kan sekarang? Dimakan non, mumpung masih hangat." Ucap bibi dengan meletakkan semangkuk bubur di meja.

Luna beranjak menyenderkan kepalanya di sisi tempat tidur, menatap semangkuk bubur hangat di meja. Saat ini Luna benar-benar di berselera untuk makan apapun. Ia hanya ingin menyendiri untuk sesaat, mencurahkan segala keluh kesahnya sendiri. Namun ia tidak ingin membuat pria itu marah di malam hari.

"Bi aku tidak ingin makan, bisa tinggalkan aku sendiri? Untuk saat ini aku tidak ingin di ganggu siapapun." Pinta Luna.

"Maaf non, bibi belum bisa menceritakan segalanya kepada nona. Bibi tidak ingin nona menyalahkan tuan muda,"

"Aku mengerti bi,"

"Jangan lupa makan bubur nya non, setidaknya makanlah demi bibi. Jika nona tidak bertenaga, maka bibi akan di hukum tuan muda non." Ucap bibi memohon kepada Luna.

"Aku mengerti bi, aku akan memakannya nanti." Luna tersenyum dan bertanya kepada bibi, "Dimana dia sekarang bi?" Tanya Luna, membuat bibi menautkan dahinya.

"Siapa orang yang nona maksud?"

"Dia.. tuan muda kalian itu?" Tanya Luna tak ingin menyebut nama pria kejam itu.

"Tuan saat sedang berada di ruang kerjanya bersama tuan Dallas. Apa ada lagi yang ingin nona tanyakan?" Luna berpikir sejenak,

"Luna mau tanya sesuatu bi, tadi Luna lupa menanyakannya. Kalau boleh tahu, nama bibi siapa?"

Bibi tersenyum, melihat Luna kembali mengingatkannya kepada putrinya. Andai jika dulu kejadian itu tidak terjadi, putri bibi pasti hidup sampai sekarang dan mereka hidup bahagia berdua.

"Nona bisa panggil saya bi Ana, apa ada lagi yang nona butuhkan?" Tanya bi Ana, Luna lantas menggeleng.

"Tidak bi, terima kasih atas bantuannya tadi bi Ana." Jawab Luna lembut.

"Nona tidak perlu sungkan, tugas saya adalah untuk menjaga nona agar tetap sehat. Panggil saya jika nona membutuhkan sesuatu." Luna mengangguk, bi Ana pun kemudian meninggalkan kamar Luna.

Luna menghela nafasnya, ia berjalan menghampiri semangkuk bubur yang tadi bi Ana siapkan. Luna memakan satu sendok bubur tersebut, sambil memikirkan takdir yang tuhan berikan padanya.

Air matanya lolos begitu saja, ia benar-benar ingin pulang ke rumahnya. Rumah peninggalan ayahnya, tapi tempat ini tak memiliki celah sedikit pun untuk dirinya kabur.

"Ma-pa.. Luna rindu kalian berdua..

Luna rindu kakak juga.. Apa yang harus Luna lakukan ma-pa? Luna ingin pergi dengan kalian. Luna rindu kalian bertiga," Gumam Luna dengan menahan sesak di dadanya,

"Aaron, aku juga merindukanmu.. apa kau tenang disana? Bagimana aku bisa hidup dengan orang yang sudah membunuhmu dengan begitu sadis? Tolong katakan padaku, apa aku harus menghukumnya juga?" Ucap Luna dalam kesedihan dan kesunyiannya, ia berusaha tegar namun air matanya tumpah...

***

Di ruang kerja Zion tengah memantau Luna dari kejauhan melalui kamera pengintai yang telah ia pasang sebelumnya. Gadis itu tidak bisa lari kemanapun, karena mansion nya memiliki banyak kamera pengintai. Dan tak ada satu pun yang bisa melarikan diri setelah masuk ke mansion terkutuk Zion.

Memiliki penjaga yang selalu berjaga dua puluh empat jam setiap harinya.

Zion menyenderkan kepalanya di kursi, mencoba menenangkan pikiran dan hatinya. Merilekskan sejanak beban pikiran nya, beberapa menit sebelum suara seorang pria mengagetkan dirinya.

"Apa kau tengah tidur wahai tuan Zion yang terhormat?" Tanya Dallas memperhatikan wajah bos sekaligus sahabatnya itu sedari tadi.

"Berhentilah menggangguku. Kerjakan saja tugasmu, jangan berbicara sebelum aku menyuruhmu atau aku akan memotong lidahmu itu." Jawab Zion dengan dinginnya, menampilkan wajah datar miliknya.

Dallas tersenyum miring, sahabatnya itu memang tidak bisa di ajak bercanda. "Apa kau sedang memikirkan gadis itu?" Goda Dallas mendapat tatapan tajam dari Zion.

"Apa kau ingin aku memotong kedua kakimu? Bagimana kau bisa berpikir seperti itu? Dia tidak lebih penting sebagai alat pembalasan dendamku."

"Zion, kau tentu tau ini bukan kesalahannya. Kenapa kau menghukum berat dirinya? Sedangkan dia tidak memiliki kesalahan apapun kepadamu." Ucap Dallas menatap wajah Zion...

"Aku tidak perduli!! Sekarang, yang aku inginkan dia merasakan apa yang adikku rasakan." Pembalasan dendam Zion begitu membara hingga tak ada siapapun yang mampu mencegahnya sekalipun itu Dallas sendiri.

"Bodoh!! Kau memang pria yang sangat bodoh Zion. Apa yang kau dapatkan dengan menyiksanya?"

"Kepuasan," Jawab Zion singkat.

"Dia sudah sangat menderita Zion, kasihanilah gadis malang itu." Ucap Dallas merasa prihatin dengan nasih Luna.

Dallas melirik ke arah lain setelah tak sengaja menatap Zion yang juga tengah menatap dirinya dengan tatapan tajam dingin yang begitu menakutkan baginya hingga membuatnya bergidik.

"Sejak kapan kau merasa iba kepadanya?" Suara berat milik Zion mampu membuat Dallas menelan salivanya. "Jangan berani sekalipun untuk membantunya, atau aku akan melenyapkan mu dari muka bumi ini." Ancam Zion, namun bukannya merasa takut Dallas malah mengejek Zion yang membuat pria itu merasa kesal.

"Kau memang sangat kejam dalam mengancam seseorang." Ucap Dallas tersenyum pahit.

Hening sejenak... mereka terlihat sibuk dengan urusan masing-masing. Sebelum akhirnya Zion membuka suara...

"Apa kau sudah menemukannya?"

Dallas menggeleng, "Belum ada jejak apapun, semua bukti yang kita miliki belum menjelaskan apakah dia masih hidup atau sudah tiada namun jasadnya tidak pernah di temukan." Ucap Dallas penuh keyakinan, ia melirik sekilas wajah Zion.

"Terus mencari keberadaannya, aku tidak perduli resiko apa yang akan kita hadapi nantinya." Kata Zion mendapat agukan dari Dallas.

"Aku akan berusaha sebisa mungkin mencari keberadaannya sekarang. Tapi untuk saat ini, kau harus fokus dengan pekerjaan mu. Jangan sampai perusahaan kita mengalami kerugian besar karena kau terlalu sibuk mencari dia." Zion tersenyum menyeringai, menatap wajah Dallas dengan tatapan aneh.

"Itu tidak akan terjadi!!

Atur saja semua tugasku besok, dan cari siapa saja orang yang mengkhianatiku dari belakang." Dallas mengangguk, sudah beberapa tahun bekerja sama dengan Zion membuatnya mengikuti jejak Zion. Tak ada kata maaf bagi seorang pengkhianat, sekali pengkhianat tetaplah pengkhianat.

Zion tersenyum menakutkan, matanya beralih menatap sebuah poto yang terpajang di meja kerjanya. Poto seorang gadis yang tengah menatap ke arah kamera dengan senyum merekah di bibirnya dengan tangan kanan yang memegang sebuah es krim coklat tampak sangat gembira. Tatapan membunuhnya kemudian berubah menjadi sendu. Hanya dia yang mampu memahami perasaan Zion, kerinduan terpancar di matanya. Menahan air mata yang ingin mengalir di pipinya, namun menangis bukanlah ciri khas dirinya.

.

.

.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

nuryanie pakott

nuryanie pakott

baru baca thor

2022-01-29

0

Siti Zidni

Siti Zidni

masih misteri ya thor

2021-10-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!