Mesin sepeda motor sudah dimatikan sejak jarak sepuluh meter, Dheo sadar geberan kenalpotnya cukup mengganggu ketentraman, Mima tidak mau tetangga melihatnya pulang larut malam apalagi bersama lelaki, Mereka sama-sama berjalan kaki, Dheo mendorong motornya sampai di halaman rumah Mima. Namun cahaya bulan cukup terang untuk dapat melihat aktivitas mereka, apalagi CCTV mata tetangga jauh lebih canggih daripada alat pengintai apapun di dunia.
“Hati-hati,” katanya pelan, hampir tidak ada suara.
“Siyap, nanti kalau sudah di rumah aku telpon,ya?” Dheo tadi bilang dia akan kembali menemui teman-temannya.
Mima melangkah hati-hati tak lupa melambaikan tangan. Saat tiba di teras, Matanya membola melihat Shaka masih di sana asik dengan ponsel di genggamannya.
“Alhamdulillah, udah pulang, baru juga jam dua.” Shaka menyorot Mima dengan cahaya dari ponselnya.
Mima tampak gugup, dia berusaha menutupi sesuatu, tapi Shaka semakin penasaran. Dia berdiri lebih dekat hingga sorotan itu tepat sasaran.
Mima refleks mengancing jaketnya sampai ke atas, tapi rambutnya yang pendek tidak bisa menutupi tanda merah di sektiar leher.
“Di ajakin ke mana sama pacar kamu? Kok banyak bekas gigitan serangga gitu?”
Mima malu tidak berkutik, dia melangkah cepat masuk meninggalkan Shaka. Shaka segera menahan pergelangan tangan Mima, tubuh Mima ditarik cukup keras hingga membentur dadanya, Mima mendongak, kilat mata Shaka sungguh mengerikan untuk dilawan, saat itu juga dia menunduk dan memejamkan mata.
Dengan lembut Shaka mengangkat kepala itu, tapi kemudian memalingkan wajah ketika menangkap pemandangan bercak merah di leher Mima.
"Apa yang kalian kerjakan?" Suaranya pelan tapi menekan.
"Hanya sebagaimana yang dilakukan orang pacaran," jawab Mima dengan sisa keberaniannya, saat merasa Shaka melonggarkan rengkuhan, Mima berusaha melepaskan diri dan mendorong keras tubuh Shaka.
"Jangan judge orang kecuali kamu nggak pernah melakukan hal yang sama!” Gadis itu masih sempat mengambil buku-bukunya dan dengan langkah tegas meninggalkan Shaka.
"Hey, memang aku ngga pernah gituan!" jawab Shaka, tapi Mima tidak dengar.
***
Rambut pendeknya mengembang di atas kasur saat Mima menghempas badan, dia ingin sekali membayangkan hal-hal indah yang baru saja dia lakukan bersama Dheo, tapi yang terbayang justru kilatan kekecewaan di mata Shaka.
“Entah sekarang semurahan apa Gue di mata kondektur itu?”
Mima bangun, bercermin mengamati beberapa memar kecil di lehernya, mengambil cairan apa saja yang dia rasa bisa digunakan untuk menghilangkan bekas nyamuk ganas itu, tapi gagal, justru terasa perih.
“Perempuan kalau ga bisa jaga harga diri, ya jangan marah kalau dirinya dikasi harga.”
Mima tersentak, bulu kuduknya meremang, suara itu begitu dekat dan nyata di telinga, bukan Pak Fauzi, bukan juga suara Shaka, ini suara lembut dan renta seorang wanita.
“Nenek,” ucap Mima, Mima tidak takut, dia berusaha mencari asal suara yang sangat dia rindukan itu.
“Meski Nenek engga pernah bicara, tapi aku tau itu suara Nenek, Nenek di mana. Nek?”
Gadis itu menyudut di tempat tidur dan mulai menangis karena tidak mendapati neneknya walau hanya bayangan.
“Mima rindu Nenek,” lirihnya berurai air mata, “Apa Nenek baik-baik aja di sana? Apa Nenek, Ibu dan Abah merindukan Mima?” Mima menggunakan lengannya untuk menyeka air mata yang sudah banjir di pipi.
“Tapi apa yang kalian rindukan? Dari anak yang tidak pernah mengirimkan apa-apa untuk kalian?"
Lalu dia masuk ke ruang renung di otaknya, dirinya adalah satu-satunya anak juga satu-satunya cucu yang nenek punya, kalau tidak darinya, lantas dari siapa Ibu, Ayah juga neneknya mendapatkan hadiah walau sebaris AlFatiha?
Tangisnya Mima pecah, “Maafin Mima, Nek …”
Lama dia tersedu-sedu memikirkan apa yang bisa dia lakukan untuk bisa terhubung dengan orang tua dan nenek yang sudah begitu baik padanya, matanya tidak bisa terpejam sampai azan subuh berkumandang.
Dengan kantung mata yang bengkak, Mima turun dari sudut ranjang, di subuh nan hening usai azan, terdengar suara air mengucur dari keran rumah kebun, diintipnya sedikit dari jendela, seorang lelaki keluar dengan pakaian shalat dan pecinya, mencari sendal dan berjalan kaki menuju surau.
“Malaikat subuh,” lirihnya menahan senyum mengamati Shaka.
Mima juga ikut berwudhu, dan mendirikah dua rakaat shalat subuh, sepanjang gerakannya, yang Mima pikirkan adalah bahwa dia harus bisa terhubung dengan Nenek dan orangtuanya, minimal lewat doa. Dia sangat membutuhkan koneksi ini,
Dua rakaat yang cukup panjang, Mima membaca ayat demi ayat dengan hati-hati penuh penghayatan, melakukan gerakan shalat dengan begitu tenang hingga lahir rasa butuh di hatinya sebagai seorang Hamba.
***
Hari ahad baru pukul enam, pintu dan jendela rumah Mima buka semuanya, Suara penyiar dari radio Minang Raya mengiringi aktivitasnya mengiris bawang, Penggorengan mulai berdecis saat irisan itu dimasukkan, berdentinganlah sendok dan wajan dengan begitu bersemangat hingga menyajikan dua porsi nasi goreng putih sederhana, menu istimewa yang dulu sering nenek hidangkan untuk mengisi perut Mima sebelum ke sekolah.
“Selamat pagi, Ayumna!” Kepala Shaka nongol dari jendela belakang dengan handuk kecil terlilit di lehernya.
“Heh!” hampir saja Mima memukul kepala itu dengan sendok, saking kagetnya.
“Masak apaan sih, wangi banget?”
“Sini masuk, kita sarapan.”
Sementara Shaka masuk dari pintu belakang, Mima menyajikan dua porsi nasi goreng putih di atas meja.
“Mimpi apa tadi malam? tumben banget pagi-pagi bikin sarapan?” Shaka duduk dan meneguk air putih terlebih dahulu, "Sering-sering begini ya nanti, di masa depan."
“Hem, Ayo cobain!” pinta Mima, “Aku ambil HP dulu.”
Mima menuju kamar untuk mengambil ponselnya, tapi dia lupa meletakkannya di mana, yang tampak di matanya justru kertas usang yang terang karena disinari matahari pagi, Mima membacanya.
Satu contrengan di kolom misi, jantung Mima berdebar, aliran darahnya melaju, merinding.
“Shaka!” teriaknya sambil membawa kertas itu dan menyerahkannya kepada Shaka.
Shaka mengamati tabel itu dengan seksama dan ikut merasa senang, “Alhamdulillah, kamu ngga contreng sendiri kan?”
Mima menggeleng cepat.
“Barakallah, kalau udah ada yang dicontreng, waktu akan melompat ke masa di mana kamu harus mengerjakan misi selanjutnya, bersiaplah!”
___________________________________
Misi apa yang tercontreng barusan? Ada yang tau?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Ciremai
kmu semurahan baju bekas improt yg diobral cebanan yg kalo mau make kudu dicuci pake air panas dulu biar gak ada kuman bakteri yg nempel.. maybe??😑😑
2022-09-02
1
Rizkha Nelvida
telah sholat dg keikhlasan dan diiringi dg doa utk nenek ,ayah dan ibunya,,tdk ada yg d butuhkan oleh org tua kita yg tlh tiada selain doa dr anak anaknya😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2022-04-23
1
Rully
semangat buat author...
2021-11-25
0